MEDAN, SUMUTPOS.CO – Solusinya, gedung kedua sekolah itu akan ditingkatkan atau digabungkan. Salah satu upaya ini akan dilakukan.
Kepala Disdik Medan, Marasutan Siregar, melalui Kasubbag Kepegawaian mengatakan, Disdik Medan tetap berupaya untuk melihat dulu bagaimana kondisi nantinya, apakah bisa ditingkatkan atau gabungkan.
“Tidak mungkin kita tutup sekolah itu, bagaimana pula nasib kepala sekolahnya nanti? Untuk itu, rencana kita paling tidak di-merger tadi atau digabung menjadi satu sekolah. Sebab, jumlah siswa kedua SD negeri ini tak sampai 200 anak. Sudah ada rencana kita sebelumnya mau digabungkan,” katanya lagi.
Jika digabungkan, lanjutnya, maka otomatis kepala sekolahnya tidak ada diberhentikan. Jadi, nantinya jika ada kepala sekolah yang pensiun atau yang sudah habis masa tugasnya, maka langsung dimutasikan untuk mengisi jabatan itu.
“Kalau ditutup sekolahnya, kan tidak mungkin tentu ada yang terbuang kepala sekolahnya. Lalu, kemana dia ditempatkan dan bagaimana muridnya? Maka dari itu, rencana kita gabungkan dan kepala sekolahnya menunggu ada yang pensiun, lalu ditempatkan di sana. Tidak mengangkat kepala sekolah baru untuk menempati jabatan yang kosong, sehingga tidak mengusik keberadaan kepala sekolah lain,” tuturnya.
Sedangkan untuk solusi akan membangun sekolah tersebut, belum ke arah sana karena pertimbangan jumlah muridnya di bawah 200 anak, maka lebih efisien dilakukan penggabungan.
“Kalau mau dibangun pun, lahan tidak mencukupi dan itu menjadi persoalan. Sedangkan kalau mau ditingkatkan harus diusulkan dulu ke Dinas Perkim-PR. Kita lihatlah nanti bagaimana, digabung atau ditingkatkan,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala SD Negeri 060959, Rosita Harianja mengaku setuju dengan digabungkannya sekolah yang dipimpinnya dengan SD Negeri 060961. Walau demikian, Rosita berharap dapat ditingkatkan bangunan sekolahnya. “Kalau begitu rencana kebijakannya, ya baguslah. Tapi, harapan saya dibangun masing-masing kedua sekolah itu,” ujarnya.
Apabila nantinya diputuskan untuk digabungkan, lanjutnya, maka diharapkan dibangun fasilitas atau sarana dan prasarana sekolah yang memadai. Selain ruang kelas yang cukup, juga terdapat perpustakaan dan halaman untuk upacara maupun bermain anak-anak.
Untuk diketahui, program merger SD negeri pernah digulirkan semasa Kepala Disdik Medan sebelumnya, Hasan Basri. Akan tetapi, tak diketahui bagaimana perkembangan dan kelanjutannya.
Merger dilakukan terhadap SD negeri yang minim siswa, karena dinilai sangat tidak efisien manajemen pengelolaannya dan proses belajar-mengajar. Penggabungan sekolah dilakukan apabila dalam satu komplek terdapat dua sekolah dan muridnya tidak sampai 200 siswa. Hal itu dibenarkan dalam ketentuan Kemendikbud. Terkecuali, sekolah swasta karena tak dibiayai oleh pemerintah.
Bukti Pendidikan di Medan Utara Masih Terpuruk
Sementara itu, Tokoh Masyarakat Medan Utara Awaluddin menilai, fasilitas SD Negeri 060959 dan 060961 di Belawan memiliki fasilitas minim ruang kelas, merupakan ketidakseriusan Pemko Medan memberikan untuk meningkatkan citra pendidikan bagi masyarakat di Medan Utara.
Dengan demikian, ketertinggalan pendidikan yang dirasakan masyarakat, telah membuktikan keterpurukan dunia pendidikan dengan kesan adanya ketidakpedulian Pemko Medan untuk mempercetap pembangunan di Medan Utara khususnya pendidikan.
“Pendidikan adalah hak masyarakat, secara terang benderang Pemko Medan telah meninggalkan atau menganaktirikan Medan Utara untuk pendidikan. Artinya ini citra buruk yang dirasakan masyarakat atas kesan Pemko Medan yang tidak peduli,” kata Awaluddin yang mengaku kecewa dengan sikap Pemko Medan tidak tanggap dengan permasalahan yang ada di Medan Utara.
Sementara, Tokoh Pemuda Belawan, Alfian MY mengungkapkan, pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Bila memang sarananya tidak layak harus dicari solusinya. Ia meminta kepada keseriusan Pemko Medan meningkatkan sarana pendidikan di Belawan.”Kalau sarannya tidak laya, bagaimana hasil pendidikannya berkualitas. Jangan pembiaran ini menjadi momok buruk bagi Pemko Medan atas ketidakpedulian kepada Medan Utara,” tegas Alfian.
Ketua Relawan Pejuang Demokrasi (Repdem) Belawan menjelaskan, sarana pendidikan diketahuinya telah diambil alih oleh Pemprovsu. Ia menagih janji 100 hari kerja gubrnur dan wakil gubernur untuk dunia pendidikan. Buktinya, masih ada sarana pendidikan di Belawan sangat memprihatinkan.
“Kita juga kecewa dengan sikap Pemko Medan atas ketidakpedulian atas nasib pendidikan di Belawan. Ini yang membuat s masyarakat ingin melepaskan diri dari Kota Medan, karena kita merasa insfrastruktur tidak diprioritaskan khususnya pendidikan. Jadi kita seperti anak tiri. Apalagi hari ini kita sangat miris melihat sekolah yang hanya memiliki 3 ruang kelas,” ucap Alfian. (ris/fac/ila)