26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Telat Ketok APBD, Gaji Dipotong 6 Bulan

Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Reydonnyzard Moenek.
Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Reydonnyzard Moenek.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah daerah (Pemda) tidak bisa lagi berleha-leha dalam menetapkan rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sebab, pemerintah pusat menyiapkan sanksi tegas bagi oknum eksekutif maupun legislatif daerah yang menghambat pengesahan.

Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzard Moenek mengatakan, ketentuan tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Sebab pasal 321 ayat 2 UU Pemda mengharuskan sanksi bagi Pemda yang terlambat mengesahkan Perda APBD.

“PP sudah hampir rampung,” kata pria yang akrab disapa Doni tersebut.

Karena turunan dari UU Pemda, lanjutnya, sanksi yang akan diberikan juga akan disesuaikan dengan ketentuan yang ada di UU Pemda. Yakni sanksi administratif berupa tidak dibayarkannya gaji bagi kepala daerah dan anggota DPRD selama enam bulan lamanya.

Meski demikian, sanksi tersebut bisa jadi tidak dipukul secara merata antara eksekutif dan legislatif. DPRD bisa saja tidak dikenakan sanksi jika keterlambatan tersebut disebabkan oleh lambatnya kepala daerah dalam menyerahkan rancangan Perda APBD.

“Harus melalui mekanisme pemeriksaan terlebih dahulu, siapa yang mengalami keterlembatan. Tidak harus dipukul rata,” kata mantan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri tersebut.

Jika mengacu UU Pemda, rancangan APBD harus ditetapkan sebulan sebelum dimulainya tahun anggaran baru. Jika diimplementasikan saat ini, Peraturan Daerah (Perda) APBD tahun 2017 harus disahkan selambat-lambatnya 31 November 2016.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, PP tersebut memang sudah lama ditunggu. Sebab, UU Pemda sejak diundangkan tahun 2014, peraturan teknis sanksi bagi daerah yang telat ketok APBD tak kunjung diturunkan. Meski demikian, Endi menilai, PP tersebut tidak akan berarti apa-apa jika pemerintah pusat tidak konsisten.

Berdasarkan pengalamannya mengamati 16 tahun otonomi daerah berjalan di Indonesia, ada banyak sekali peraturan yang dibuat pemerintah pusat untuk pemda tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Misalnya daerah yang 50 persen APBD-nya untuk birokrasi tidak diberi formasi baru PNS. Itu aturan sejak 2010, tapi gak jalan,” ujarnya saat dihubungi tadi malam. “Penggabungan daerah pemekaran yang tidak berkembang juga tidak jalan,” imbuhnya.

Menurutnya, hal-hal seperti itu, sudah menjadi preseden buruk bagi citra pemerintah pusat di mata pemda. Sebab, selama ini, ada banyak pertimbangan yang diperhitungkan pusat sebelum member sanksi kepada daerah. Mulai dari yang mempertimbangkan keharmoniasan hubungan, hingga yang bersifat kepentingan politik.

Untuk itu, Endi mengaku pesimis, PP pemberian sanksi bagi pemda yang terlambat ketok APBD bisa berjalan efektif. “Pusat berfikir legalistik, UU harus dibuat PP. implementasi bagaimana lain cerita,” tuturnya. (far/jpg)

Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Reydonnyzard Moenek.
Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Reydonnyzard Moenek.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah daerah (Pemda) tidak bisa lagi berleha-leha dalam menetapkan rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sebab, pemerintah pusat menyiapkan sanksi tegas bagi oknum eksekutif maupun legislatif daerah yang menghambat pengesahan.

Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzard Moenek mengatakan, ketentuan tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Sebab pasal 321 ayat 2 UU Pemda mengharuskan sanksi bagi Pemda yang terlambat mengesahkan Perda APBD.

“PP sudah hampir rampung,” kata pria yang akrab disapa Doni tersebut.

Karena turunan dari UU Pemda, lanjutnya, sanksi yang akan diberikan juga akan disesuaikan dengan ketentuan yang ada di UU Pemda. Yakni sanksi administratif berupa tidak dibayarkannya gaji bagi kepala daerah dan anggota DPRD selama enam bulan lamanya.

Meski demikian, sanksi tersebut bisa jadi tidak dipukul secara merata antara eksekutif dan legislatif. DPRD bisa saja tidak dikenakan sanksi jika keterlambatan tersebut disebabkan oleh lambatnya kepala daerah dalam menyerahkan rancangan Perda APBD.

“Harus melalui mekanisme pemeriksaan terlebih dahulu, siapa yang mengalami keterlembatan. Tidak harus dipukul rata,” kata mantan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri tersebut.

Jika mengacu UU Pemda, rancangan APBD harus ditetapkan sebulan sebelum dimulainya tahun anggaran baru. Jika diimplementasikan saat ini, Peraturan Daerah (Perda) APBD tahun 2017 harus disahkan selambat-lambatnya 31 November 2016.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, PP tersebut memang sudah lama ditunggu. Sebab, UU Pemda sejak diundangkan tahun 2014, peraturan teknis sanksi bagi daerah yang telat ketok APBD tak kunjung diturunkan. Meski demikian, Endi menilai, PP tersebut tidak akan berarti apa-apa jika pemerintah pusat tidak konsisten.

Berdasarkan pengalamannya mengamati 16 tahun otonomi daerah berjalan di Indonesia, ada banyak sekali peraturan yang dibuat pemerintah pusat untuk pemda tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Misalnya daerah yang 50 persen APBD-nya untuk birokrasi tidak diberi formasi baru PNS. Itu aturan sejak 2010, tapi gak jalan,” ujarnya saat dihubungi tadi malam. “Penggabungan daerah pemekaran yang tidak berkembang juga tidak jalan,” imbuhnya.

Menurutnya, hal-hal seperti itu, sudah menjadi preseden buruk bagi citra pemerintah pusat di mata pemda. Sebab, selama ini, ada banyak pertimbangan yang diperhitungkan pusat sebelum member sanksi kepada daerah. Mulai dari yang mempertimbangkan keharmoniasan hubungan, hingga yang bersifat kepentingan politik.

Untuk itu, Endi mengaku pesimis, PP pemberian sanksi bagi pemda yang terlambat ketok APBD bisa berjalan efektif. “Pusat berfikir legalistik, UU harus dibuat PP. implementasi bagaimana lain cerita,” tuturnya. (far/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/