28.9 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

Naik Hercules, Mahasiswi Akper Itu Bayar Rp750 Ribu

Foto: Wiwin/PM Juliani menunjukkan foto Indryani Siahaan, mahasiswi Akbid yang tewas dalam peristiwa jatuhnya pesawat Hercules di Medan, Selasa (30/6/2015).
Foto: Wiwin/PM
Juliani menunjukkan foto Indryani Siahaan, mahasiswi Akbid yang tewas dalam peristiwa jatuhnya pesawat Hercules di Medan, Selasa (30/6/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan komersialisasi pesawat Hercules A1310 Tipe C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting Medan, makin terkuak. Hal ini dikuatkan oleh pengakuan keluarga warga sipil yang meninggal dalam kecelakaan naas itu. Ternyata warga sipil bisa terbang bersama pesawat TNI AU dengan biaya lebih murah. Itulah yang terjadi pada Indriyani boru Siahaan (18). Indriyani menebus nyawanya dengan harga Rp750 ribu untuk sampai ke Natuna dengan menumpang pesawat Hercules.

Ini dikatakan adik dari ibunya, Juliani saat ditemui di posko Ante Morten milik tim DVI Sumut di RSUP Adam Malik, Rabu (1/7). Awalnya Juliani enggan mengatakan angka tersebut. Dirinya hanya mengucapkan kata ‘Indriyani bayar setengah’. Namun akhirnya angka Rp750 ribu terucapkan juga dari bibirnya sendiri. Dirinya mengatakan tidak mengetahui jelas mengenai perongkosan tersebut. Sebab pamannya Indryanilah yang mengurus semuanya. “Dia bayar Rp750ribu,” ungkapnya.

Tapi tampaknya untuk terbang dengan pesawat Hercules, seseorang harus punya hubungan dekat dengan oknum TNI. Juliani mengatakan Indryani bisa terbang karena punya om yang bertugas di bagian logistik TNI AU di Natuna. Karena itulah, Indryani pun kerap pulang ke kampung halamannya menggunakan pesawat Hercules.

Indryani selama ini sekolah di Akper/Akbid Helvetia Medan. Tak ada pesan terakhir yang ditinggalkan Indryani. Selain murah, Indryani memilih naik Hercules karena tak perlu transit di Batam lagi. “Kalau naik pesawat biasa mereka transit ke Batam dulu. Habis itu naik pesawat lagi atau kapal kecil ke Natunanya,”ujar Juliani.

Dugaan komersialisasi pesawat Hercules A1310 Tipe C-130 yang jatuh di Medan, kemarin semakin kuat. Hal ini terbukti dari pengakuan keluarga korban warga sipil yang meninggal dalam kecelakaan pesawat nahas itu.

Hal senada juga dikatakan keluarga korban, Janhsen Sinaga. Enam keluarganya meninggal dalam petaka itu. Baru dua orang yang terindentikasi. “Dari enam, baru dua yang teidentifikasi. Semua ingin balik ke Natuna ikut pesawat ini,” jelas Janhsen
Dia menceritakan awal mula anggota keluarganya ikut pesawat Hercules C-130 itu. “Kami dari Kabupaten Siantar, kami juga yang jemput di Bandara Kualanamu,” tambahnya. Kemudian, kata dia, anggota keluarganya ingin ikut pesawat TNI yang hendak ke Natuna. Pesawat TNI dipilih ketimbang pesawat komersial biasa yang harus lebih dulu transit di Batam.

“Kami antar ke Polonia. Kenapa ikut pesawat TNI, kebetulan ada jadwal yang langsung ke Natuna. Kalau komersial masih repot karena harus transit di Batam,” katanya. Namun, Janhsen tak mengetahui secara detail alasan enam anggota keluarganya itu memilih menumpangi pesawat Hercules. “Kalau alasan detailnya saya tidak tanya,” tuturnya. Dia mengakui, anggota keluarganya sempat mengungkapkan bahwa ongkos pesawat Hercules ke Natuna lebih murah dari pesawat komersial. “Lebih murah, dan pertimbangan lainnya pesawat langsung ke Natuna. Itu saja, detailnya info dari mana kami tidak tanyakan,” tandasnya.

Keluarga Tentara Lebih Mahal
Serda Sahata Sihombing, anggota Babinsa Natuna juga membeberkan praktik jual-beli kursi pesawat Hercules C-130. Sebagai tentara, bukan hanya membayar, ia bahkan harus merogok kocek lebih dalam ketimbang warga sipil. Sahat bercerita, dua anaknya Ester Lina Yosefin dan Rita Yunita menggunakan jasa pesawat Hercules milik TNI AU untuk pulang ke Natuna. Untuk jasa itu ia membayar buat kedua anaknya.

“Kalau kami anggota TNI kan harus urus surat segala macam. Sudah diurus malah harganya lebih mahal dari sipil,” kata Sahata. Ia harus merogoh kocek sejumlah Rp750 ribu tiap anak. Sementara harga untuk warga sipil Rp725 ribu tiap kepala.

“Karena lebih mahal saya bilang, jangan segitulah. Masa harga kami lebih mahal dari harga sipil. Akhirnya dikurangi jadi Rp1,4 juta, satu anak Rp700 ribu,” kata dia.

Sayang, sebelum bertemu Sahata dan istri, kedua anaknya tewas lantaran Hercules yang ditumpangi jatuh.

Foto: Wiwin/PM Juliani menunjukkan foto Indryani Siahaan, mahasiswi Akbid yang tewas dalam peristiwa jatuhnya pesawat Hercules di Medan, Selasa (30/6/2015).
Foto: Wiwin/PM
Juliani menunjukkan foto Indryani Siahaan, mahasiswi Akbid yang tewas dalam peristiwa jatuhnya pesawat Hercules di Medan, Selasa (30/6/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan komersialisasi pesawat Hercules A1310 Tipe C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting Medan, makin terkuak. Hal ini dikuatkan oleh pengakuan keluarga warga sipil yang meninggal dalam kecelakaan naas itu. Ternyata warga sipil bisa terbang bersama pesawat TNI AU dengan biaya lebih murah. Itulah yang terjadi pada Indriyani boru Siahaan (18). Indriyani menebus nyawanya dengan harga Rp750 ribu untuk sampai ke Natuna dengan menumpang pesawat Hercules.

Ini dikatakan adik dari ibunya, Juliani saat ditemui di posko Ante Morten milik tim DVI Sumut di RSUP Adam Malik, Rabu (1/7). Awalnya Juliani enggan mengatakan angka tersebut. Dirinya hanya mengucapkan kata ‘Indriyani bayar setengah’. Namun akhirnya angka Rp750 ribu terucapkan juga dari bibirnya sendiri. Dirinya mengatakan tidak mengetahui jelas mengenai perongkosan tersebut. Sebab pamannya Indryanilah yang mengurus semuanya. “Dia bayar Rp750ribu,” ungkapnya.

Tapi tampaknya untuk terbang dengan pesawat Hercules, seseorang harus punya hubungan dekat dengan oknum TNI. Juliani mengatakan Indryani bisa terbang karena punya om yang bertugas di bagian logistik TNI AU di Natuna. Karena itulah, Indryani pun kerap pulang ke kampung halamannya menggunakan pesawat Hercules.

Indryani selama ini sekolah di Akper/Akbid Helvetia Medan. Tak ada pesan terakhir yang ditinggalkan Indryani. Selain murah, Indryani memilih naik Hercules karena tak perlu transit di Batam lagi. “Kalau naik pesawat biasa mereka transit ke Batam dulu. Habis itu naik pesawat lagi atau kapal kecil ke Natunanya,”ujar Juliani.

Dugaan komersialisasi pesawat Hercules A1310 Tipe C-130 yang jatuh di Medan, kemarin semakin kuat. Hal ini terbukti dari pengakuan keluarga korban warga sipil yang meninggal dalam kecelakaan pesawat nahas itu.

Hal senada juga dikatakan keluarga korban, Janhsen Sinaga. Enam keluarganya meninggal dalam petaka itu. Baru dua orang yang terindentikasi. “Dari enam, baru dua yang teidentifikasi. Semua ingin balik ke Natuna ikut pesawat ini,” jelas Janhsen
Dia menceritakan awal mula anggota keluarganya ikut pesawat Hercules C-130 itu. “Kami dari Kabupaten Siantar, kami juga yang jemput di Bandara Kualanamu,” tambahnya. Kemudian, kata dia, anggota keluarganya ingin ikut pesawat TNI yang hendak ke Natuna. Pesawat TNI dipilih ketimbang pesawat komersial biasa yang harus lebih dulu transit di Batam.

“Kami antar ke Polonia. Kenapa ikut pesawat TNI, kebetulan ada jadwal yang langsung ke Natuna. Kalau komersial masih repot karena harus transit di Batam,” katanya. Namun, Janhsen tak mengetahui secara detail alasan enam anggota keluarganya itu memilih menumpangi pesawat Hercules. “Kalau alasan detailnya saya tidak tanya,” tuturnya. Dia mengakui, anggota keluarganya sempat mengungkapkan bahwa ongkos pesawat Hercules ke Natuna lebih murah dari pesawat komersial. “Lebih murah, dan pertimbangan lainnya pesawat langsung ke Natuna. Itu saja, detailnya info dari mana kami tidak tanyakan,” tandasnya.

Keluarga Tentara Lebih Mahal
Serda Sahata Sihombing, anggota Babinsa Natuna juga membeberkan praktik jual-beli kursi pesawat Hercules C-130. Sebagai tentara, bukan hanya membayar, ia bahkan harus merogok kocek lebih dalam ketimbang warga sipil. Sahat bercerita, dua anaknya Ester Lina Yosefin dan Rita Yunita menggunakan jasa pesawat Hercules milik TNI AU untuk pulang ke Natuna. Untuk jasa itu ia membayar buat kedua anaknya.

“Kalau kami anggota TNI kan harus urus surat segala macam. Sudah diurus malah harganya lebih mahal dari sipil,” kata Sahata. Ia harus merogoh kocek sejumlah Rp750 ribu tiap anak. Sementara harga untuk warga sipil Rp725 ribu tiap kepala.

“Karena lebih mahal saya bilang, jangan segitulah. Masa harga kami lebih mahal dari harga sipil. Akhirnya dikurangi jadi Rp1,4 juta, satu anak Rp700 ribu,” kata dia.

Sayang, sebelum bertemu Sahata dan istri, kedua anaknya tewas lantaran Hercules yang ditumpangi jatuh.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/