31.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Dirjen Diktiristek: PTN BH Bukan Komersialisasi, Muncul Usul Subsidi Silang Melalui Biaya Kuliah Tunggal

SUMUTPOS.CO – Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Plt Dirjen Diktiristek) Kemendikbudristek Nizam mengadakan pertemuan khusus dengan sejumlah pimpinan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH). Pertemuan itu merespons kasus viral mahasiswa ITB yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT), lalu diarahkan mengajukan pinjaman online (pinjol).

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Plt Sekretaris Ditjen Diktiristek serta rektor dan jajaran pimpinan seluruh PTN BH, Antara lain, Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), IPB University, Universitas Syiah Kuala (USK), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Terbuka (UT), dan Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Lalu, Universitas Negeri Padang (UNP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Andalas (Unand), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Pertemuan diikuti pula oleh pimpinan beberapa PTN non-badan hukum seperti Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Negeri Medan, hingga Universitas Jenderal Soedirman.

Nizam mengungkapkan, pertemuan itu dilakukan untuk mengevaluasi skema-skema pembayaran UKT. Dia mengingatkan, PTN BH itu 100 persen merupakan perguruan tinggi milik negara. Mereka diberi mandat untuk menyelenggarakan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas, namun tetap inklusif dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah, lanjut dia, tetap membiayai PTN BH dalam bentuk bantuan penyelenggaraan PTN BH, gaji dan tunjangan dosen, pendanaan tridharma, serta pendanaan pengembangan lainnya. Karena itu, biaya kuliah di PTN BH mestinya terjangkau. “Menjadi PTN BH bukanlah swastanisasi atau komersialisasi PTN,” tegasnya dalam keterangan resmi.

Dia mengakui, kemampuan pendanaan dari pemerintah belum bisa menutup seluruh kebutuhan biaya operasional dan pengembangan perguruan tinggi. Karena itu, dibutuhkan gotong royong pendanaan bersama masyarakat. Dengan catatan, prinsip pembiayaan gotong royong tersebut harus berkeadilan.

Misalnya, mahasiswa membayar UKT sesuai dengan kemampuan orang tua. Sedangkan mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu dibantu dengan beasiswa. “Dengan demikian, ada subsidi silang dari keluarga yang mampu ke yang kurang mampu,” tuturnya.

Dia mengungkapkan, tahun ini pemerintah telah menyiapkan beasiswa dalam bentuk KIP-kuliah bagi sekitar 985 ribu mahasiswa di PTN maupun PTS dengan anggaran Rp13,9 triliun. Angka itu naik Rp2,2 triliun dari 2023.

“Meskipun KIP-K menjangkau hampir 1 juta mahasiswa, itu belum dapat menutup seluruh kebutuhan. Karena itu, kita harapkan PTN BH dapat mengembangkan skema-skema pendanaan bagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan,” ujarnya.

Nizam juga berharap pimpinan PTN BH dapat mengembangkan berbagai upaya untuk menutup kebutuhan operasional perguruan tinggi serta skema untuk membantu mahasiswa yang membutuhkan. Sumber pendanaan dapat berasal dari mitra perguruan tinggi, filantropi, CSR, alumni, dana abadi, maupun berbagai sumber pendanaan lainnya.

PTN BH juga dapat memanfaatkan asetnya untuk menjadi sumber pendapatan yang bisa membantu membiayai kualitas pendidikan. Baik berupa aset intelektual seperti paten dan hak kekayaan intelektual (HKI), pengembangan hasil riset dan inovasi yang diproduksi bersama industri, teaching factory, agroindustri, layanan konsultasi, maupun pemanfaatan aset berupa sarana-prasarana. Tak kalah penting, peningkatan efisiensi internal perguruan tinggi.

Dia meyakini, dengan kreativitas dan jaringan yang dimiliki PTN BH, masalah kesulitan finansial dapat diatasi. “Prinsipnya, tidak boleh sampai ada mahasiswa yang memenuhi syarat tapi tidak bisa kuliah di PTN BH karena alasan ekonomi,” tegasnya.

Kementerian Keuangan dan Kemendikbudristek sedang mengkaji skema income contingent loan. Yakni, pinjaman tanpa bunga yang dibayar setelah mahasiswa lulus dan berpenghasilan cukup, sebagaimana diamanatkan dalam UU 12/ 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Skema itu telah berhasil diterapkan di Australia.

Dihubungi terpisah, Rektor Unair M. Nasih mengungkapkan, sejatinya para rektor PTN BH sependapat dengan pemikiran tersebut. Tidak ada satu pun rektor dan pimpinan PTN BH yang ingin menghambat mahasiswa untuk kuliah. “Juga tidak ada satu pun rektor PTN BH yang berniat dan bermaksud untuk komersialisasi,” tegasnya.

Menurutnya, para pemimpin PTN BH itu hanya ingin proses pendidikan berlangsung dengan kualitas tinggi. Yang tentunya relevan dan sesuai dengan tuntutan lingkungan serta kemajuan zaman. “Dan pasti, itu tidak murah,” sambungnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, lanjut dia, secara umum, Unair telah menerapkan penganggaran yang disusun berbasis kinerja dan aktivitas. Hanya aktivitas bernilai tambah yang boleh dilakukan dan dianggarkan. Sementara itu, aktivitas tak bernilai tambah direduksi dan dieliminasi. “Alhamdulillah, hasilnya luar biasa. UKT jadi berkah,” paparnya.

Dia sependapat terkait besaran standar operasional atau UKT yang disampaikan Nizam. Sejauh ini pun, menurut dia, tidak ada UKT yang melampaui standar di instansi yang dipimpinnya. Termasuk UKT untuk fakultas kedokteran (FK). Nasih memberi masukan mengenai standar UKT itu dengan harapan bisa membantu para mahasiswa.

Dia mengusulkan agar standar UKT tidak dinilai per prodi, tapi per PTN. Dengan begitu, akan ketemu biaya per mahasiswa pada satu PTN BH. “Bukan apa-apa. Ada banyak prodi yang BKT-nya (biaya kuliah tunggal, Red) tinggi, tapi mahasiswanya tidak tertarik dan pasti nggak sanggup mbayar setinggi itu,” paparnya.

Jadi melalui skema tersebut, prodi-prodi tertentu yang market-nya bagus bisa ditoleransi untuk melampaui BKT. Sedangkan prodi-prodi yang pasarnya lemah seperti keperawatan, sejarah, antropologi, akuakultur, sosiologi, dan lainnya bisa saja dibebaskan dari UKT atau UKT-nya rendah. “Dengan demikian, terjadi subsidi silang tidak hanya dalam satu prodi, tapi juga antarprodi,” ujarnya. (mia/c6/oni/jpg/ila)

SUMUTPOS.CO – Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Plt Dirjen Diktiristek) Kemendikbudristek Nizam mengadakan pertemuan khusus dengan sejumlah pimpinan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH). Pertemuan itu merespons kasus viral mahasiswa ITB yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT), lalu diarahkan mengajukan pinjaman online (pinjol).

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Plt Sekretaris Ditjen Diktiristek serta rektor dan jajaran pimpinan seluruh PTN BH, Antara lain, Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), IPB University, Universitas Syiah Kuala (USK), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Terbuka (UT), dan Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Lalu, Universitas Negeri Padang (UNP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Andalas (Unand), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Pertemuan diikuti pula oleh pimpinan beberapa PTN non-badan hukum seperti Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Negeri Medan, hingga Universitas Jenderal Soedirman.

Nizam mengungkapkan, pertemuan itu dilakukan untuk mengevaluasi skema-skema pembayaran UKT. Dia mengingatkan, PTN BH itu 100 persen merupakan perguruan tinggi milik negara. Mereka diberi mandat untuk menyelenggarakan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas, namun tetap inklusif dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah, lanjut dia, tetap membiayai PTN BH dalam bentuk bantuan penyelenggaraan PTN BH, gaji dan tunjangan dosen, pendanaan tridharma, serta pendanaan pengembangan lainnya. Karena itu, biaya kuliah di PTN BH mestinya terjangkau. “Menjadi PTN BH bukanlah swastanisasi atau komersialisasi PTN,” tegasnya dalam keterangan resmi.

Dia mengakui, kemampuan pendanaan dari pemerintah belum bisa menutup seluruh kebutuhan biaya operasional dan pengembangan perguruan tinggi. Karena itu, dibutuhkan gotong royong pendanaan bersama masyarakat. Dengan catatan, prinsip pembiayaan gotong royong tersebut harus berkeadilan.

Misalnya, mahasiswa membayar UKT sesuai dengan kemampuan orang tua. Sedangkan mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu dibantu dengan beasiswa. “Dengan demikian, ada subsidi silang dari keluarga yang mampu ke yang kurang mampu,” tuturnya.

Dia mengungkapkan, tahun ini pemerintah telah menyiapkan beasiswa dalam bentuk KIP-kuliah bagi sekitar 985 ribu mahasiswa di PTN maupun PTS dengan anggaran Rp13,9 triliun. Angka itu naik Rp2,2 triliun dari 2023.

“Meskipun KIP-K menjangkau hampir 1 juta mahasiswa, itu belum dapat menutup seluruh kebutuhan. Karena itu, kita harapkan PTN BH dapat mengembangkan skema-skema pendanaan bagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan,” ujarnya.

Nizam juga berharap pimpinan PTN BH dapat mengembangkan berbagai upaya untuk menutup kebutuhan operasional perguruan tinggi serta skema untuk membantu mahasiswa yang membutuhkan. Sumber pendanaan dapat berasal dari mitra perguruan tinggi, filantropi, CSR, alumni, dana abadi, maupun berbagai sumber pendanaan lainnya.

PTN BH juga dapat memanfaatkan asetnya untuk menjadi sumber pendapatan yang bisa membantu membiayai kualitas pendidikan. Baik berupa aset intelektual seperti paten dan hak kekayaan intelektual (HKI), pengembangan hasil riset dan inovasi yang diproduksi bersama industri, teaching factory, agroindustri, layanan konsultasi, maupun pemanfaatan aset berupa sarana-prasarana. Tak kalah penting, peningkatan efisiensi internal perguruan tinggi.

Dia meyakini, dengan kreativitas dan jaringan yang dimiliki PTN BH, masalah kesulitan finansial dapat diatasi. “Prinsipnya, tidak boleh sampai ada mahasiswa yang memenuhi syarat tapi tidak bisa kuliah di PTN BH karena alasan ekonomi,” tegasnya.

Kementerian Keuangan dan Kemendikbudristek sedang mengkaji skema income contingent loan. Yakni, pinjaman tanpa bunga yang dibayar setelah mahasiswa lulus dan berpenghasilan cukup, sebagaimana diamanatkan dalam UU 12/ 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Skema itu telah berhasil diterapkan di Australia.

Dihubungi terpisah, Rektor Unair M. Nasih mengungkapkan, sejatinya para rektor PTN BH sependapat dengan pemikiran tersebut. Tidak ada satu pun rektor dan pimpinan PTN BH yang ingin menghambat mahasiswa untuk kuliah. “Juga tidak ada satu pun rektor PTN BH yang berniat dan bermaksud untuk komersialisasi,” tegasnya.

Menurutnya, para pemimpin PTN BH itu hanya ingin proses pendidikan berlangsung dengan kualitas tinggi. Yang tentunya relevan dan sesuai dengan tuntutan lingkungan serta kemajuan zaman. “Dan pasti, itu tidak murah,” sambungnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, lanjut dia, secara umum, Unair telah menerapkan penganggaran yang disusun berbasis kinerja dan aktivitas. Hanya aktivitas bernilai tambah yang boleh dilakukan dan dianggarkan. Sementara itu, aktivitas tak bernilai tambah direduksi dan dieliminasi. “Alhamdulillah, hasilnya luar biasa. UKT jadi berkah,” paparnya.

Dia sependapat terkait besaran standar operasional atau UKT yang disampaikan Nizam. Sejauh ini pun, menurut dia, tidak ada UKT yang melampaui standar di instansi yang dipimpinnya. Termasuk UKT untuk fakultas kedokteran (FK). Nasih memberi masukan mengenai standar UKT itu dengan harapan bisa membantu para mahasiswa.

Dia mengusulkan agar standar UKT tidak dinilai per prodi, tapi per PTN. Dengan begitu, akan ketemu biaya per mahasiswa pada satu PTN BH. “Bukan apa-apa. Ada banyak prodi yang BKT-nya (biaya kuliah tunggal, Red) tinggi, tapi mahasiswanya tidak tertarik dan pasti nggak sanggup mbayar setinggi itu,” paparnya.

Jadi melalui skema tersebut, prodi-prodi tertentu yang market-nya bagus bisa ditoleransi untuk melampaui BKT. Sedangkan prodi-prodi yang pasarnya lemah seperti keperawatan, sejarah, antropologi, akuakultur, sosiologi, dan lainnya bisa saja dibebaskan dari UKT atau UKT-nya rendah. “Dengan demikian, terjadi subsidi silang tidak hanya dalam satu prodi, tapi juga antarprodi,” ujarnya. (mia/c6/oni/jpg/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/