30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Imbas PPKM Level IV di Kota Medan, Hunian Kamar Hotel di Bawah 10 Persen

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) baik secara darurat maupun dengan tingkatan level yang diterapkan pemerintah, berdampak signifikan terhadap usaha perhotelan dan restoran di Sumut, khususnya Kota Medan. Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumut, sejak diberlakukannya PPKM hunian kamar hotel di Kota Medan, turun drastis.

WAWANCARA: Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah diwawancarai wartawan usai mengikuti rakor secara virtual bersama Msnko Perekonomian, Airlangga Hartanto dari ruang kerjanya lantai 9 Kantor Gubsu, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Rabu (28/7) sore. PRAN HASIBUAN/SUMUT POS.

“Kondisi (kamar hotel) kita saat ini, di bawah 10 persenlah. Untuk restoran kondisinya, tidak menutupi operasional, karena tidak boleh makan di tempat,” kata Ketua Badan Pengurus Daerah PHRI Sumut, Denny S Wardhana saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (28/7).

Meski usaha hotel dan restoran terpuruk di tengah pelaksanaan PPKM, Denny ,mengatakan pihak nya tetap mengikuti kebijakan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 di Sumut, khususnya di Kota Medan. “Kita mengikuti apa penetapan dari Pemerintah, kita berhadapan tetap bisa berusaha lah,” jelas Denny.

Denny meminta kepada seluruh lapisan masyarakat dapat membantu pemerintah dalam menekan dan menuntaskan penyebaran COVID-19. Agar ekonomi masyarakat dan usaha kembali berjalan dengan normal. “Untuk menekan penyebaran COVID-19 diikuti oleh semua lapisan masyarakat, untuk sama-sama mematuhi protokol kesehatan,” katanya.

Denny menjelaskan, kondisi usaha hotel dan restoran sudah mengalami penurunan drastis sejak tahun 2020 lalu. Dengan begitu, banyak karyawan yang harus dirumahkan tanpa menerima gaji setiap bulannya. “Kita harapkan ada bantuan diberikan pemerintah seperti memberikan pengurangan biaya beban listrik oleh PLN. Begitu juga, bantuan yang lain dari pemerintah,” tuturnya.

Denny berharap dengan berakhirnya PPKM Level IV di Kota Medan pada 2 Agustus 2021, dapat memberikan peningkatan hunian kamar hotel dan menambah penjualan makanan dan minuman di restoran. “Kita berharap tanggal 2 Agustus 2021 ini, berkahirnya PPKM Level IV ini diberikan kelonggaran bagi kita, dibukalah. Bukan berarti sekarang tidak bisa berusaha. Kita masih buka, tapi tamunya tidak ada. Orang meeting, nikah dan membuat pertemuan sudah tidak ada di Hotel. Tamu tidak banyak, terlihat dari kamar terisi. Tamu ada, paling orang melakukan perjalanan dinas saja,” jelasnya.

Denny menambahkan, pihak juga mengikuti arahan pemerintah agar seluruh karyawan yang masih menjalani tugas dan bekerja di hotel dan restoran dilakukan vaksin Covid-19. “Karyawan kita sudah divaksin, begitu juga kita di Hotel dan Restoran untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Tinggal dari masyarakatnya sekarang sama melakukan hal yang sama,” tandasnya.

Pemerintah Disebut Tak Adil

Bukan Cuma usaha hotel dan restoran yang merasakan dampak PPKM di Kota Medan. Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, mengaku para sopir angkot di Kota Medan juga sangat terdampak, bahkan hingga terpuruk akibat diterapkannya PPKM Darurat yang diperpanjang dengan PPKM Level IV. Tak tanggung-tanggung, penghasilan para sopir angkot menurun hingga 70 persen. Akibatnya, para sopir sangat kesulitan dalam memenuhi berbagai kewajibannya.

“Sekarang jangankan untuk setoran kredit (mobil) angkot, untuk kebutuhan makan keluarganya saja banyak sopir angkot yang tak mampu lagi. PPKM ini bukan lagi membuat sopir angkot terdampak, tapi juga terpuruk. Hancur-hancuranlah penghasilan sopir-sopir angkot ini, anjlok penghasilan mereka antara 60 sampai 70 persen, entah mau makan apa lagi anak istri sopir-sopir ini,” ucap Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe kepada Sumut Pos, Rabu (28/7).

Ditutupnya mal di masa PPKM, kata Gomery, juga sangat berdampak kepada merosotnya penghasilan para sopir. Dengan ditutupnya mal, maka ribuan karyawan terpaksa dirumahkan sehingga tidak melakukan perjalanan kerja dari rumah menuju mall yang biasanya menggunakan jasa angkot. “Belum lagi sudah lama anak sekolah juga tak belajar tatap muka di sekolah, mereka daring dari rumah, jadi siapa lagi yang naik angkot? Tapi kan tak mungkin juga sopir-sopir ini tak beroperasi, memangnya siapa yang mau ngasih makan anak-istri mereka? Makanya saya bilang, sangat terdampak sopir-sopir angkot ini,” ujarnya.

Dikatakan Gomery, tak cuma membuat sopir angkot merosot penghasilannya, PPKM dengan berbagai aturannya juga membuat para sopir angkot merasa diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah. Pasalnya, saat ini sejumlah jalan dilakukan penyekatan, para angkot pun terpaksa harus mengikuti penyekatan itu. Tetapi di lapangan, khusus untuk Bus Trans Metro Deli atau yang merupakan Bus BTS (Buy The Service), para petugas di lokasi penyekatan mengizinkannya untuk lewat.

“Sudah banyak di depan mata kami terjadi, kalau Bus Trans Metro Deli yang lewat, langsung sibuk petugas buka penyekatan itu. Tapi kalau angkot yang lewat, ya kami harus ikut penyekatan itu. Dimana keadilan untuk kami? Apa bedanya angkot sama Bus BTS? Sama-sama melayani masyarakat nya,” katanya.

Gomery pun terus memprotes langkah pemerintah yang masih menggratiskan tarif Bus BTS ke 5 koridor Bus BTS di Kota Medan. Padahal gratisnya tarif Bus BTS, akan sangat berdampak kepada volume penumpang angkot. “Bus BTS gratis, angkot bayar, tujuannya sama. Siapapun ditanya pasti pilih Bus BTS, namanya juga gratis. Makin terpuruk lah angkot-angkot ini, tapi gak ada juga perhatian pemerintah untuk kami. Maka kami tanya lagi, dimana keadilan untuk kami?” tanya Gomery.

Untuk itu, Gomery meminta agar pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Medan agar berkenan untuk lebih serius dalam memperhatikan nasib para sopir angkot di Kota Medan. Sebab saat ini, setidaknya ada lebih dari 5.000 sopir angkot di Kota Medan yang sedang mengalami keterpurukan ekonomi, bahkan sekadar hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.

“Artinya ada 5.000 lebih keluarga yang terancam tak makan, anak-anak tak sekolah, karena tak ada perhatian dari pemerintah kepada sopir-sopir angkot ini. Mohon lah, ada keadilan dan perhatian lebih untuk sopir-sopir angkot di Kota Medan ini,” harapnya.

Menanggapi hal ini, Pimpinan DPRD Medan H.Rajuddin Sagala, meminta kepada pemerintah untuk bisa bersikap adil kepada para sopir angkot di Kota Medan. “Saya rasa kalau di penyekatan itu perlu saya cari tahu dulu, betul gak Bus BTS boleh lewat tapi angkot tidak? Kalau betul, maka benar bahwa pemerintah tidak adil, dan ini harus diluruskan oleh pemerintah,” ucap Rajuddin kepada Sumut Pos, Rabu (28/7).

Diterangkan Wakil Ketua DPRD Medan asal Fraksi PKS itu, pemerintah juga harus mulai memberi perhatian lebih kepada nasib para sopir angkot yang tidak terpuruk dalam masa PPKM Level IV ini. Sebab dirumahkannya ribuan pegawai mal, anak sekolah belajar daring, dan berbagai faktor lainnya, dinilai sangat berpengaruh dalam merosotkan penghasilan para sopir angkot

Rajuddin menegaskan, sudah saatnya setiap sopir angkot di Kota Medan wajib masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang didata oleh Dinas Sosial Kota Medan, supaya nantinya mmpara sopir angkot bisa mendapatkan berbagai bantuan, baik dari pemerintah pusat, provinsi, maupun Pemko Medan. “Stimulus dalam bentuk apapun saat ini sangat penting, kita berharap mereka termasuk dalam golongan masyarakat yang berhak mendapatkan berbagai jenis bantuan itu,” pungkasnya. (gus/map)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) baik secara darurat maupun dengan tingkatan level yang diterapkan pemerintah, berdampak signifikan terhadap usaha perhotelan dan restoran di Sumut, khususnya Kota Medan. Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumut, sejak diberlakukannya PPKM hunian kamar hotel di Kota Medan, turun drastis.

WAWANCARA: Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah diwawancarai wartawan usai mengikuti rakor secara virtual bersama Msnko Perekonomian, Airlangga Hartanto dari ruang kerjanya lantai 9 Kantor Gubsu, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Rabu (28/7) sore. PRAN HASIBUAN/SUMUT POS.

“Kondisi (kamar hotel) kita saat ini, di bawah 10 persenlah. Untuk restoran kondisinya, tidak menutupi operasional, karena tidak boleh makan di tempat,” kata Ketua Badan Pengurus Daerah PHRI Sumut, Denny S Wardhana saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (28/7).

Meski usaha hotel dan restoran terpuruk di tengah pelaksanaan PPKM, Denny ,mengatakan pihak nya tetap mengikuti kebijakan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 di Sumut, khususnya di Kota Medan. “Kita mengikuti apa penetapan dari Pemerintah, kita berhadapan tetap bisa berusaha lah,” jelas Denny.

Denny meminta kepada seluruh lapisan masyarakat dapat membantu pemerintah dalam menekan dan menuntaskan penyebaran COVID-19. Agar ekonomi masyarakat dan usaha kembali berjalan dengan normal. “Untuk menekan penyebaran COVID-19 diikuti oleh semua lapisan masyarakat, untuk sama-sama mematuhi protokol kesehatan,” katanya.

Denny menjelaskan, kondisi usaha hotel dan restoran sudah mengalami penurunan drastis sejak tahun 2020 lalu. Dengan begitu, banyak karyawan yang harus dirumahkan tanpa menerima gaji setiap bulannya. “Kita harapkan ada bantuan diberikan pemerintah seperti memberikan pengurangan biaya beban listrik oleh PLN. Begitu juga, bantuan yang lain dari pemerintah,” tuturnya.

Denny berharap dengan berakhirnya PPKM Level IV di Kota Medan pada 2 Agustus 2021, dapat memberikan peningkatan hunian kamar hotel dan menambah penjualan makanan dan minuman di restoran. “Kita berharap tanggal 2 Agustus 2021 ini, berkahirnya PPKM Level IV ini diberikan kelonggaran bagi kita, dibukalah. Bukan berarti sekarang tidak bisa berusaha. Kita masih buka, tapi tamunya tidak ada. Orang meeting, nikah dan membuat pertemuan sudah tidak ada di Hotel. Tamu tidak banyak, terlihat dari kamar terisi. Tamu ada, paling orang melakukan perjalanan dinas saja,” jelasnya.

Denny menambahkan, pihak juga mengikuti arahan pemerintah agar seluruh karyawan yang masih menjalani tugas dan bekerja di hotel dan restoran dilakukan vaksin Covid-19. “Karyawan kita sudah divaksin, begitu juga kita di Hotel dan Restoran untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Tinggal dari masyarakatnya sekarang sama melakukan hal yang sama,” tandasnya.

Pemerintah Disebut Tak Adil

Bukan Cuma usaha hotel dan restoran yang merasakan dampak PPKM di Kota Medan. Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, mengaku para sopir angkot di Kota Medan juga sangat terdampak, bahkan hingga terpuruk akibat diterapkannya PPKM Darurat yang diperpanjang dengan PPKM Level IV. Tak tanggung-tanggung, penghasilan para sopir angkot menurun hingga 70 persen. Akibatnya, para sopir sangat kesulitan dalam memenuhi berbagai kewajibannya.

“Sekarang jangankan untuk setoran kredit (mobil) angkot, untuk kebutuhan makan keluarganya saja banyak sopir angkot yang tak mampu lagi. PPKM ini bukan lagi membuat sopir angkot terdampak, tapi juga terpuruk. Hancur-hancuranlah penghasilan sopir-sopir angkot ini, anjlok penghasilan mereka antara 60 sampai 70 persen, entah mau makan apa lagi anak istri sopir-sopir ini,” ucap Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe kepada Sumut Pos, Rabu (28/7).

Ditutupnya mal di masa PPKM, kata Gomery, juga sangat berdampak kepada merosotnya penghasilan para sopir. Dengan ditutupnya mal, maka ribuan karyawan terpaksa dirumahkan sehingga tidak melakukan perjalanan kerja dari rumah menuju mall yang biasanya menggunakan jasa angkot. “Belum lagi sudah lama anak sekolah juga tak belajar tatap muka di sekolah, mereka daring dari rumah, jadi siapa lagi yang naik angkot? Tapi kan tak mungkin juga sopir-sopir ini tak beroperasi, memangnya siapa yang mau ngasih makan anak-istri mereka? Makanya saya bilang, sangat terdampak sopir-sopir angkot ini,” ujarnya.

Dikatakan Gomery, tak cuma membuat sopir angkot merosot penghasilannya, PPKM dengan berbagai aturannya juga membuat para sopir angkot merasa diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah. Pasalnya, saat ini sejumlah jalan dilakukan penyekatan, para angkot pun terpaksa harus mengikuti penyekatan itu. Tetapi di lapangan, khusus untuk Bus Trans Metro Deli atau yang merupakan Bus BTS (Buy The Service), para petugas di lokasi penyekatan mengizinkannya untuk lewat.

“Sudah banyak di depan mata kami terjadi, kalau Bus Trans Metro Deli yang lewat, langsung sibuk petugas buka penyekatan itu. Tapi kalau angkot yang lewat, ya kami harus ikut penyekatan itu. Dimana keadilan untuk kami? Apa bedanya angkot sama Bus BTS? Sama-sama melayani masyarakat nya,” katanya.

Gomery pun terus memprotes langkah pemerintah yang masih menggratiskan tarif Bus BTS ke 5 koridor Bus BTS di Kota Medan. Padahal gratisnya tarif Bus BTS, akan sangat berdampak kepada volume penumpang angkot. “Bus BTS gratis, angkot bayar, tujuannya sama. Siapapun ditanya pasti pilih Bus BTS, namanya juga gratis. Makin terpuruk lah angkot-angkot ini, tapi gak ada juga perhatian pemerintah untuk kami. Maka kami tanya lagi, dimana keadilan untuk kami?” tanya Gomery.

Untuk itu, Gomery meminta agar pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Medan agar berkenan untuk lebih serius dalam memperhatikan nasib para sopir angkot di Kota Medan. Sebab saat ini, setidaknya ada lebih dari 5.000 sopir angkot di Kota Medan yang sedang mengalami keterpurukan ekonomi, bahkan sekadar hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.

“Artinya ada 5.000 lebih keluarga yang terancam tak makan, anak-anak tak sekolah, karena tak ada perhatian dari pemerintah kepada sopir-sopir angkot ini. Mohon lah, ada keadilan dan perhatian lebih untuk sopir-sopir angkot di Kota Medan ini,” harapnya.

Menanggapi hal ini, Pimpinan DPRD Medan H.Rajuddin Sagala, meminta kepada pemerintah untuk bisa bersikap adil kepada para sopir angkot di Kota Medan. “Saya rasa kalau di penyekatan itu perlu saya cari tahu dulu, betul gak Bus BTS boleh lewat tapi angkot tidak? Kalau betul, maka benar bahwa pemerintah tidak adil, dan ini harus diluruskan oleh pemerintah,” ucap Rajuddin kepada Sumut Pos, Rabu (28/7).

Diterangkan Wakil Ketua DPRD Medan asal Fraksi PKS itu, pemerintah juga harus mulai memberi perhatian lebih kepada nasib para sopir angkot yang tidak terpuruk dalam masa PPKM Level IV ini. Sebab dirumahkannya ribuan pegawai mal, anak sekolah belajar daring, dan berbagai faktor lainnya, dinilai sangat berpengaruh dalam merosotkan penghasilan para sopir angkot

Rajuddin menegaskan, sudah saatnya setiap sopir angkot di Kota Medan wajib masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang didata oleh Dinas Sosial Kota Medan, supaya nantinya mmpara sopir angkot bisa mendapatkan berbagai bantuan, baik dari pemerintah pusat, provinsi, maupun Pemko Medan. “Stimulus dalam bentuk apapun saat ini sangat penting, kita berharap mereka termasuk dalam golongan masyarakat yang berhak mendapatkan berbagai jenis bantuan itu,” pungkasnya. (gus/map)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/