32 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Sistem PPDB di Sekolah Negeri Bunuh Sekolah Swasta

istimewa DISKUSI: Tentara AL Amerika Serikat (US Navy) diskusi bersama siswa YPSA.  Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) serius mengikuti Ujian Nasional (UN) di SMP Negeri 1 Jalan Bunga Asoka Medan, Senin (22/4).
istimewa
DISKUSI: Tentara AL Amerika Serikat (US Navy) diskusi bersama siswa YPSA.
Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) serius mengikuti Ujian Nasional (UN) di SMP Negeri 1 Jalan Bunga Asoka Medan, Senin (22/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah-sekolah negeri di Medan dinilai telah merusak kelangsungan sekolah swasta dan masa depan guru-guru swasta. Hal itu terungkap dalam audiensi Badan Musyawarah Kepala Sekolah Swasta (BMKSS) Provinsi Sumatera Utara ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut di Kantor Ombudsman Jalan Majapahit Medan, Senin (27/10).

Ketua BMKSS Suparno mengatakan, sistem PPDB di sekolah-sekolah negeri yang melebihi kuota telah mengancam masa depan sekolah dan guru-guru swasta. Sebab, penerimaan siswa yang melebihi kuota hingga 100 persen tersebut mengakibatkan  jumlah siswa di sekolah swasta berkurang hingga 30 persen. Jika sekolah swasta biasanya menerima siswa baru sebanyak 8 kelas, kini berkurang menjadi 5 kelas.”Dampaknya ke swasta. Sekolah swasta mengalami kemunduran, terutama jumlah siswa yang menurun hingga 30 persen,” kata Suparno didampingi pengurus BMKSS, M Nur Pane dan Edward Sitorus.

Dia khawatir, jika masalah ini terus dibi-arkan, sekolah swasta terancam tutup dan akibatnya guru-guru swasta banyak menganggur. Menurut Suparno, terjadi-nya pelanggaran dalam PPDB di sekolah-sekolah pavorit dikarenakan pihak sekolah tergiur dengan uang masuk mulai dari Rp5 juta sampai 20 juta.

Selain melaporkan dampak buruk PPDB ke sekolah swasta, BMKSS juga melaporkan kepada Ombudsman terkait biaya pembuatan Surat izin Operasional Sekolah yang diperbarui setiap 5 tahun sekali, dinilai terlalu tinggi bila dibandingkan dengan kondisi sekolah swasta, yakni mencapai Rp1,5 juta sampai Rp2,5 juta. Menurut Suparno, biaya ini sejatinya tidak resmi karena tidak ada komitmen antara pihak sekolah dengan Dinas Pendidikan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut Abyadi Siregar mengatakan, akan menyampaikan hal ini kepada Walikota Medan karena PPDB di Kota Medan telah memberi dampak buruk dan mengancam terbunuhnya sekolah swasta.  (gus/ila)
“Temuan dan investigasi yang kita lakukan selama ini, serta masukan dari BMKSS ini akan kita sampaikan kepada Walikota Medan. Kita akan gambarkan potret sekolah swasta di Medan yang terancam terbunuh dan guru-gurunya terancam pengangguran. Karena semakin kecil jumlah siswa yang masuk ke sekolah swasta, semakin tidak sejahtera gurunya. Karena gaji guru swasta berdasarkan jumlah murid,” ujar Abyadi.

Oleh karena itu, kata Abyadi, Ombudsman minta perhatian serius Walikota Medan terhadap hal ini, karena implikasinya sangat luas.”Ternyata implikasinhya sangat luas. Tidak hanya di sekolah itu sendiri, dimana jumlah siswa dalam satu kelas mencapai 40-52 orang, pengutipan sampai Rp4 juta lebih, menempatkan siswa dalam ruangan tidak layak, siswa tidak nyaman mengikuti proses belajar-mengajar. Ternyata juga berdampak pada sekolah swasta yang terancam tutup dan guru-gurunya menjadi pengangguran,” pungkas Abyadi.(gus/ila)

istimewa DISKUSI: Tentara AL Amerika Serikat (US Navy) diskusi bersama siswa YPSA.  Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) serius mengikuti Ujian Nasional (UN) di SMP Negeri 1 Jalan Bunga Asoka Medan, Senin (22/4).
istimewa
DISKUSI: Tentara AL Amerika Serikat (US Navy) diskusi bersama siswa YPSA.
Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) serius mengikuti Ujian Nasional (UN) di SMP Negeri 1 Jalan Bunga Asoka Medan, Senin (22/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah-sekolah negeri di Medan dinilai telah merusak kelangsungan sekolah swasta dan masa depan guru-guru swasta. Hal itu terungkap dalam audiensi Badan Musyawarah Kepala Sekolah Swasta (BMKSS) Provinsi Sumatera Utara ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut di Kantor Ombudsman Jalan Majapahit Medan, Senin (27/10).

Ketua BMKSS Suparno mengatakan, sistem PPDB di sekolah-sekolah negeri yang melebihi kuota telah mengancam masa depan sekolah dan guru-guru swasta. Sebab, penerimaan siswa yang melebihi kuota hingga 100 persen tersebut mengakibatkan  jumlah siswa di sekolah swasta berkurang hingga 30 persen. Jika sekolah swasta biasanya menerima siswa baru sebanyak 8 kelas, kini berkurang menjadi 5 kelas.”Dampaknya ke swasta. Sekolah swasta mengalami kemunduran, terutama jumlah siswa yang menurun hingga 30 persen,” kata Suparno didampingi pengurus BMKSS, M Nur Pane dan Edward Sitorus.

Dia khawatir, jika masalah ini terus dibi-arkan, sekolah swasta terancam tutup dan akibatnya guru-guru swasta banyak menganggur. Menurut Suparno, terjadi-nya pelanggaran dalam PPDB di sekolah-sekolah pavorit dikarenakan pihak sekolah tergiur dengan uang masuk mulai dari Rp5 juta sampai 20 juta.

Selain melaporkan dampak buruk PPDB ke sekolah swasta, BMKSS juga melaporkan kepada Ombudsman terkait biaya pembuatan Surat izin Operasional Sekolah yang diperbarui setiap 5 tahun sekali, dinilai terlalu tinggi bila dibandingkan dengan kondisi sekolah swasta, yakni mencapai Rp1,5 juta sampai Rp2,5 juta. Menurut Suparno, biaya ini sejatinya tidak resmi karena tidak ada komitmen antara pihak sekolah dengan Dinas Pendidikan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut Abyadi Siregar mengatakan, akan menyampaikan hal ini kepada Walikota Medan karena PPDB di Kota Medan telah memberi dampak buruk dan mengancam terbunuhnya sekolah swasta.  (gus/ila)
“Temuan dan investigasi yang kita lakukan selama ini, serta masukan dari BMKSS ini akan kita sampaikan kepada Walikota Medan. Kita akan gambarkan potret sekolah swasta di Medan yang terancam terbunuh dan guru-gurunya terancam pengangguran. Karena semakin kecil jumlah siswa yang masuk ke sekolah swasta, semakin tidak sejahtera gurunya. Karena gaji guru swasta berdasarkan jumlah murid,” ujar Abyadi.

Oleh karena itu, kata Abyadi, Ombudsman minta perhatian serius Walikota Medan terhadap hal ini, karena implikasinya sangat luas.”Ternyata implikasinhya sangat luas. Tidak hanya di sekolah itu sendiri, dimana jumlah siswa dalam satu kelas mencapai 40-52 orang, pengutipan sampai Rp4 juta lebih, menempatkan siswa dalam ruangan tidak layak, siswa tidak nyaman mengikuti proses belajar-mengajar. Ternyata juga berdampak pada sekolah swasta yang terancam tutup dan guru-gurunya menjadi pengangguran,” pungkas Abyadi.(gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/