26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Situs ‘Radikal’ Diblokir Setengah Hati

Foto: twitter Salah satu meme yang muncul di dunia maya, membandingkan mantan menteri Tifatul Sembiring dengan menkominfo saat ini, Rudiantara.
Foto: twitter
Salah satu meme yang muncul di dunia maya, membandingkan mantan menteri Tifatul Sembiring dengan menkominfo saat ini, Rudiantara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) enggan dibilang setengah hati terkait kebijakan memblokir situs alias website (web) yang dianggap radikal. Perintah pemblokiran sudah disapaikan kepada seluruh Internet Service Provider (ISP) namun faktanya mayoritas web masuk daftar pemblokiran itu masih bisa diakses, kemarin.

Kepala Pusat Komunikasi dan Humas Kominfo, Ismail Cawidu, mengatakan jika masih ada web yang sudah diperintahkan untuk diblokir namun masih bisa diakses artinya pihak ISP belum melaksanakan perintah itu. “Mungkin itu dari ISP ada yang belum blokir. Saya belum data jumlah ISP, tapi lebih dari 200 (perusahaan),” kata dia kepada Jawa Pos, tadi malam.

Pihaknya memerintahkan agar seluruhnya segera melaksanakan perintah itu. Sejalan dengan itu dia meminta juga kepada ISP untuk turut mendorong penggunaan domain Indonesia yaitu dot co dot id (.co.id) terutama untuk web media online. “Supaya kita mudah berkoordinasi dengan pemilik situs. Kebetulan situs-situs yang diblokir itu menggunakan domain dot com milik Amerika,” terusnya.

Lalu apa antisipasi Kominfo untuk mencegah menjamurnya web yang dianggap sejenis sebagai imbas pemblokiran 19 web yang diduga radikal itu? “Kita tidak bisa membatasi karena hak setiap orang untuk berkomunikasi. Hanya pengawasan lebih ditingkatkan lagi,” ucapnya.

Terkait perlindungan hak konstitutional informasi dan komunikasi sebagaimana dimuat dalam Pasal 28F dan Pasal 28H UUD Tahun 1945, menurutnya, Kominfo terus berupaya untuk menerapkan asas-asas pemerintahan yang baik melalui tata kelola (governance) yang memiliki variabel transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas.

”Menyikapi masukan dari berbagai kalangan masyarakat dan organisasi terkait dengan penanganan situs-situs internet bermuatan negatif untuk lebih transparan dan fair, maka Kominfo menetapkan kebijakan untuk meningkatkan tata kelola (governance) dengan membentuk Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (PSIBN),” tuturnya.

FSIBN melibatkan beragam pemangku kepentingan (multi-stakeholders) sebagai perwujudan partisipasi masyarakat, antara lain instansi-instansi terkait, para tokoh agama, budaya, pendidik, sosiolog dan para ahli di bidangnya, serta dari komunitas dan organisasi masyarakat. Pembentukan FPSIBN dimaksudkan untuk memberikan masukan dan rekomendasi penanganan situs internet bermuatan negatif kepada pemerintah, dan memberikan penilaian (analisis yang tepat) disertai verifikasi atas pengaduan dari masyarakat.

“Selain itu, FPSIBN juga akan memberikan rekomendasi untuk menentukan suatu situs internet dapat ditutup (blokir), tidak (tidak diblokir), atau normalisasi dari penutupan,” kata Ismail.

Dalam FPSIBN terdapat empat panel penilai. Panel-panel yang terkait dengan muatan negatif yaitu Pertama, Panel pornografi, kekerasan terhadap anak, dan keamanan internet. Kedua, Panel terorisme, SARA, dan kebencian. Ketiga, Panel investasi ilegal, penipuan, perjudian, obat dan makanan, dan narkoba. Keempat adalah Panel yang khusus memberikan dukungan terhadap masyarakat, industri, dan ekonomi kreatif yaitu Panel perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI).

Ketua Komisi VIII (Bidang Keagamaan) DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, BNPT harus menggunakan cara deradikalisasi yang tepat. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu memperkirakan, pemblokiran website yang diduga penyebar Islam radikal merupakan salah satu cara deradikalisasi ala BNPT.

Menurut Saleh cara-cara seperti ini tidak akan efektif untuk memupus penyebaran paham radikal di nusantara ini. Dia menyamakan pemblokiran massal website itu mirip dengan penangkapan bahkan sampai penembakan orang-orang yang terduga teroris.

“Apa sih susahnya membuat lagi website Islam radikal. Nantinya pasti akan diblokir, dibuat lagi, diblokir, di buat lagi. Begitu seterusnya,” ujarnya. Kunci utama deradikalisasi menurut dia adalah, jangan memusuhi orang-orang yang dicap teroris itu.

Menurut Saleh cara yang paling tepat adalah pemerintah membuka dialog dengan kelompok-kelompok yang menyebar paham Islam radikal. Efek solusi diskusi ini memang tidak akan tampak seketika. Tetapi dengan diskusi, bisa ditekankan bahwa Islam yang radikal tidak cocok dengan Islam di Indonesia.

Saleh juga menjelaskan BNPT harus hati-hati mengidentifikasi website yang diklaim penyebar Islam radikal. “Jangan sampai ada yang niatnya dakwah, juga ikut diblokir,” tandasnya.

Menurut dia selama ini kelompok Islam yang dominan di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah. Tetapi ia menegaskan, banyak aliran di luar NU dan Muhammadiyah yang tidak bisa disebut berpaham Islam radikal. “Contohnya ada masyarakat ikut Persis (Persatuan Islam, red), mereka itu bukan menyebarkan Islam radikal,” kata dia.

Saleh mengatakan BNPT harus bisa mengklarifikasi ke masyarakat, bahwa 22 website yang mereka usulkan diblokir itu benar-benar menyiarkan Islam radikal. BNPT harus menunjukkan bukti-bukti kongkrit website tadi diantaranya menyebarkan seruan jihad dengan cara peperangan, mengkafirkan kelompok agama lain, atau nyata-nyata menyeru untuk bergabung dengan ISIS.

Foto: twitter Salah satu meme yang muncul di dunia maya, membandingkan mantan menteri Tifatul Sembiring dengan menkominfo saat ini, Rudiantara.
Foto: twitter
Salah satu meme yang muncul di dunia maya, membandingkan mantan menteri Tifatul Sembiring dengan menkominfo saat ini, Rudiantara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) enggan dibilang setengah hati terkait kebijakan memblokir situs alias website (web) yang dianggap radikal. Perintah pemblokiran sudah disapaikan kepada seluruh Internet Service Provider (ISP) namun faktanya mayoritas web masuk daftar pemblokiran itu masih bisa diakses, kemarin.

Kepala Pusat Komunikasi dan Humas Kominfo, Ismail Cawidu, mengatakan jika masih ada web yang sudah diperintahkan untuk diblokir namun masih bisa diakses artinya pihak ISP belum melaksanakan perintah itu. “Mungkin itu dari ISP ada yang belum blokir. Saya belum data jumlah ISP, tapi lebih dari 200 (perusahaan),” kata dia kepada Jawa Pos, tadi malam.

Pihaknya memerintahkan agar seluruhnya segera melaksanakan perintah itu. Sejalan dengan itu dia meminta juga kepada ISP untuk turut mendorong penggunaan domain Indonesia yaitu dot co dot id (.co.id) terutama untuk web media online. “Supaya kita mudah berkoordinasi dengan pemilik situs. Kebetulan situs-situs yang diblokir itu menggunakan domain dot com milik Amerika,” terusnya.

Lalu apa antisipasi Kominfo untuk mencegah menjamurnya web yang dianggap sejenis sebagai imbas pemblokiran 19 web yang diduga radikal itu? “Kita tidak bisa membatasi karena hak setiap orang untuk berkomunikasi. Hanya pengawasan lebih ditingkatkan lagi,” ucapnya.

Terkait perlindungan hak konstitutional informasi dan komunikasi sebagaimana dimuat dalam Pasal 28F dan Pasal 28H UUD Tahun 1945, menurutnya, Kominfo terus berupaya untuk menerapkan asas-asas pemerintahan yang baik melalui tata kelola (governance) yang memiliki variabel transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas.

”Menyikapi masukan dari berbagai kalangan masyarakat dan organisasi terkait dengan penanganan situs-situs internet bermuatan negatif untuk lebih transparan dan fair, maka Kominfo menetapkan kebijakan untuk meningkatkan tata kelola (governance) dengan membentuk Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (PSIBN),” tuturnya.

FSIBN melibatkan beragam pemangku kepentingan (multi-stakeholders) sebagai perwujudan partisipasi masyarakat, antara lain instansi-instansi terkait, para tokoh agama, budaya, pendidik, sosiolog dan para ahli di bidangnya, serta dari komunitas dan organisasi masyarakat. Pembentukan FPSIBN dimaksudkan untuk memberikan masukan dan rekomendasi penanganan situs internet bermuatan negatif kepada pemerintah, dan memberikan penilaian (analisis yang tepat) disertai verifikasi atas pengaduan dari masyarakat.

“Selain itu, FPSIBN juga akan memberikan rekomendasi untuk menentukan suatu situs internet dapat ditutup (blokir), tidak (tidak diblokir), atau normalisasi dari penutupan,” kata Ismail.

Dalam FPSIBN terdapat empat panel penilai. Panel-panel yang terkait dengan muatan negatif yaitu Pertama, Panel pornografi, kekerasan terhadap anak, dan keamanan internet. Kedua, Panel terorisme, SARA, dan kebencian. Ketiga, Panel investasi ilegal, penipuan, perjudian, obat dan makanan, dan narkoba. Keempat adalah Panel yang khusus memberikan dukungan terhadap masyarakat, industri, dan ekonomi kreatif yaitu Panel perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI).

Ketua Komisi VIII (Bidang Keagamaan) DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, BNPT harus menggunakan cara deradikalisasi yang tepat. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu memperkirakan, pemblokiran website yang diduga penyebar Islam radikal merupakan salah satu cara deradikalisasi ala BNPT.

Menurut Saleh cara-cara seperti ini tidak akan efektif untuk memupus penyebaran paham radikal di nusantara ini. Dia menyamakan pemblokiran massal website itu mirip dengan penangkapan bahkan sampai penembakan orang-orang yang terduga teroris.

“Apa sih susahnya membuat lagi website Islam radikal. Nantinya pasti akan diblokir, dibuat lagi, diblokir, di buat lagi. Begitu seterusnya,” ujarnya. Kunci utama deradikalisasi menurut dia adalah, jangan memusuhi orang-orang yang dicap teroris itu.

Menurut Saleh cara yang paling tepat adalah pemerintah membuka dialog dengan kelompok-kelompok yang menyebar paham Islam radikal. Efek solusi diskusi ini memang tidak akan tampak seketika. Tetapi dengan diskusi, bisa ditekankan bahwa Islam yang radikal tidak cocok dengan Islam di Indonesia.

Saleh juga menjelaskan BNPT harus hati-hati mengidentifikasi website yang diklaim penyebar Islam radikal. “Jangan sampai ada yang niatnya dakwah, juga ikut diblokir,” tandasnya.

Menurut dia selama ini kelompok Islam yang dominan di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah. Tetapi ia menegaskan, banyak aliran di luar NU dan Muhammadiyah yang tidak bisa disebut berpaham Islam radikal. “Contohnya ada masyarakat ikut Persis (Persatuan Islam, red), mereka itu bukan menyebarkan Islam radikal,” kata dia.

Saleh mengatakan BNPT harus bisa mengklarifikasi ke masyarakat, bahwa 22 website yang mereka usulkan diblokir itu benar-benar menyiarkan Islam radikal. BNPT harus menunjukkan bukti-bukti kongkrit website tadi diantaranya menyebarkan seruan jihad dengan cara peperangan, mengkafirkan kelompok agama lain, atau nyata-nyata menyeru untuk bergabung dengan ISIS.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/