25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ombudsman Terima 794 Laporan Pungli

Pengawasan Berjenjang

Sementara berdasarkan hasil evaluasi Satgas Saber Pungli yang dirilis akhir pekan lalu, aparat pemerintah daerah (Pemda) mendominasi laporan masyarakat. Meski bukan pungli dalam jumlah besar, catatan tersebut menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera bergerak. Tujuannya tidak lain agar budaya pungli hilang dari aparat pemda. Sehingga masyarakat mendapat layanan terbaik.

Menurut Komisoner Ombudsman Alamsyah Saragih, pelayanan masyarakat memang patut menjadi perhatian. Sebab, celah pungli masih terbuka. Pria yang akrab dipanggil Alamsyah pun tidak kaget evaluasi Satgas Saber Pungli mencatatkan aparat pemda sebagai objek paling sering dilaporkan. ”Pelayanan pemda masih sangat buruk,” ungkapnya kepada Jawa Pos, kemarin (26/2).

Di samping budaya pungli, banyak faktor membuat peluang pungli oleh aparat pemda. Di antaranya pencegahan dan pengawasan yang masih lemah. ”Tidak ada keinginan untuk memperbaiki diri,” ungkap Alamsyah.

Kondisi itu membuat budaya pungli sulit hilang. Dari tataran bawah dengan pungli skala kecil sampai tataran atas dengan pungli skala besar. Alhasil budaya tersebut menempel.

Satgas Saber Pungli yang bergerak di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dianggap sudah mampu memberi terapi kejut terhadap para pelaku pungli. Namun demikian, tidak lantas membuat pencegahan dan pengawasan berjalan baik. Buktinya masih terjadi pungli. ”Sepanjang pengawasan internal (pemda) melempem pungli tidak hilang,” kata Alamsyah.

Apalagi, sambung dia, kinerja inspektorat sebagai instansi yang bertanggung jawab sebagai pengawas internal penyelanggara pemda tidak mampu unjuk gigi. ”Kurang gereget,” ujarnya. Lebih dari itu, keberadaan inspektorat dinilai kurang efektif lantaran masih membuka kemungkinan pelanggaran. Tebang pilih misalnya. ”Kalau kepala dinas dekat dengan Bupati tidak ditangani,” ucap dia.

Potensi itu harus dihindari. Alamsyah menyebutkan, salah satu langkah yang bisa diambil adalah pengawasan berjenjang. ”Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) mengawasi (aparat) provinsi, insepktorat provinsi mengawasi kota dan kabupaten,” terangnya. Dengan begitu, inspektorat di tingkat kota atau kabupaten tidak lagi mengawasi aparat pemda yang selevel dengan mereka. ”Pemerintah yang bisa perbaiki,” jelas dia. (wan/syn/jpg/adz)

Pengawasan Berjenjang

Sementara berdasarkan hasil evaluasi Satgas Saber Pungli yang dirilis akhir pekan lalu, aparat pemerintah daerah (Pemda) mendominasi laporan masyarakat. Meski bukan pungli dalam jumlah besar, catatan tersebut menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera bergerak. Tujuannya tidak lain agar budaya pungli hilang dari aparat pemda. Sehingga masyarakat mendapat layanan terbaik.

Menurut Komisoner Ombudsman Alamsyah Saragih, pelayanan masyarakat memang patut menjadi perhatian. Sebab, celah pungli masih terbuka. Pria yang akrab dipanggil Alamsyah pun tidak kaget evaluasi Satgas Saber Pungli mencatatkan aparat pemda sebagai objek paling sering dilaporkan. ”Pelayanan pemda masih sangat buruk,” ungkapnya kepada Jawa Pos, kemarin (26/2).

Di samping budaya pungli, banyak faktor membuat peluang pungli oleh aparat pemda. Di antaranya pencegahan dan pengawasan yang masih lemah. ”Tidak ada keinginan untuk memperbaiki diri,” ungkap Alamsyah.

Kondisi itu membuat budaya pungli sulit hilang. Dari tataran bawah dengan pungli skala kecil sampai tataran atas dengan pungli skala besar. Alhasil budaya tersebut menempel.

Satgas Saber Pungli yang bergerak di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dianggap sudah mampu memberi terapi kejut terhadap para pelaku pungli. Namun demikian, tidak lantas membuat pencegahan dan pengawasan berjalan baik. Buktinya masih terjadi pungli. ”Sepanjang pengawasan internal (pemda) melempem pungli tidak hilang,” kata Alamsyah.

Apalagi, sambung dia, kinerja inspektorat sebagai instansi yang bertanggung jawab sebagai pengawas internal penyelanggara pemda tidak mampu unjuk gigi. ”Kurang gereget,” ujarnya. Lebih dari itu, keberadaan inspektorat dinilai kurang efektif lantaran masih membuka kemungkinan pelanggaran. Tebang pilih misalnya. ”Kalau kepala dinas dekat dengan Bupati tidak ditangani,” ucap dia.

Potensi itu harus dihindari. Alamsyah menyebutkan, salah satu langkah yang bisa diambil adalah pengawasan berjenjang. ”Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) mengawasi (aparat) provinsi, insepktorat provinsi mengawasi kota dan kabupaten,” terangnya. Dengan begitu, inspektorat di tingkat kota atau kabupaten tidak lagi mengawasi aparat pemda yang selevel dengan mereka. ”Pemerintah yang bisa perbaiki,” jelas dia. (wan/syn/jpg/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/