29 C
Medan
Sunday, February 23, 2025
spot_img

Viostin DS Mengandung DNA Babi

Bahkan, lanjutnya, BBPOM dan Kemenkes selama ini bertindak hanya ‘sekadar tukang tandatangan’ dalam menerbitkan izin produk obat-obatan tanpa melakukan kajian dan mengevaluasi produk yang diterbitkan izinnya.

Agar permasalahan ini tidak terjadi lagi, LAPK menegaskan, pemerintah harus melakukan evaluasi secara periodik terhadap produk yang telah diterbitkan izinnya. “Bisa jadi dalam permohonan izin, pelaku usaha mematuhi uji kelayakan sebuah produk tetapi setelah diproduksi, dilakukan penyimpangan seperti yang terjadi pada Viostin DS dan Enzyplex. BBPOM dan Kemenkes harus turun langsung menguji sampel produk bukan malah menunggu pelaku usaha yang penuh kesadaran diri menguji produknya,” tegasnya.

Selain itu, pendekatan pemidanaan akan menjadi solusi terbaik terhadap pelaku usaha yang memasukkan zat yang dilarang dalam makanan dan obat-obatan. “Dalam hal ini, DNA babi dalam Viostin DS dan Enzyplex juga harus dipidana bukan karena berbahaya, tetapi adanya unsur penipuan informasi yang dilakukan pelaku usaha sehingga tubuh konsumen terkontaminasi dengan zat yang tidak seharusnya masuk dalam tubuhnya,” pungkasnya.

Sementara MUI Kota Medan telah mengeluarkan imbauan kepada umat Islam agar tidak mengkonsumsi kedua suplemen yang mengandung DNA babi itu. “Kita sudah mengimbau umat Islam untuk tidak mengkonsumsi jenis obat-obatan dan lainnya yangg tidak disertifikasi halal, khususnya Viostin DS. Karena itu berbahaya,” kata Ketua MUI Kota Medan, Prof M Hatta kepada Sumut Pos, kemarin.

Pihaknya juga meminta umat untuk tidak mudah terpedaya oleh iklan melalui media yang ada. Sebab, selama ini iklan membuat masyarakat tertarik mengkonsumsi satu produk, tanpa melihat halal atau haram. “Kami juga meminta kepada perusahaan yang memproduksi untuk segera meminta maaf, khusus kepada umat Islam dan menarik seluruh obat yang sudah beredar. Pemerintah harus melakukan tindakan tegas,” tegasnya.

Sebelumnya, pada Rabu (31/1) lalu, BPOM merilis dua suplemen yang mengandung DNA babi. Hal itu berdasarkan hasil pengujian sampel uji rujuk suplemen dari Balai Besar POM Mataram kepada Balai POM di Palangkaraya. ”Sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H, dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101,” tutur Penny Lukito Kepala BPOM.

Bahkan, lanjutnya, BBPOM dan Kemenkes selama ini bertindak hanya ‘sekadar tukang tandatangan’ dalam menerbitkan izin produk obat-obatan tanpa melakukan kajian dan mengevaluasi produk yang diterbitkan izinnya.

Agar permasalahan ini tidak terjadi lagi, LAPK menegaskan, pemerintah harus melakukan evaluasi secara periodik terhadap produk yang telah diterbitkan izinnya. “Bisa jadi dalam permohonan izin, pelaku usaha mematuhi uji kelayakan sebuah produk tetapi setelah diproduksi, dilakukan penyimpangan seperti yang terjadi pada Viostin DS dan Enzyplex. BBPOM dan Kemenkes harus turun langsung menguji sampel produk bukan malah menunggu pelaku usaha yang penuh kesadaran diri menguji produknya,” tegasnya.

Selain itu, pendekatan pemidanaan akan menjadi solusi terbaik terhadap pelaku usaha yang memasukkan zat yang dilarang dalam makanan dan obat-obatan. “Dalam hal ini, DNA babi dalam Viostin DS dan Enzyplex juga harus dipidana bukan karena berbahaya, tetapi adanya unsur penipuan informasi yang dilakukan pelaku usaha sehingga tubuh konsumen terkontaminasi dengan zat yang tidak seharusnya masuk dalam tubuhnya,” pungkasnya.

Sementara MUI Kota Medan telah mengeluarkan imbauan kepada umat Islam agar tidak mengkonsumsi kedua suplemen yang mengandung DNA babi itu. “Kita sudah mengimbau umat Islam untuk tidak mengkonsumsi jenis obat-obatan dan lainnya yangg tidak disertifikasi halal, khususnya Viostin DS. Karena itu berbahaya,” kata Ketua MUI Kota Medan, Prof M Hatta kepada Sumut Pos, kemarin.

Pihaknya juga meminta umat untuk tidak mudah terpedaya oleh iklan melalui media yang ada. Sebab, selama ini iklan membuat masyarakat tertarik mengkonsumsi satu produk, tanpa melihat halal atau haram. “Kami juga meminta kepada perusahaan yang memproduksi untuk segera meminta maaf, khusus kepada umat Islam dan menarik seluruh obat yang sudah beredar. Pemerintah harus melakukan tindakan tegas,” tegasnya.

Sebelumnya, pada Rabu (31/1) lalu, BPOM merilis dua suplemen yang mengandung DNA babi. Hal itu berdasarkan hasil pengujian sampel uji rujuk suplemen dari Balai Besar POM Mataram kepada Balai POM di Palangkaraya. ”Sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H, dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101,” tutur Penny Lukito Kepala BPOM.

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru

/