25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Penunjukan Putri Mahkota Jadi Raja Jogja Ditentang

Keputusan Raja Jogja yang juga Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang salah satunya menobatkan putrinya, GKR Pembayun, sebagai putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi mendapat perlawanan keras dari adik-adik HB X.
Keputusan Raja Jogja yang juga Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang salah satunya menobatkan putrinya, GKR Pembayun, sebagai putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi mendapat perlawanan keras dari adik-adik HB X.

JOGJA, SUMUTPOS.CO – Suasana Keraton Jogjakarta atau Ngayogyokarta bisa diibaratkan seperti api dalam sekam. Keputusan Raja Jogja yang juga Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang salah satunya menobatkan putrinya, GKR Pembayun, sebagai putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi mendapat perlawanan keras dari adik-adik HB X.

Keputusan raja Jogja yang disebut sebagai sabdaraja dan dawuhraja itu ditolak saudara-saudaranya. Mereka adalah para pangeran, yakni GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat, GBPH Cakraningrat, dan GBPH Condrodiningrat, bersama adik-adik HB X lainnya yang tinggal di luar DIJ.

Kemelut Keraton Jogjakarta tersebut berawal ketika HB X mengadakan pisowanan khusus yang dihadiri keluarga pada 30 April. Dalam kesempatan itu, HB mengeluarkan dawuhraja. Isinya antara lain HB mencopot gelar khalifatullah yang artinya pemimpin agama. Gelar tersebut selama ini selalu dipakai para sultan dinasti Mataram itu.

Tidak berhenti di situ, perlawanan adik-adik HB sangat keras atas dinobatkannya GKR Pembayun sebagai putri mahkota. Artinya, Pembayun yang bergelar GKR Mangkubumi berhak menggantikan ayahnya duduk di takhta Kerajaan Jogja. Sebuah tradisi yang selama ratusan tahun tak pernah terjadi di Kerajaan Mataram sejak era Panembahan Senopati.

“Gusti Kanjeng Ratu Pembayun mendapat dawuhasma kalenggahan enggal (perintah nama kedudukan baru) menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram,” ungkap Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Purbodiningrat setelah menghadiri pisowanan di Bangsal Sitihinggil, Keraton Jogja, 5 Mei lalu.

Menanggapi penolakan keluarganya, HB X akhirnya membuka suara setelah mengeluarkan sabdaraja dan dawuhraja. HB menyatakan tidak mempermasalahkan pihak-pihak yang tak sepakat dengan sabdaraja maupun dawuhraja yang dibacakannya. Dia juga menjanjikan minggu depan ada penjelasan resmi dari Keraton Jogja soal itu.

Ketika dikonfirmasi wartawan apakah benar dawuhraja Selasa lalu (5/5) menobatkan putri sulungnya, GKR Pembayun, sebagai putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi, HB pun segera menjawab. “Wingi tahu gak (kemarin tahu tidak, Red)” Sudah tahu jangan tanya lagi,” ujar HB seusai pertemuan dengan duta besar Korea Selatan untuk Indonesia di Kepatihan kemarin (6/5).

Keputusan Raja Jogja yang juga Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang salah satunya menobatkan putrinya, GKR Pembayun, sebagai putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi mendapat perlawanan keras dari adik-adik HB X.
Keputusan Raja Jogja yang juga Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang salah satunya menobatkan putrinya, GKR Pembayun, sebagai putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi mendapat perlawanan keras dari adik-adik HB X.

JOGJA, SUMUTPOS.CO – Suasana Keraton Jogjakarta atau Ngayogyokarta bisa diibaratkan seperti api dalam sekam. Keputusan Raja Jogja yang juga Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang salah satunya menobatkan putrinya, GKR Pembayun, sebagai putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi mendapat perlawanan keras dari adik-adik HB X.

Keputusan raja Jogja yang disebut sebagai sabdaraja dan dawuhraja itu ditolak saudara-saudaranya. Mereka adalah para pangeran, yakni GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat, GBPH Cakraningrat, dan GBPH Condrodiningrat, bersama adik-adik HB X lainnya yang tinggal di luar DIJ.

Kemelut Keraton Jogjakarta tersebut berawal ketika HB X mengadakan pisowanan khusus yang dihadiri keluarga pada 30 April. Dalam kesempatan itu, HB mengeluarkan dawuhraja. Isinya antara lain HB mencopot gelar khalifatullah yang artinya pemimpin agama. Gelar tersebut selama ini selalu dipakai para sultan dinasti Mataram itu.

Tidak berhenti di situ, perlawanan adik-adik HB sangat keras atas dinobatkannya GKR Pembayun sebagai putri mahkota. Artinya, Pembayun yang bergelar GKR Mangkubumi berhak menggantikan ayahnya duduk di takhta Kerajaan Jogja. Sebuah tradisi yang selama ratusan tahun tak pernah terjadi di Kerajaan Mataram sejak era Panembahan Senopati.

“Gusti Kanjeng Ratu Pembayun mendapat dawuhasma kalenggahan enggal (perintah nama kedudukan baru) menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram,” ungkap Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Purbodiningrat setelah menghadiri pisowanan di Bangsal Sitihinggil, Keraton Jogja, 5 Mei lalu.

Menanggapi penolakan keluarganya, HB X akhirnya membuka suara setelah mengeluarkan sabdaraja dan dawuhraja. HB menyatakan tidak mempermasalahkan pihak-pihak yang tak sepakat dengan sabdaraja maupun dawuhraja yang dibacakannya. Dia juga menjanjikan minggu depan ada penjelasan resmi dari Keraton Jogja soal itu.

Ketika dikonfirmasi wartawan apakah benar dawuhraja Selasa lalu (5/5) menobatkan putri sulungnya, GKR Pembayun, sebagai putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi, HB pun segera menjawab. “Wingi tahu gak (kemarin tahu tidak, Red)” Sudah tahu jangan tanya lagi,” ujar HB seusai pertemuan dengan duta besar Korea Selatan untuk Indonesia di Kepatihan kemarin (6/5).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/