29 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Terima Parcel, PNS Dipidana

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewanti-wanti pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk tidak menerima gratifikasi pada Lebaran 1434 Hijriah ini. Bagi PNS yang menerima hadia seperti dana bahkan parcel dari pihak swasta akan dipidanakan.

Hal ini diungkapkan Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono, Kamis (1/8). Giri menyebutkan, gratifikasi jelang Lebaran dapat diklarifikasi menjadi dua. Pertama, pejabat publik, penyelenggara negara dan PNS yang dengan sengaja melakukan permintaan hadiah untuk dianggap sebagai tunjangan hari raya (THR) dari pihak swasta atas nama kantor. “Kedua, menerima parcel/bingkisan, fasilitas ataupun pemberian lainnya,” kata Giri ketika dikonfirmasi.
Gratifikasi lebaran itu, lanjut Giri, bisa dikategorikan sebagai suap. Bagaimana caranya? Kata Giri, itu terjadi apabila memenuhi dua unsur. Pertama, apabila pemberian itu ada kaitannya dengan pejabat.

“Yang kedua, berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Maka kalau tidak dilaporkan dalam 30 hari masuk ke pidana. Hukumannya minimal emapt tahun. Maksimal seumur hidup,” terang dia.

Menurut Giri, gratifikasi di hari raya ini bukan hanya sebatas parcel Lebaran saja. Kata dia, gratifikasi itu banyak hal, sebagaimana tertulis dalam pasal 12 B dan 12 C Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Di antaranya, pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. “Kenapa meminta THR dan menerima sesuatu seperti parcel bagi PNS itu pada prinsipnya dilarang. Karena menyalahgunakan kewenangan, menimbulkan benturan kepentingan dan menurunkan kepercayaan masyarakat nantinya,” terangnya.
Terakhir, dia menambahkan, gratifikasi yang dilarang itu adalah baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri. “Dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik,” imbuh dia.

Terima Parcel Pegawai BUMN Dipecat

Sementara itu,  Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan melarang semua karyawan atau pejabat kementerian menerima parcel. Jika ada karyawan atau pejabat BUMN yang kedapatan meminta parcel, Dahlan tak segan akan memecatnya.

“Ada undang-undangnya, kalau minta itu gak boleh, yang meminta bisa dipecat. Kalau ada orang kirim tidak usah diterima, mending dikembalikan saja,” tuturnya.

Di sisi lain, selain dinyatakan sebagai bagian dari korupsi oleh KPK, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga mengantongi landasan hukum larangan penggunaan mobil dinas (mobdin) untuk mudik. Sanksi siap dijatuhkan jika masih ada aparat pemerintah tetap nekat ngegas mobil plat merah itu di hari Lebaran.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Restuardy Daud, mengatakan setiap pelanggaran atas penggunaan aset daerah termasuk mobdin bisa dikenakan sanksi. “Setidaknya sanksi disiplin. Termasuk terhadap pimpinannya,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Regulasi yang mengatur dan menegaskan larangan penggunaan mobdin di luar kepentingan dinas dimulai dari Keputusan Presiden (Keppres) nomor 5 tahun 1983 tentang Penghapusan Penyediaan Kendaraan Perorangan Dinas. “Ada di satu pasal bahwa kendaraan dinas untuk kendaraan operasional dinas,” tegas pria akrab disapa Ardy itu.

Selain itu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 7/2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah (Pemda). Pada pasal 13 disebutkan kendaraan dinas sebagaimana dimaksud meliputi; kendaraan perorangan dinas, kendaraan dinas operasional/kendaraan dinas jabatan, dan kendaraan dinas operasional khusus/lapangan.

Pasal 15 ayat 1 dinyatakan Kendaraan dinas operasional/kendaraan dinas jabatan sebagaimana dimaksud disediakan dan dipergunakan untuk kegiatan operasional perkantoran. Dilanjutkan pasal 16 ayat 1 Kendaraan dinas operasional khusus/lapangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf c, disediakan dan dipergunakan untuk pelayanan operasional khusus/lapangan dan pelayanan umum.

Pemerintah pusat juga bisa mengacu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 38 tahun 2008 sebagai pengganti PP nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pasal 1 ayat 7 menyatakan penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola, dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan. Ayat 8, Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.

Juga termuat dalam Permenpan (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB) nomor 87 tahun 2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan dan Disiplin Kerja Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara,” terus Ardy.

Tetap Tak Boleh Pakai Mobil Dinas

Memang, kata Ardy, tidak ada penegasan tentang sanksi secara langsung jika semua ketentuan itu dilanggar. Akan tetapi pelakunya bisa disanksi karena melanggar semua regulasi itu. “Dalam Permenpan itu bahkan kalau kendaraan dinas dipakai ke luar kota harus ada izin. Kepada PNS yang melanggar, dapat dikenakan sanksi disiplin oleh atasannya, sesuai PP No 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS,” ucapnya.

Lebih lanjut, menurutnya, kebijakan memperbolehkan penggunaan kendaraan dinas di luar kepentingan dinas berarti menyalahi wewenang dan penetapan terkait penggunaan Barang Milik Daerah (BMD). “Dalam hal ini Kendaraan dinas hanya untuk keperluan dinas,” imbuhnya.

Ardy menegaskan bahwa mudik lebaran tidak berkaitan dengan kedinasan atau tugas pokok dan fungsi. Lain halnya bila digunakan dalam konteks untuk melaksanakan tugas, seperti pemantauan dan pengamanan mudik lebaran oleh Dinas Perhubungan.

Atas dasar itu Kemendagri mengimbau agar menggunakan kendaraan pribadi untuk mudik atau mengatur perjalanannya secara bijak dengan menggunakan transportasi umum yang ada. “Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) selaku penguna BMD agar melakukan langkah pegawasan dan pegendalian atas penggunaan Kendaraan Dinas sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya,” pintanya.(zul/gen/jpnn)

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewanti-wanti pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk tidak menerima gratifikasi pada Lebaran 1434 Hijriah ini. Bagi PNS yang menerima hadia seperti dana bahkan parcel dari pihak swasta akan dipidanakan.

Hal ini diungkapkan Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono, Kamis (1/8). Giri menyebutkan, gratifikasi jelang Lebaran dapat diklarifikasi menjadi dua. Pertama, pejabat publik, penyelenggara negara dan PNS yang dengan sengaja melakukan permintaan hadiah untuk dianggap sebagai tunjangan hari raya (THR) dari pihak swasta atas nama kantor. “Kedua, menerima parcel/bingkisan, fasilitas ataupun pemberian lainnya,” kata Giri ketika dikonfirmasi.
Gratifikasi lebaran itu, lanjut Giri, bisa dikategorikan sebagai suap. Bagaimana caranya? Kata Giri, itu terjadi apabila memenuhi dua unsur. Pertama, apabila pemberian itu ada kaitannya dengan pejabat.

“Yang kedua, berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Maka kalau tidak dilaporkan dalam 30 hari masuk ke pidana. Hukumannya minimal emapt tahun. Maksimal seumur hidup,” terang dia.

Menurut Giri, gratifikasi di hari raya ini bukan hanya sebatas parcel Lebaran saja. Kata dia, gratifikasi itu banyak hal, sebagaimana tertulis dalam pasal 12 B dan 12 C Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Di antaranya, pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. “Kenapa meminta THR dan menerima sesuatu seperti parcel bagi PNS itu pada prinsipnya dilarang. Karena menyalahgunakan kewenangan, menimbulkan benturan kepentingan dan menurunkan kepercayaan masyarakat nantinya,” terangnya.
Terakhir, dia menambahkan, gratifikasi yang dilarang itu adalah baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri. “Dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik,” imbuh dia.

Terima Parcel Pegawai BUMN Dipecat

Sementara itu,  Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan melarang semua karyawan atau pejabat kementerian menerima parcel. Jika ada karyawan atau pejabat BUMN yang kedapatan meminta parcel, Dahlan tak segan akan memecatnya.

“Ada undang-undangnya, kalau minta itu gak boleh, yang meminta bisa dipecat. Kalau ada orang kirim tidak usah diterima, mending dikembalikan saja,” tuturnya.

Di sisi lain, selain dinyatakan sebagai bagian dari korupsi oleh KPK, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga mengantongi landasan hukum larangan penggunaan mobil dinas (mobdin) untuk mudik. Sanksi siap dijatuhkan jika masih ada aparat pemerintah tetap nekat ngegas mobil plat merah itu di hari Lebaran.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Restuardy Daud, mengatakan setiap pelanggaran atas penggunaan aset daerah termasuk mobdin bisa dikenakan sanksi. “Setidaknya sanksi disiplin. Termasuk terhadap pimpinannya,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Regulasi yang mengatur dan menegaskan larangan penggunaan mobdin di luar kepentingan dinas dimulai dari Keputusan Presiden (Keppres) nomor 5 tahun 1983 tentang Penghapusan Penyediaan Kendaraan Perorangan Dinas. “Ada di satu pasal bahwa kendaraan dinas untuk kendaraan operasional dinas,” tegas pria akrab disapa Ardy itu.

Selain itu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 7/2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah (Pemda). Pada pasal 13 disebutkan kendaraan dinas sebagaimana dimaksud meliputi; kendaraan perorangan dinas, kendaraan dinas operasional/kendaraan dinas jabatan, dan kendaraan dinas operasional khusus/lapangan.

Pasal 15 ayat 1 dinyatakan Kendaraan dinas operasional/kendaraan dinas jabatan sebagaimana dimaksud disediakan dan dipergunakan untuk kegiatan operasional perkantoran. Dilanjutkan pasal 16 ayat 1 Kendaraan dinas operasional khusus/lapangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf c, disediakan dan dipergunakan untuk pelayanan operasional khusus/lapangan dan pelayanan umum.

Pemerintah pusat juga bisa mengacu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 38 tahun 2008 sebagai pengganti PP nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pasal 1 ayat 7 menyatakan penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola, dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan. Ayat 8, Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.

Juga termuat dalam Permenpan (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB) nomor 87 tahun 2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan dan Disiplin Kerja Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara,” terus Ardy.

Tetap Tak Boleh Pakai Mobil Dinas

Memang, kata Ardy, tidak ada penegasan tentang sanksi secara langsung jika semua ketentuan itu dilanggar. Akan tetapi pelakunya bisa disanksi karena melanggar semua regulasi itu. “Dalam Permenpan itu bahkan kalau kendaraan dinas dipakai ke luar kota harus ada izin. Kepada PNS yang melanggar, dapat dikenakan sanksi disiplin oleh atasannya, sesuai PP No 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS,” ucapnya.

Lebih lanjut, menurutnya, kebijakan memperbolehkan penggunaan kendaraan dinas di luar kepentingan dinas berarti menyalahi wewenang dan penetapan terkait penggunaan Barang Milik Daerah (BMD). “Dalam hal ini Kendaraan dinas hanya untuk keperluan dinas,” imbuhnya.

Ardy menegaskan bahwa mudik lebaran tidak berkaitan dengan kedinasan atau tugas pokok dan fungsi. Lain halnya bila digunakan dalam konteks untuk melaksanakan tugas, seperti pemantauan dan pengamanan mudik lebaran oleh Dinas Perhubungan.

Atas dasar itu Kemendagri mengimbau agar menggunakan kendaraan pribadi untuk mudik atau mengatur perjalanannya secara bijak dengan menggunakan transportasi umum yang ada. “Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) selaku penguna BMD agar melakukan langkah pegawasan dan pegendalian atas penggunaan Kendaraan Dinas sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya,” pintanya.(zul/gen/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/