26.7 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Adu Kepentingan di UU Pilpres

JAKARTA – Tarik menarik kepentingan parpol terus mewarnai pembahasan Revisi Undang-Undang No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden. Hingga kemarin pembahasannya masih alot, bahkan jauh dari kata sepakat. Karena alot, pembahasannya ditunda sampai menunggu ada hasil rapat internal dari seluruh fraksi.

Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Ignatius Mulyono mengakui alotnya pembahasan revisi UU Pilpres itu karena ada dua kelompok fraksi yang sama-sama kuat mempertahankan pendapat.

Kelompok pertama seperti Fraksi Partai Demokrat, Golkar PDIP, PAN, dan PKB setuju tidak ada perubahan dengan UU Pilpres. Sedangkan untuk teknisnya cukup diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kelompok kedua yang terdiri PKS, PPP, Gerindra, dan Hanura meminta UU tersebut diubah. Bahkan termasuk teknisnya juga minta dimasukkan ke dalam UU tersebut. “Karena itu semua fraksi sepakat untuk menunda rapat pleno pembahasan revisi UU Pilpres sembari menunggu hasil rapat internal seluruh fraksi, siapa tahu bisa musyawarah muwafakat,” kata Ignatius di Gedung Parlemen RI, kemarin (4/4).

Menurut Ignatius, ketika di Baleg bisa musyawarah mufakat, maka tidak perlu lagi dibawa ke paripurna. Nanti akan dirapatkan pada Rabu 10 April besok,” tambahnya.

Menurut Ignatius, yang menjadi perdebatan sengit antar-kelompok fraksi di DPR ini diantaranya presidential threshold (preshold). Ada tiga usulan yang mengemuka, yaitu parliamentary threshold  (PT) 3 persen dan preshold  20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional. Usulan lainnya yakni  PT 3,5 persen kursi atau 4 persen suara sah nasional dan  preshold 0 persen. Usulan terakhir  ini diperjuangkan kelompok kedua.

Sementara itu, anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Arif Wibowo menyambut baik putusan sementara untuk menunda pleno revisi UU Pilpres tersebut. “Kami sepakat dengan beberapa fraksi yang lain bahwa revisi UU Pilpres diendapkan lagi lantaran banyak pertimbangan. Ada aspek legislasi dan politiknya,” kata Arif di Gedung DPR, Senayan.

Menurut Arif, perbedaan pendapat fraksi-fraksi di DPR terkait angka ambang batas pengusungan calon presiden atau presidential threshold yang makin alot. Padahal jika disadari angka preshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional masih relevan. “Soal preshold sebaiknya tidak diubah supaya tak kontradiktif. Sebab sejak UU Parpol disahkan, kami berkeinginan menciptakan pemerintahan yang kuat,” ungkapnya.

Hanya saja, bagi anggota Baleg dari PPP Ahmad Yani, pendapat Arif dinilainya bisa membunuh capres alternatif. Pasalnya penetapan angka 20 persen  yang diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 tak sesuai aspek sosiologis. “Aturan ini sama sekali tidak mencerminkan denyut nadi aspirasi masyarakat. UU itu tak mampu dan tidak mau menjawab aspirasi yang berkembang,” kata Yani, kemarin.

Karena itu, Fraksi PPP meminta pembahasan revisi UU Pemilu Presiden tetap dilanjutkan dan diselesaikan. Diakuinya, pembahasan itu sangat penting terkait dengan tuntutan masyarakat atas munculnya figur alternatif dalam Pilpres 2014 yang sangat luar biasa.  (dms/jpnn)

JAKARTA – Tarik menarik kepentingan parpol terus mewarnai pembahasan Revisi Undang-Undang No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden. Hingga kemarin pembahasannya masih alot, bahkan jauh dari kata sepakat. Karena alot, pembahasannya ditunda sampai menunggu ada hasil rapat internal dari seluruh fraksi.

Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Ignatius Mulyono mengakui alotnya pembahasan revisi UU Pilpres itu karena ada dua kelompok fraksi yang sama-sama kuat mempertahankan pendapat.

Kelompok pertama seperti Fraksi Partai Demokrat, Golkar PDIP, PAN, dan PKB setuju tidak ada perubahan dengan UU Pilpres. Sedangkan untuk teknisnya cukup diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kelompok kedua yang terdiri PKS, PPP, Gerindra, dan Hanura meminta UU tersebut diubah. Bahkan termasuk teknisnya juga minta dimasukkan ke dalam UU tersebut. “Karena itu semua fraksi sepakat untuk menunda rapat pleno pembahasan revisi UU Pilpres sembari menunggu hasil rapat internal seluruh fraksi, siapa tahu bisa musyawarah muwafakat,” kata Ignatius di Gedung Parlemen RI, kemarin (4/4).

Menurut Ignatius, ketika di Baleg bisa musyawarah mufakat, maka tidak perlu lagi dibawa ke paripurna. Nanti akan dirapatkan pada Rabu 10 April besok,” tambahnya.

Menurut Ignatius, yang menjadi perdebatan sengit antar-kelompok fraksi di DPR ini diantaranya presidential threshold (preshold). Ada tiga usulan yang mengemuka, yaitu parliamentary threshold  (PT) 3 persen dan preshold  20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional. Usulan lainnya yakni  PT 3,5 persen kursi atau 4 persen suara sah nasional dan  preshold 0 persen. Usulan terakhir  ini diperjuangkan kelompok kedua.

Sementara itu, anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Arif Wibowo menyambut baik putusan sementara untuk menunda pleno revisi UU Pilpres tersebut. “Kami sepakat dengan beberapa fraksi yang lain bahwa revisi UU Pilpres diendapkan lagi lantaran banyak pertimbangan. Ada aspek legislasi dan politiknya,” kata Arif di Gedung DPR, Senayan.

Menurut Arif, perbedaan pendapat fraksi-fraksi di DPR terkait angka ambang batas pengusungan calon presiden atau presidential threshold yang makin alot. Padahal jika disadari angka preshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional masih relevan. “Soal preshold sebaiknya tidak diubah supaya tak kontradiktif. Sebab sejak UU Parpol disahkan, kami berkeinginan menciptakan pemerintahan yang kuat,” ungkapnya.

Hanya saja, bagi anggota Baleg dari PPP Ahmad Yani, pendapat Arif dinilainya bisa membunuh capres alternatif. Pasalnya penetapan angka 20 persen  yang diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 tak sesuai aspek sosiologis. “Aturan ini sama sekali tidak mencerminkan denyut nadi aspirasi masyarakat. UU itu tak mampu dan tidak mau menjawab aspirasi yang berkembang,” kata Yani, kemarin.

Karena itu, Fraksi PPP meminta pembahasan revisi UU Pemilu Presiden tetap dilanjutkan dan diselesaikan. Diakuinya, pembahasan itu sangat penting terkait dengan tuntutan masyarakat atas munculnya figur alternatif dalam Pilpres 2014 yang sangat luar biasa.  (dms/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/