26.7 C
Medan
Wednesday, May 8, 2024

Stand Ramadhan Fair Diduga Bayar Rp3 Juta, Mahasiswa: Copot Kadisbud!

M IDRIS/ Sumutpos
Sejumlah mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Medan terkait adanya dugaan pungli untuk stand Ramadhan Fair, Senin (27/5).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyelenggaraan Ramadhan Fair yang digelar Dinas Kebudayaan (Disbud) Medan pada tahun ini kembali menuai polemik. Setelah masalah tarif parkir kendaraan yang mencekik leher atau terlalu tinggi, kini persoalan menyangkut stand dan lapak yang ditempati oleh para pedagang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Stand dan lapak yang berjumlah sekitar 200 lebih tersebut, diduga berbayar atau dipungut biaya. Tak tanggung-tanggung, tarif yang dipasang untuk mendapatkan stand dan lapak itu disebut-sebut harus merogoh kocek hingga Rp3 juta.

Dugaan pungutan liar (pungli) jual beli stand Ramadhan Fair tersebut disampaikan sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan Barisan Mahasiswa Kota Medan, saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Medan, Senin (27/5).

Menurut mahasiswa, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sudah menegaskan bahwa stand-stand yang ada di acara Ramadhan Fair tidak diperjualbelikan dan hanya diberikan cuma-cuma kepada UMKM. Hal itu disampaikan wali kota sewaktu acara pembukaan pada Rabu (8/5) malam lalu.

“Sangat disayangkan, setelah kami melakukan penelusuran dan wawancara kepada pedagang yang berjualan di sana ternyata ada dugaan oknum-oknum Pemko Medan yang melakukan praktik pungli. Padahal, Wali Kota Medan saat menyampaikan sambutan pada acara pembukaan gratis tapi kenapa kenyataannya diduga berbayar,” ujar Koordinator Aksi, Wildan Lubis.

Diutarakan dia, pungli adalah sebagai bentuk pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang dengan tujuan untuk mempermudah urusan. Pungli juga termasuk dalam gratifikasi yang melanggar hukum, dimana diatur dalam Undang Undang Nomor 20/2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Tangkap Kepala Dinas Kebudayaan Medan (OK Zulfi) dan penyelenggara kegiatan atau event organizer (EO) Ramadhan Fair tahun 2019, karena diduga melakukan pungli terhadap para pedagang UMKM,” ucapnya.

Ia menyebutkan, selain diduga melakukan pungli, Disbud Medan juga diduga melakukan praktik korupsi terhadap anggaran program pengelolaan keragaman budaya Ramadhan Fair tahun 2019, dengan total anggaran cukup luar biasa sebesar Rp3,065 miliar. Dengan penjabaran, untuk belanja makanan dan minuman senilai Rp165 juta, belanja pakaian kerja lapangan Rp100 juta dan penyelenggara kegiatan atau EO Rp2,8 miliar.

“Anggaran sebesar itu (Rp3,065 miliar) harusnya semua pihak terutama masyarakat Medan mendapatkan pelayanan yang maksimal dan tidak terkesan mubazir. Namun, kenyataan adalah sebaliknya,” kata dia.

Oleh karena itu, lanjutnya, diminta DPRD Medan memanggil Dinas Kebudayaan Medan untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) guna memberikan penjelasan secara transparan terkait kegiatan Ramadhan Fair 2019. Kemudian, evaluasi pelaksanaan Ramadhan Fair, yang disinyalir tidak ada kontribusi terhadap PAD Kota Medan.

“Kami juga minta audit dana program pengelolaan keragaman budaya Ramadhan Fair tahun 2019 sebesar Rp3,065 miliar. Wali kota harus copot Kadis Kebudayaan Medan. Kepada aparat hukum, tangkap oknum-oknum yang diduga melakukan pungli,” cetusnya.

Setelah hampir satu jam menyampaikan aspirasinya, aksi mahasiswa diterima oleh anggota DPRD Medan, Wong Chun Sen. Perwakilan mahasiswa diminta untuk berdialog guna menjelaskan tuntutan yang mereka sampaikan.

Saat berdialog, mahasiswa melampirkan beberapa bukti dugaan pungli berupa kwitansi pembayaran stand sebesar Rp3 juta “Stand itu untuk sebulan dan bayar Rp3 juta. Ada juga yang bayar Rp2 juta, Rp 1 juta hingga gratis. Namun, wali kota sudah menyatakan stand tidak diperjualbelikan tapi cuma-cuma atau gratis,” ucap salah seorang mahasiswa.

Menanggapi itu, Wong Chun Sen mengaku akan menindaklanjuti informasi dari mahasiswa terkait dugaan pungli tersebut. Wong menyatakan akan memanggil pihak-pihak terkait. “Terima kasih atas informasi yang disampaikan kepada kami. Informasi dugaan pungli ini akan kita tidak lanjuti dengan memanggil pihak terkait termasuk EO,” ujar Wong.

Wong juga mengaku, akan menelusuri lebih lanjut dugaan pungli itu maupun praktik korupsi terkait gelaran Ramadhan Fair. Sebab, Ramadhan Fair hadir untuk memberikan manfaat bagi masyarakat bukan malah membuat semakin menyusahkan. “Kenapa ada yang gratis dan membayar, sementara wali kota sudah memastikan tidak ada dipungut bayaran sepeserpun,” tegas Wong.

Terpisah, Kadis Kebudayaan Medan OK Zulfi belum berhasil diri diminta konfirmasinya terkait tudingan dugaan pungli Ramadhan Fair tersebut. Ketika dihubungi via seluler, nomor ponselnya memblok panggilan masuk. Sedangkan pesan whatsapp yang dikirimkan kepadanya, tak kunjung dijawab.

Untuk diketahui, Ramadhan Fair 2019 yang berlangsung hampir sebulan ini diikuti 135 pedagang berbasis kuliner dan 75 pedagang non kuliner. Selain menikmati aneka kuliner dan hasil kerajinan, para pengunjung juga dapat mengikuti tausyiah dan konsultasi agama. Kemudian menyaksikan atraksi seni dan budaya Islami dari artis lokal dan ibukota di antaranya Wali Band, Syahrul Gunawan dan Fanny KDI. Di samping itu juga dapat mengikuti sejumlah perlombaan bersifat religi seperti festival marhaban dan shalawat serta pemilihan da’i cilik. (ris/ila)

M IDRIS/ Sumutpos
Sejumlah mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Medan terkait adanya dugaan pungli untuk stand Ramadhan Fair, Senin (27/5).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyelenggaraan Ramadhan Fair yang digelar Dinas Kebudayaan (Disbud) Medan pada tahun ini kembali menuai polemik. Setelah masalah tarif parkir kendaraan yang mencekik leher atau terlalu tinggi, kini persoalan menyangkut stand dan lapak yang ditempati oleh para pedagang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Stand dan lapak yang berjumlah sekitar 200 lebih tersebut, diduga berbayar atau dipungut biaya. Tak tanggung-tanggung, tarif yang dipasang untuk mendapatkan stand dan lapak itu disebut-sebut harus merogoh kocek hingga Rp3 juta.

Dugaan pungutan liar (pungli) jual beli stand Ramadhan Fair tersebut disampaikan sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan Barisan Mahasiswa Kota Medan, saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Medan, Senin (27/5).

Menurut mahasiswa, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sudah menegaskan bahwa stand-stand yang ada di acara Ramadhan Fair tidak diperjualbelikan dan hanya diberikan cuma-cuma kepada UMKM. Hal itu disampaikan wali kota sewaktu acara pembukaan pada Rabu (8/5) malam lalu.

“Sangat disayangkan, setelah kami melakukan penelusuran dan wawancara kepada pedagang yang berjualan di sana ternyata ada dugaan oknum-oknum Pemko Medan yang melakukan praktik pungli. Padahal, Wali Kota Medan saat menyampaikan sambutan pada acara pembukaan gratis tapi kenapa kenyataannya diduga berbayar,” ujar Koordinator Aksi, Wildan Lubis.

Diutarakan dia, pungli adalah sebagai bentuk pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang dengan tujuan untuk mempermudah urusan. Pungli juga termasuk dalam gratifikasi yang melanggar hukum, dimana diatur dalam Undang Undang Nomor 20/2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Tangkap Kepala Dinas Kebudayaan Medan (OK Zulfi) dan penyelenggara kegiatan atau event organizer (EO) Ramadhan Fair tahun 2019, karena diduga melakukan pungli terhadap para pedagang UMKM,” ucapnya.

Ia menyebutkan, selain diduga melakukan pungli, Disbud Medan juga diduga melakukan praktik korupsi terhadap anggaran program pengelolaan keragaman budaya Ramadhan Fair tahun 2019, dengan total anggaran cukup luar biasa sebesar Rp3,065 miliar. Dengan penjabaran, untuk belanja makanan dan minuman senilai Rp165 juta, belanja pakaian kerja lapangan Rp100 juta dan penyelenggara kegiatan atau EO Rp2,8 miliar.

“Anggaran sebesar itu (Rp3,065 miliar) harusnya semua pihak terutama masyarakat Medan mendapatkan pelayanan yang maksimal dan tidak terkesan mubazir. Namun, kenyataan adalah sebaliknya,” kata dia.

Oleh karena itu, lanjutnya, diminta DPRD Medan memanggil Dinas Kebudayaan Medan untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) guna memberikan penjelasan secara transparan terkait kegiatan Ramadhan Fair 2019. Kemudian, evaluasi pelaksanaan Ramadhan Fair, yang disinyalir tidak ada kontribusi terhadap PAD Kota Medan.

“Kami juga minta audit dana program pengelolaan keragaman budaya Ramadhan Fair tahun 2019 sebesar Rp3,065 miliar. Wali kota harus copot Kadis Kebudayaan Medan. Kepada aparat hukum, tangkap oknum-oknum yang diduga melakukan pungli,” cetusnya.

Setelah hampir satu jam menyampaikan aspirasinya, aksi mahasiswa diterima oleh anggota DPRD Medan, Wong Chun Sen. Perwakilan mahasiswa diminta untuk berdialog guna menjelaskan tuntutan yang mereka sampaikan.

Saat berdialog, mahasiswa melampirkan beberapa bukti dugaan pungli berupa kwitansi pembayaran stand sebesar Rp3 juta “Stand itu untuk sebulan dan bayar Rp3 juta. Ada juga yang bayar Rp2 juta, Rp 1 juta hingga gratis. Namun, wali kota sudah menyatakan stand tidak diperjualbelikan tapi cuma-cuma atau gratis,” ucap salah seorang mahasiswa.

Menanggapi itu, Wong Chun Sen mengaku akan menindaklanjuti informasi dari mahasiswa terkait dugaan pungli tersebut. Wong menyatakan akan memanggil pihak-pihak terkait. “Terima kasih atas informasi yang disampaikan kepada kami. Informasi dugaan pungli ini akan kita tidak lanjuti dengan memanggil pihak terkait termasuk EO,” ujar Wong.

Wong juga mengaku, akan menelusuri lebih lanjut dugaan pungli itu maupun praktik korupsi terkait gelaran Ramadhan Fair. Sebab, Ramadhan Fair hadir untuk memberikan manfaat bagi masyarakat bukan malah membuat semakin menyusahkan. “Kenapa ada yang gratis dan membayar, sementara wali kota sudah memastikan tidak ada dipungut bayaran sepeserpun,” tegas Wong.

Terpisah, Kadis Kebudayaan Medan OK Zulfi belum berhasil diri diminta konfirmasinya terkait tudingan dugaan pungli Ramadhan Fair tersebut. Ketika dihubungi via seluler, nomor ponselnya memblok panggilan masuk. Sedangkan pesan whatsapp yang dikirimkan kepadanya, tak kunjung dijawab.

Untuk diketahui, Ramadhan Fair 2019 yang berlangsung hampir sebulan ini diikuti 135 pedagang berbasis kuliner dan 75 pedagang non kuliner. Selain menikmati aneka kuliner dan hasil kerajinan, para pengunjung juga dapat mengikuti tausyiah dan konsultasi agama. Kemudian menyaksikan atraksi seni dan budaya Islami dari artis lokal dan ibukota di antaranya Wali Band, Syahrul Gunawan dan Fanny KDI. Di samping itu juga dapat mengikuti sejumlah perlombaan bersifat religi seperti festival marhaban dan shalawat serta pemilihan da’i cilik. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/