26.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Keluarga Korban Beri Tenggat Dua Hari, RSU Muhammadiyah Belum Bersikap

RUMAH DUKA: Fathir Arif Siahaan, saat disemayamkan di rumah duka, Jumat (26/7) lalu. Keluarga korban saat ini menuntut tanggung jawab RSU Muhammadiyah atas sikap dokter yang diduga malapraktik.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keluarga almarhum Fathir Arif Siahaan, bocah berusia 2,7 tahun yang meninggal dunia diduga akibat korban malapraktik oknum dokter Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum (RSU) Muhammadiyah, masih memberi kelonggaran waktu untuk meminta pertanggungjawaban.

Sebab, pihak rumah sakit tersebut belum mengambil keputusan atau sikap terkait tudingan dugaan malapraktik itu.

Ayah korban, Arifin Siahaan (36) mengatakan, dia bersama keluarga telah melakukan pertemuan kembali dengan pihak rumah sakit pada Senin (29/7) petang. Dari pertemuan itu, mereka belum bisa menentukan langkah. “Pihak rumah sakit minta waktu lagi, alasannya belum mendapat informasi yang tepat dari dokter yang bersangkutan,” kata Arifin kepada Sumut Pos, Selasa (30/7).

Diutarakan dia, awalnya keluarga sepakat memberi waktu satu hari lagi untuk mengambil keputusan. Artinya, hari ini (kemarin, Red) pihak rumah sakit memberi kepastian. Namun, karena khawatir nantinya meminta waktu kembali maka diputuskan memberi waktu dua hari. “Daripada besok-besok minta waktu lagi, maka diberi kelonggaran sampai hari Rabu (31/7) atau dua hari,” tutur Arifin.

Arifin menyebutkan, ketika waktu yang telah disepakati tiba maka diharapkan pihak rumah sakit menentukan sikapnya. Dengan kata lain, tidak meminta waktu lagi dengan alasan apapun. “Pokoknya kami meminta pertanggungjawaban rumah sakit, itu saja,” tegas Arifin.

Terpisah, Humas RSU Muhammadiyah, Ibrahim Nainggolan lagi-lagi belum bisa memberi kepastian mengenai sikap pihak rumah sakit atas tudingan keluarga Fathir yang merasa menjadi korban malapraktik. “Terkait hasil pemeriksaan dokter yang merawat pasien (Fathir), kami sedang mendalami untuk mengambil keputusan. Mohon maaf belum ada info terbaru,” ucapnya.

Ditanya sampai kapan kira-kira akan mengambil keputusan terhadap kasus ini, Ibrahim mengaku segera mungkin. “Secepatnya, karena kami berkeinginan keputusan yang diambil nantinya keputusan yang terbaik,” katanya singkat.

Sementara itu, legislatif mendorong aparat kepolisian segera turun mengusut indikasi pelanggaran pidana atas kasus yang menewaskan bocah 2,7 tahun, Fathir Arif Siahaan itu. “Peristiwa seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan. Aparat hukum mesti mengusut tuntas supaya ada efek jera. Baik kepada oknum dokternya maupun pihak rumah sakit,” kata Anggota DPRD Sumut, Baskami Ginting menjawab Sumut Pos, Selasa (30/7).

Standar prosedur penanganan pasien gawat darurat, menurutnya juga penting untuk ditindaklanjuti. Sehingga dari situ akan diketahui asal muasal penanganan si pasien sebelum akhirnya meninggal dunia.

“Dengan turunnya aparat hukum untuk menyelidiki kasus ini, maka kita harapkan akan terbuka cerita yang sebenarnya. Untuk itu kita dorong supaya lebih cepat lebih baik agar ditangani secara hukum,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan ini juga menyarankan supaya pihak keluarga melaporkan dugaan malapraktik tersebut ke pihak berwajib. Dengan demikian polisi akan bisa lebih cepat berkerja untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

“Dan jika nantinya terbukti bahwa oknum dokter UGD RS Muhammadiyah itu benar melakukan kesalahan, berikut dengan oknum lainnya maka harus diproses hukum. Kami juga siap mengawal kasusnya hingga aparat hukum membuka secara terang benderang,” katanya.

Diketahui, bocah yang tinggal di Jalan Cicak Rawa III/Tangguk Bongkar 1 Perumnas Mandala, Medan Denai, meninggal dunia diduga akibat korban malapraktik oknum dokter UGD RSU Muhammadiyah. Bocah itu mengalami luka bakar sekitar 60 persen di tubuhnya, tetapi hanya dikasih resep obat oleh oknum dokter rumah sakit yang berada di Jalan Mandala By Pass.

Semula, Fathir yang mengalami luka bakar di bagian leher, dada, perut, punggung, tangan dan paha kanan dilarikan keluarga korban ke rumah sakit tersebut pada Kamis (25/7) siang sekitar pukul 11.00 WIB. Luka bakar itu akibat terkena kuah panas gulai sayur daun ubi, sewaktu bermain di rumah neneknya, tak jauh dari tempat tinggalnya.

Saat di UGD RSU Muhammadiyah, Fathir langsung dibawa ke salah satu ruangan dan diberikan pertolongan oleh dokter yang menanganinya yaitu dokter Fitriyani dan Dokter Hendra. Selanjutnya, orangtua korban meminta kepada dokter tersebut agar diopname karena melihat kondisi luka bakarnya lumayan parah. Akan tetapi, dokter malah menyarankan untuk pulang atau dirawat di rumah.

Karena merasa yakin dengan perkataan dokter, pihak keluarga kemudian membawa Fathir pulang ke rumah. Namun, tetap resah dan khawatir karena bocah tersebut terus-terusan menangis sembari teriak merintih kesakitan. Tak mau ambil risiko, orangtua korban ketika hendak berangkat kerja pada Jumat (26/7) pagi menyempatkan datang ke rumah sakit tersebut dan bertemu dokter Hendra yang menangani anaknya. Namun lagi-lagi ketika diminta supaya diopname, dokter itu menyarankan dirawat di rumah saja.

Singkat cerita, siang harinya ayah korban memutuskan membawa Fathir ke RSU Haji Medan. Sesampai di rumah sakit itu, langsung ditangani dan diperban. Tapi, dokter yang menanganinya terkejut dan marah-marah karena korban tak dilakukan opname di rumah sakit sebelumnya. Setelah sempat ditangani serius, Allah berkehendak lain. Ternyata, anak ketiga dari empat bersaudara itu menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 19.30 WIB karena dehidrasi atau kekurangan cairan. (ris/prn/ila)

RUMAH DUKA: Fathir Arif Siahaan, saat disemayamkan di rumah duka, Jumat (26/7) lalu. Keluarga korban saat ini menuntut tanggung jawab RSU Muhammadiyah atas sikap dokter yang diduga malapraktik.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keluarga almarhum Fathir Arif Siahaan, bocah berusia 2,7 tahun yang meninggal dunia diduga akibat korban malapraktik oknum dokter Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum (RSU) Muhammadiyah, masih memberi kelonggaran waktu untuk meminta pertanggungjawaban.

Sebab, pihak rumah sakit tersebut belum mengambil keputusan atau sikap terkait tudingan dugaan malapraktik itu.

Ayah korban, Arifin Siahaan (36) mengatakan, dia bersama keluarga telah melakukan pertemuan kembali dengan pihak rumah sakit pada Senin (29/7) petang. Dari pertemuan itu, mereka belum bisa menentukan langkah. “Pihak rumah sakit minta waktu lagi, alasannya belum mendapat informasi yang tepat dari dokter yang bersangkutan,” kata Arifin kepada Sumut Pos, Selasa (30/7).

Diutarakan dia, awalnya keluarga sepakat memberi waktu satu hari lagi untuk mengambil keputusan. Artinya, hari ini (kemarin, Red) pihak rumah sakit memberi kepastian. Namun, karena khawatir nantinya meminta waktu kembali maka diputuskan memberi waktu dua hari. “Daripada besok-besok minta waktu lagi, maka diberi kelonggaran sampai hari Rabu (31/7) atau dua hari,” tutur Arifin.

Arifin menyebutkan, ketika waktu yang telah disepakati tiba maka diharapkan pihak rumah sakit menentukan sikapnya. Dengan kata lain, tidak meminta waktu lagi dengan alasan apapun. “Pokoknya kami meminta pertanggungjawaban rumah sakit, itu saja,” tegas Arifin.

Terpisah, Humas RSU Muhammadiyah, Ibrahim Nainggolan lagi-lagi belum bisa memberi kepastian mengenai sikap pihak rumah sakit atas tudingan keluarga Fathir yang merasa menjadi korban malapraktik. “Terkait hasil pemeriksaan dokter yang merawat pasien (Fathir), kami sedang mendalami untuk mengambil keputusan. Mohon maaf belum ada info terbaru,” ucapnya.

Ditanya sampai kapan kira-kira akan mengambil keputusan terhadap kasus ini, Ibrahim mengaku segera mungkin. “Secepatnya, karena kami berkeinginan keputusan yang diambil nantinya keputusan yang terbaik,” katanya singkat.

Sementara itu, legislatif mendorong aparat kepolisian segera turun mengusut indikasi pelanggaran pidana atas kasus yang menewaskan bocah 2,7 tahun, Fathir Arif Siahaan itu. “Peristiwa seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan. Aparat hukum mesti mengusut tuntas supaya ada efek jera. Baik kepada oknum dokternya maupun pihak rumah sakit,” kata Anggota DPRD Sumut, Baskami Ginting menjawab Sumut Pos, Selasa (30/7).

Standar prosedur penanganan pasien gawat darurat, menurutnya juga penting untuk ditindaklanjuti. Sehingga dari situ akan diketahui asal muasal penanganan si pasien sebelum akhirnya meninggal dunia.

“Dengan turunnya aparat hukum untuk menyelidiki kasus ini, maka kita harapkan akan terbuka cerita yang sebenarnya. Untuk itu kita dorong supaya lebih cepat lebih baik agar ditangani secara hukum,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan ini juga menyarankan supaya pihak keluarga melaporkan dugaan malapraktik tersebut ke pihak berwajib. Dengan demikian polisi akan bisa lebih cepat berkerja untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

“Dan jika nantinya terbukti bahwa oknum dokter UGD RS Muhammadiyah itu benar melakukan kesalahan, berikut dengan oknum lainnya maka harus diproses hukum. Kami juga siap mengawal kasusnya hingga aparat hukum membuka secara terang benderang,” katanya.

Diketahui, bocah yang tinggal di Jalan Cicak Rawa III/Tangguk Bongkar 1 Perumnas Mandala, Medan Denai, meninggal dunia diduga akibat korban malapraktik oknum dokter UGD RSU Muhammadiyah. Bocah itu mengalami luka bakar sekitar 60 persen di tubuhnya, tetapi hanya dikasih resep obat oleh oknum dokter rumah sakit yang berada di Jalan Mandala By Pass.

Semula, Fathir yang mengalami luka bakar di bagian leher, dada, perut, punggung, tangan dan paha kanan dilarikan keluarga korban ke rumah sakit tersebut pada Kamis (25/7) siang sekitar pukul 11.00 WIB. Luka bakar itu akibat terkena kuah panas gulai sayur daun ubi, sewaktu bermain di rumah neneknya, tak jauh dari tempat tinggalnya.

Saat di UGD RSU Muhammadiyah, Fathir langsung dibawa ke salah satu ruangan dan diberikan pertolongan oleh dokter yang menanganinya yaitu dokter Fitriyani dan Dokter Hendra. Selanjutnya, orangtua korban meminta kepada dokter tersebut agar diopname karena melihat kondisi luka bakarnya lumayan parah. Akan tetapi, dokter malah menyarankan untuk pulang atau dirawat di rumah.

Karena merasa yakin dengan perkataan dokter, pihak keluarga kemudian membawa Fathir pulang ke rumah. Namun, tetap resah dan khawatir karena bocah tersebut terus-terusan menangis sembari teriak merintih kesakitan. Tak mau ambil risiko, orangtua korban ketika hendak berangkat kerja pada Jumat (26/7) pagi menyempatkan datang ke rumah sakit tersebut dan bertemu dokter Hendra yang menangani anaknya. Namun lagi-lagi ketika diminta supaya diopname, dokter itu menyarankan dirawat di rumah saja.

Singkat cerita, siang harinya ayah korban memutuskan membawa Fathir ke RSU Haji Medan. Sesampai di rumah sakit itu, langsung ditangani dan diperban. Tapi, dokter yang menanganinya terkejut dan marah-marah karena korban tak dilakukan opname di rumah sakit sebelumnya. Setelah sempat ditangani serius, Allah berkehendak lain. Ternyata, anak ketiga dari empat bersaudara itu menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 19.30 WIB karena dehidrasi atau kekurangan cairan. (ris/prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/