25.6 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Lagi, Wacana Pemindahan Ibukota Mencuat

Ibukota negara pindah-Ilustrasi
Ibukota negara pindah-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditengarai menjadi pemicu wacana pemindahan ibukota negara kembali mencuat. Setidaknya, hal ini diyakini karena Jokowi terkesan tak betah di Jakarta. Sikap Jokowi pun dianggap membingungkan, termasuk oleh Megawati Soekarnoputri.

“Presidennya (Jokowi) betah tinggal di mana sekarang? Tiba-tiba dia ke Bogor, bilangnya pusat pemerintahan mau pindah ke sana. Sekarang tiba-tiba dia ke Solo. Kalau presidennya aja enggak jelas tinggalnya, bagaimana mau pindahkan ibukota,” sindir sejarahwan Ridwan Saidi saat berbicara dalam acara Forum Senator untuk Rakyat bertema “Ibu Kota Pindah Kemana” di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (7/6).

Oleh karena itu, Ridwan yakin wacana pemindahan pusat pemerintah ke Palangkaraya yang dilontarkan oleh Megawati Soekarnoputri akhir bulan lalu karena bingung dengan tingkah Jokowi yang tidak jelas menjadikan pusat pemerintahan di mana. “Itu wacana Bu Mega sebetulnya sindirian. Dia bingung Jokowi ini sebetulnya betah di mana,”kata Ridwan.

Tapi, bagaimanapun wacana pemindahan ibu kota Indonesiamemang kembali mencuat. Rencana itu disampaikan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan didukung Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dua lembaga itu berpendapat, Jakarta sudah tidak layak lagi menjadi ibu kota. Sebab, dengan anggaran yang melimpah, kota yang dulu bernama Batavia itu belum bisa mengatasi kemacetan dan banjir.

Penilaian tersebut disampaikan Staf Khusus Men PPN/Bappenas Sony Harry saat diskusi di salah satu restoran di Jakarta Pusat kemarin (7/6). Sony mengakui bahwa Bappenas sudah membahas pemindahan ibu kota meski baru sebatas rapat di internal kementerian dan belum secara mendalam. “Hanya diskusi-diskusi informal yang dilakukan dengan Pak Menteri,” ucapnya.

Sony menyatakan, ide pemindahan itu merupakan gagasan Andrinof Chaniago. Sebelum menjadi menteri, Andrinof merupakan orang yang getol menyuarakan pemindahan ibu kota negara. Sebab, Jakarta sudah tidak mampu mendukung ledakan penduduk. Akibatnya, sampai saat kini kemacetan belum bisa diatasi.

Menurut Sony, memang kota-kota besar dan ibukota di negara lain, seperti Tokyo di Jepang dan New Delhi di India, juga macet. Namun, kepadatan kendaraannya masih bisa diurai. Berbeda dengan Jakarta. Dia menyebutkan, di kota yang terdiri atas lima wilayah itu, hampir di setiap jalan selalu macet. Bahkan, Bappenas sudah menghitung kerugian akibat lamanya waktu yang habis di perjalanan. “Per tahun sampai Rp96 triliun,” jelasnya.

Faktor lain adalah kepemilikan tanah dan tata ruang. Sony menjelaskan, sebagai ibukota negara, pembangunan infrastruktur harus terus dilakukan karena kebutuhan negara selalu berkembang. Di Jakarta, mayoritas tanah sudah dimiliki orang. Mengonversi tanah milik pribadi menjadi milik pemda itu pun sulit. “Meski Jakarta punya APBD yang besar, sulit membangun infrastrukturnya,” ucapnya.

Wacana pemindahan ibukota itu juga mendapat dukungan dari Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto. Dia mengaku sudah hilang harapan dengan Jakarta. Pasalnya, kota yang paling padat penduduknya di Indonesia itu tidak bisa memanfaatkan keunggulan dari segi anggaran. “Jakarta mempunyai anggaran besar, namun tidak bermanfaat bagi pengembangan kotanya,” paparnya.

Ibukota negara pindah-Ilustrasi
Ibukota negara pindah-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditengarai menjadi pemicu wacana pemindahan ibukota negara kembali mencuat. Setidaknya, hal ini diyakini karena Jokowi terkesan tak betah di Jakarta. Sikap Jokowi pun dianggap membingungkan, termasuk oleh Megawati Soekarnoputri.

“Presidennya (Jokowi) betah tinggal di mana sekarang? Tiba-tiba dia ke Bogor, bilangnya pusat pemerintahan mau pindah ke sana. Sekarang tiba-tiba dia ke Solo. Kalau presidennya aja enggak jelas tinggalnya, bagaimana mau pindahkan ibukota,” sindir sejarahwan Ridwan Saidi saat berbicara dalam acara Forum Senator untuk Rakyat bertema “Ibu Kota Pindah Kemana” di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (7/6).

Oleh karena itu, Ridwan yakin wacana pemindahan pusat pemerintah ke Palangkaraya yang dilontarkan oleh Megawati Soekarnoputri akhir bulan lalu karena bingung dengan tingkah Jokowi yang tidak jelas menjadikan pusat pemerintahan di mana. “Itu wacana Bu Mega sebetulnya sindirian. Dia bingung Jokowi ini sebetulnya betah di mana,”kata Ridwan.

Tapi, bagaimanapun wacana pemindahan ibu kota Indonesiamemang kembali mencuat. Rencana itu disampaikan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan didukung Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dua lembaga itu berpendapat, Jakarta sudah tidak layak lagi menjadi ibu kota. Sebab, dengan anggaran yang melimpah, kota yang dulu bernama Batavia itu belum bisa mengatasi kemacetan dan banjir.

Penilaian tersebut disampaikan Staf Khusus Men PPN/Bappenas Sony Harry saat diskusi di salah satu restoran di Jakarta Pusat kemarin (7/6). Sony mengakui bahwa Bappenas sudah membahas pemindahan ibu kota meski baru sebatas rapat di internal kementerian dan belum secara mendalam. “Hanya diskusi-diskusi informal yang dilakukan dengan Pak Menteri,” ucapnya.

Sony menyatakan, ide pemindahan itu merupakan gagasan Andrinof Chaniago. Sebelum menjadi menteri, Andrinof merupakan orang yang getol menyuarakan pemindahan ibu kota negara. Sebab, Jakarta sudah tidak mampu mendukung ledakan penduduk. Akibatnya, sampai saat kini kemacetan belum bisa diatasi.

Menurut Sony, memang kota-kota besar dan ibukota di negara lain, seperti Tokyo di Jepang dan New Delhi di India, juga macet. Namun, kepadatan kendaraannya masih bisa diurai. Berbeda dengan Jakarta. Dia menyebutkan, di kota yang terdiri atas lima wilayah itu, hampir di setiap jalan selalu macet. Bahkan, Bappenas sudah menghitung kerugian akibat lamanya waktu yang habis di perjalanan. “Per tahun sampai Rp96 triliun,” jelasnya.

Faktor lain adalah kepemilikan tanah dan tata ruang. Sony menjelaskan, sebagai ibukota negara, pembangunan infrastruktur harus terus dilakukan karena kebutuhan negara selalu berkembang. Di Jakarta, mayoritas tanah sudah dimiliki orang. Mengonversi tanah milik pribadi menjadi milik pemda itu pun sulit. “Meski Jakarta punya APBD yang besar, sulit membangun infrastrukturnya,” ucapnya.

Wacana pemindahan ibukota itu juga mendapat dukungan dari Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto. Dia mengaku sudah hilang harapan dengan Jakarta. Pasalnya, kota yang paling padat penduduknya di Indonesia itu tidak bisa memanfaatkan keunggulan dari segi anggaran. “Jakarta mempunyai anggaran besar, namun tidak bermanfaat bagi pengembangan kotanya,” paparnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/