28.9 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Pemerintah Sepakat Hapus Outsourcing

JAKARTA-Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar sepakat untuk menghapuskan ataupun membatasi pengguanaan tenaga outsourcing di Indonesia. Menurutnya, sistem outsourcing di Indonesia ini terbukti menyengsarakan para pekerja/buruh.

“Outsourcing terbukti sudah menyengsarakan pekerja. Pemerintah berjanji akan membenahi masalah ini sampai akar-akarnya,” kata Muhaimin Iskandar saat menerima beberapa perwakilan dari serikat pekerja di Gedung Kemenakertrans, Jakarta, Selasa (1/5).

Muhaimin menjelaskan, sistem outsourcing di Indonesia ini sangat kebablasan dan tidak lagi menghiraukan kesejahteraan pekerja. “Memang harus ada pengawasan dalam pelaksanaan outsourcing di suatu perusahaan. Kami sudah menindak beberapa perusahaan yang melenceng dalam melaksanakan sistem outsourcing,” ujarnya.

Mengenai masih adanya upah minimum yang diberikan perusahaan kepada para pekerjanya, Muhaimin mengimbau pengusaha untuk lebih mengedepankan kesejahteraan buruh. “Perusahaan harus memperhatikan hal ini. Karena, pencapaian prestasi perusahaan itu tergantung pada buruh,” tegasnya.

Oleh karena itu, pria yang akrab disapa Cak Imin ini menegaskan, dirinya siap mengeluarkan merampungkan aturan outsourcing ini pada bulan Juli 2012 mendatang. “Jadi, tunggu saja sampai aturan ini keluar,” serunya.

Sementara itu, Ketua Divisi Informasi dan Komunikasi DPP Partai Demokrat Andi Nurpati mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat memberikan apresiasi terhadap seluruh kegiatan peringatan hari buruh (May Day) yang berlangsung di hampir seluruh daerah di Indonesia.

“Peringatan may day tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan di tempat-tempat tertentu para buruh memperingati may day dengan cara menyampaikan aspirasi di tempat-tempat strategis tanpa anarkis. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan May Day tahun ini,” kata Andi Nurpati.

Pernyataan apresiasi terhadap para buruh ini, lanjut Andi Nurpati, karena dalam kenyataannya semua kegiatan May Day berjalan relatif baik. Ini semua diperhatikan Presiden SBY sehingga presiden dan Partai Demokrat menyampaikan apresiasi dan merespon aspirasi buruh yang meminta peningkatan kesejahteraan dan penghapusan outsourcing. “Presiden SBY sudah memerintahkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) untuk menindaklanjutinya,” tambah Andi.

Dijel askannya, outsourcing dibolehkan karena ada landasan hukumnya yakni UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “UU ini dibuat oleh pemerintahan sebelum SBY jadi presiden. Tapi presiden sudah memerintahkan agar kementerian terkait mengakomodasi tuntutan tersebut dengan cara menghapus menerapan outsourcing secara bertahap.

“Pengurangan outsourcing itu sangat dimungkinkan secara bertahap sambil mencari bentuk ideal antara hubungan buruh dengan investor,” tegasnya.
Soal buruh memang menjadi poin penting di negeri ini. Pasalnya, meski sumberdaya alamnya cukup kaya, namun nasib buruh baik di Sumatera Utara maupun di sejumlah wilayah Indonesia, masih tetap berada dibawah garis kemiskinan. Terutama nasib karyawan pekerja alihdaya atau biasa dikenal dengan istilah outsourcing. Padahal terkait hal ini, pemerintah telah mengaturnya dengan jelas lewat Pasal 59 dan Pasal 66 ayat 2a Undang-Undang 13 tentang Ketenagakerjaan. Sayangnya, ayat dalam undang-undang itu malah berkata lain. Dengan kata lain, ayat teresebut yang membuat nasib karyawan outsourcing semakin tidak menentu.

“Outsourcing itu merupakan sistem perbudakan modern. Di mana perusahaan jasa tenaga kerja mengendalikan pekerja untuk perusahaan pemakai (user). Ini yang tidak menyambung,”ungkapnya Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Indonesia, Prof Aloysius Uwiyono di Jakarta, kemarin.

Menurut Aloysius, outsourcing pada dasarnya terdapat dua jenis. Yaitu pekerjaan dan pekerja. Untuk outsourcing pekerjaan, ia mencontohkan sebuah pekerjaan di subkontrakkan oleh sebuah perusahaan kepada perusahaan lain. Lewat langkah ini, dipastikan jika gaji yang seharusnya diterima oleh pekerja tidak dapat utuh. Pasalnya, harus dipotong uang jasa untuk perusahaan subkontrak yang menerima kontrak tersebut. Sementara outsourcing pekerja artinya pekerja dengan kondisi pekerjaan dalam waktu lama dan pekerjaan inti perusahaan bersangkutan.

Hal senada juga dikemukakan Sekretaris Jenderal Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan-Minuman (FSP RTMM), Sudarto. Bahkan pria ini lebih jauh meminta dengan tegas agar pemerintah benar-benar memperhatikan hal-hal terkait masalah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) para buruh. “Persoalan KHL ini perlu terus diperjuangkan demi kesejahteraan para buruh dan keluarganya ke depan,” katanya.

Untuk itu bersama dengan sejumlah buruh lainnya, mereka mendesak perlu segera dilakukannya revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan. Sebab selama ini, banyak pasal-pasal dalam UU tersebut dinilai belum mampu memayungi, melindungi dan membawa kehidupan buruh menuju ke kehidupan yang lebih baik lagi. (cha/fas/jpnn/gir)

JAKARTA-Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar sepakat untuk menghapuskan ataupun membatasi pengguanaan tenaga outsourcing di Indonesia. Menurutnya, sistem outsourcing di Indonesia ini terbukti menyengsarakan para pekerja/buruh.

“Outsourcing terbukti sudah menyengsarakan pekerja. Pemerintah berjanji akan membenahi masalah ini sampai akar-akarnya,” kata Muhaimin Iskandar saat menerima beberapa perwakilan dari serikat pekerja di Gedung Kemenakertrans, Jakarta, Selasa (1/5).

Muhaimin menjelaskan, sistem outsourcing di Indonesia ini sangat kebablasan dan tidak lagi menghiraukan kesejahteraan pekerja. “Memang harus ada pengawasan dalam pelaksanaan outsourcing di suatu perusahaan. Kami sudah menindak beberapa perusahaan yang melenceng dalam melaksanakan sistem outsourcing,” ujarnya.

Mengenai masih adanya upah minimum yang diberikan perusahaan kepada para pekerjanya, Muhaimin mengimbau pengusaha untuk lebih mengedepankan kesejahteraan buruh. “Perusahaan harus memperhatikan hal ini. Karena, pencapaian prestasi perusahaan itu tergantung pada buruh,” tegasnya.

Oleh karena itu, pria yang akrab disapa Cak Imin ini menegaskan, dirinya siap mengeluarkan merampungkan aturan outsourcing ini pada bulan Juli 2012 mendatang. “Jadi, tunggu saja sampai aturan ini keluar,” serunya.

Sementara itu, Ketua Divisi Informasi dan Komunikasi DPP Partai Demokrat Andi Nurpati mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat memberikan apresiasi terhadap seluruh kegiatan peringatan hari buruh (May Day) yang berlangsung di hampir seluruh daerah di Indonesia.

“Peringatan may day tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan di tempat-tempat tertentu para buruh memperingati may day dengan cara menyampaikan aspirasi di tempat-tempat strategis tanpa anarkis. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan May Day tahun ini,” kata Andi Nurpati.

Pernyataan apresiasi terhadap para buruh ini, lanjut Andi Nurpati, karena dalam kenyataannya semua kegiatan May Day berjalan relatif baik. Ini semua diperhatikan Presiden SBY sehingga presiden dan Partai Demokrat menyampaikan apresiasi dan merespon aspirasi buruh yang meminta peningkatan kesejahteraan dan penghapusan outsourcing. “Presiden SBY sudah memerintahkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) untuk menindaklanjutinya,” tambah Andi.

Dijel askannya, outsourcing dibolehkan karena ada landasan hukumnya yakni UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “UU ini dibuat oleh pemerintahan sebelum SBY jadi presiden. Tapi presiden sudah memerintahkan agar kementerian terkait mengakomodasi tuntutan tersebut dengan cara menghapus menerapan outsourcing secara bertahap.

“Pengurangan outsourcing itu sangat dimungkinkan secara bertahap sambil mencari bentuk ideal antara hubungan buruh dengan investor,” tegasnya.
Soal buruh memang menjadi poin penting di negeri ini. Pasalnya, meski sumberdaya alamnya cukup kaya, namun nasib buruh baik di Sumatera Utara maupun di sejumlah wilayah Indonesia, masih tetap berada dibawah garis kemiskinan. Terutama nasib karyawan pekerja alihdaya atau biasa dikenal dengan istilah outsourcing. Padahal terkait hal ini, pemerintah telah mengaturnya dengan jelas lewat Pasal 59 dan Pasal 66 ayat 2a Undang-Undang 13 tentang Ketenagakerjaan. Sayangnya, ayat dalam undang-undang itu malah berkata lain. Dengan kata lain, ayat teresebut yang membuat nasib karyawan outsourcing semakin tidak menentu.

“Outsourcing itu merupakan sistem perbudakan modern. Di mana perusahaan jasa tenaga kerja mengendalikan pekerja untuk perusahaan pemakai (user). Ini yang tidak menyambung,”ungkapnya Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Indonesia, Prof Aloysius Uwiyono di Jakarta, kemarin.

Menurut Aloysius, outsourcing pada dasarnya terdapat dua jenis. Yaitu pekerjaan dan pekerja. Untuk outsourcing pekerjaan, ia mencontohkan sebuah pekerjaan di subkontrakkan oleh sebuah perusahaan kepada perusahaan lain. Lewat langkah ini, dipastikan jika gaji yang seharusnya diterima oleh pekerja tidak dapat utuh. Pasalnya, harus dipotong uang jasa untuk perusahaan subkontrak yang menerima kontrak tersebut. Sementara outsourcing pekerja artinya pekerja dengan kondisi pekerjaan dalam waktu lama dan pekerjaan inti perusahaan bersangkutan.

Hal senada juga dikemukakan Sekretaris Jenderal Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan-Minuman (FSP RTMM), Sudarto. Bahkan pria ini lebih jauh meminta dengan tegas agar pemerintah benar-benar memperhatikan hal-hal terkait masalah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) para buruh. “Persoalan KHL ini perlu terus diperjuangkan demi kesejahteraan para buruh dan keluarganya ke depan,” katanya.

Untuk itu bersama dengan sejumlah buruh lainnya, mereka mendesak perlu segera dilakukannya revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan. Sebab selama ini, banyak pasal-pasal dalam UU tersebut dinilai belum mampu memayungi, melindungi dan membawa kehidupan buruh menuju ke kehidupan yang lebih baik lagi. (cha/fas/jpnn/gir)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/