25 C
Medan
Saturday, December 7, 2024
spot_img

Ramadan dan Perjalanan Waktu

Oleh: Ustadz Ikrimah Hamidy ST

“Sungguh  telah datang kepadamu bulan Ramadan,  bulan  yang penuh keberkatan. Allah telah memfardukan atas kamu puasanya. Di dalam bulan Ramadan dibuka segala pintu surga dan dikunci segala pintu  neraka  dan dibelenggu seluruh setan.  Padanya  ada  suatu malam  yang  lebih  baik dari  seribu  bulan.  Barangsiapa  tidak diberikan  kepadanya  kebaikan malam itu  maka  sesungguhnya  dia telah dijauhkan dari kebajikan” (Hr Ahmad)

Banyak diantara kita yang takjub dengan perjalanan waktu. Ungkapan,” Tak terasa ya…Rasanya baru kemarin kita meninggalkan Ramadan, kini sudah bersua kembali…”. Ya, waktu itu berjalan bagaikan kilat. Dulu kita masih melihat rambut kita hitam legam, sekarang sudah tumbuh uban. Kemarin kita menyaksikan, canda dengan saudara dan tetangga, namun kini telah tiada. Beberapa saat yang lalu, kita masih menyaksikan si kecil digendong, sekarang sudah berlari lincah kesana kemari.

Begitulah perjalanan kehidupan, dan yang paling penting penting adalah bagaimana kita menyikapi perjalanan waktu tersebut. Allah SWT sungguh sangat pengasih kepada kita. Bayangkan, semua kehidupan dunia, sungguh dapat melenakan kita. Allah memberi bimbingan dengan ibadah-ibadah yang selalu kita kerjakan. Setiap hari dengan ibadah salat, setiap minggu bertemu saudara di masjid, melalui salat jumat, setiap tahun diberi kesempatan ibadah puasa Ramadan.

Nah sekarang, bagaimana kita menyikapi kehadiran Ramadan di dalam hidup kita? Marhaban Ramadan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita  mengharapkan  agar jiwa raga kita diasah  dan  diasuh  guna melanjutkan perjalanan menuju Allah SWT. Marhaban  barasal  dari  kata rahb yang  berarti  luas  atau lapang.  Marhaban  menggambarkan suasana  penerimaan  tetamu  yang disambut dan diterima dengan lapang dada, dan penuh  kegembiraan. Marhaban  ya Ramadan (selamat datang Ramadan),  mengandungi erti bahwa   kita  menyambut  Ramadan  dengan  lapang   dada,   penuh kegembiraan,  tidak  dengan keluhan.

Puasa  Ramadan  hakekatnya  melatih  dan  mengajari naluri  (instink) manusia yang cenderung tak  terkontrol.  Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah naluri perut  yang selalu  menuntut  untuk  makan dan minum  dan  naluri  seks  yang selalu bergelora sehingga manusia kewalahan.

Puasa dapat mengangkat  derajat  pelakunya menjadi unsur  rahmat,  kedamaian, ketenangan,  kesucian jiwa, aklaq mulia dan perilaku  yang  indah di tengah-tengah masyarakat. “Bila seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia  tidakberbicara  buruk  dan  aib.  Jangan  berbicara  yang   tiada manfaatnya  dan  bila  dimaki  seseorang  maka  berkatalah,  ‘Aku berpuasa’”. (HR. Bukhori). (*)

Oleh: Ustadz Ikrimah Hamidy ST

“Sungguh  telah datang kepadamu bulan Ramadan,  bulan  yang penuh keberkatan. Allah telah memfardukan atas kamu puasanya. Di dalam bulan Ramadan dibuka segala pintu surga dan dikunci segala pintu  neraka  dan dibelenggu seluruh setan.  Padanya  ada  suatu malam  yang  lebih  baik dari  seribu  bulan.  Barangsiapa  tidak diberikan  kepadanya  kebaikan malam itu  maka  sesungguhnya  dia telah dijauhkan dari kebajikan” (Hr Ahmad)

Banyak diantara kita yang takjub dengan perjalanan waktu. Ungkapan,” Tak terasa ya…Rasanya baru kemarin kita meninggalkan Ramadan, kini sudah bersua kembali…”. Ya, waktu itu berjalan bagaikan kilat. Dulu kita masih melihat rambut kita hitam legam, sekarang sudah tumbuh uban. Kemarin kita menyaksikan, canda dengan saudara dan tetangga, namun kini telah tiada. Beberapa saat yang lalu, kita masih menyaksikan si kecil digendong, sekarang sudah berlari lincah kesana kemari.

Begitulah perjalanan kehidupan, dan yang paling penting penting adalah bagaimana kita menyikapi perjalanan waktu tersebut. Allah SWT sungguh sangat pengasih kepada kita. Bayangkan, semua kehidupan dunia, sungguh dapat melenakan kita. Allah memberi bimbingan dengan ibadah-ibadah yang selalu kita kerjakan. Setiap hari dengan ibadah salat, setiap minggu bertemu saudara di masjid, melalui salat jumat, setiap tahun diberi kesempatan ibadah puasa Ramadan.

Nah sekarang, bagaimana kita menyikapi kehadiran Ramadan di dalam hidup kita? Marhaban Ramadan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita  mengharapkan  agar jiwa raga kita diasah  dan  diasuh  guna melanjutkan perjalanan menuju Allah SWT. Marhaban  barasal  dari  kata rahb yang  berarti  luas  atau lapang.  Marhaban  menggambarkan suasana  penerimaan  tetamu  yang disambut dan diterima dengan lapang dada, dan penuh  kegembiraan. Marhaban  ya Ramadan (selamat datang Ramadan),  mengandungi erti bahwa   kita  menyambut  Ramadan  dengan  lapang   dada,   penuh kegembiraan,  tidak  dengan keluhan.

Puasa  Ramadan  hakekatnya  melatih  dan  mengajari naluri  (instink) manusia yang cenderung tak  terkontrol.  Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah naluri perut  yang selalu  menuntut  untuk  makan dan minum  dan  naluri  seks  yang selalu bergelora sehingga manusia kewalahan.

Puasa dapat mengangkat  derajat  pelakunya menjadi unsur  rahmat,  kedamaian, ketenangan,  kesucian jiwa, aklaq mulia dan perilaku  yang  indah di tengah-tengah masyarakat. “Bila seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia  tidakberbicara  buruk  dan  aib.  Jangan  berbicara  yang   tiada manfaatnya  dan  bila  dimaki  seseorang  maka  berkatalah,  ‘Aku berpuasa’”. (HR. Bukhori). (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/