26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Semakin Keras Sirine Terdengar, Semakin Keras Tangisan Keluarga

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS KASAU saat melihat korban sebelum di berangkatkan ke daerah masing masing saat masih di di Lanud Soewondo Medan, Rabu 1/7.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
KASAU saat melihat korban sebelum di berangkatkan ke daerah masing masing saat masih di di Lanud Soewondo Medan, Rabu 1/7.

SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Keheningan di Jalan Perwira, Siantar, Sumut, lokasi rumah duka yang menjadi persemayaman jenazah Pdt Sahat Manurung dan keluarga, seketika memecah oleh tangisan keluarga ketika suara sirine ambulance terdengar sayup-sayup dari kejauhan, Jumat (3/7) pukul 01.45 WIB dini hari.

Semakin keras suara sirine terdengar, semakin keras pula tangisan keluarga yang sudah 3 hari menanti kedatangan jenazah korban jatuhnya tragedi pesawat Herkules C-130 di Jalan Jamin Ginting, Medan. Dan, begitu 3 mobil ambulance tiba di depan rumah duka, anggota keluargapun histeris. Tangisan mereka begitu memilukan.

Jansen Sinaga, abang Pdt Sahat yang membawa jenazah dari Medan menuju Siantar, langsung turun dan memeluk keluarga. Terlihat jelas kepedihan yang dirasakan keluarga itu. Apalagi, ketika Marta br Sinaga, kakak Pdt Sahat Sinaga, yang juga ibu kandung Agus Salim Sitio, turun dari mobil ambulance, tangisannya begitu pilu, hingga ratusan warga yang turut menanti kedatangan jenazah pun menitikkan air mata.

Tanpa dikomandoi, warga langsung membantu menurunkan jenazah dari mobil ambulance ke halaman rumah. Peti disusun berurutan, dimulai dari jenazah Pdt Sahat Sinaga, anaknya Ayrine br Sinaga dan selanjutnya Agus Salim Sitio. Peti dibungkus plastik dan diselimuti bendera Merah Putih.

Sembari jenazah disusun di halaman rumah duka, warga semakin ramai dan coba menenangkan keluarga korban, terutama Marta br Sinaga, yang tak henti-hentinya menangis.

Dia juga menangis kala Nancy br Simbolon, adik Like br Simbolon, berada di dekatnya. Marta br Sinaga langsung meraihnya dan memeluknya sembari menciumnya. “Di Samosirnya kakak, Boru,” ujarnya. Nancy yang berusia sekitar 6 tahun itu pun menangis di pelukan mama tuanya (kakak ibu).

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS KASAU saat melihat korban sebelum di berangkatkan ke daerah masing masing saat masih di di Lanud Soewondo Medan, Rabu 1/7.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
KASAU saat melihat korban sebelum di berangkatkan ke daerah masing masing saat masih di di Lanud Soewondo Medan, Rabu 1/7.

SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Keheningan di Jalan Perwira, Siantar, Sumut, lokasi rumah duka yang menjadi persemayaman jenazah Pdt Sahat Manurung dan keluarga, seketika memecah oleh tangisan keluarga ketika suara sirine ambulance terdengar sayup-sayup dari kejauhan, Jumat (3/7) pukul 01.45 WIB dini hari.

Semakin keras suara sirine terdengar, semakin keras pula tangisan keluarga yang sudah 3 hari menanti kedatangan jenazah korban jatuhnya tragedi pesawat Herkules C-130 di Jalan Jamin Ginting, Medan. Dan, begitu 3 mobil ambulance tiba di depan rumah duka, anggota keluargapun histeris. Tangisan mereka begitu memilukan.

Jansen Sinaga, abang Pdt Sahat yang membawa jenazah dari Medan menuju Siantar, langsung turun dan memeluk keluarga. Terlihat jelas kepedihan yang dirasakan keluarga itu. Apalagi, ketika Marta br Sinaga, kakak Pdt Sahat Sinaga, yang juga ibu kandung Agus Salim Sitio, turun dari mobil ambulance, tangisannya begitu pilu, hingga ratusan warga yang turut menanti kedatangan jenazah pun menitikkan air mata.

Tanpa dikomandoi, warga langsung membantu menurunkan jenazah dari mobil ambulance ke halaman rumah. Peti disusun berurutan, dimulai dari jenazah Pdt Sahat Sinaga, anaknya Ayrine br Sinaga dan selanjutnya Agus Salim Sitio. Peti dibungkus plastik dan diselimuti bendera Merah Putih.

Sembari jenazah disusun di halaman rumah duka, warga semakin ramai dan coba menenangkan keluarga korban, terutama Marta br Sinaga, yang tak henti-hentinya menangis.

Dia juga menangis kala Nancy br Simbolon, adik Like br Simbolon, berada di dekatnya. Marta br Sinaga langsung meraihnya dan memeluknya sembari menciumnya. “Di Samosirnya kakak, Boru,” ujarnya. Nancy yang berusia sekitar 6 tahun itu pun menangis di pelukan mama tuanya (kakak ibu).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/