Jokowi Didikte
Sebelum reshuffle Kabinet Kerja Jilid I pada Agustus 2014 lalu, mayoritas menteri lebih loyal kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla dibanding Presiden Joko Widodo. Alhasil, Jokowi pun kelimpungan dalam mengendalikan para pembantunya tersebut.
“Susunan kabinet pertama, Jokowi lumayan babak belur. Menteri-menterinya lebih loyal kepada JK,” aktivis pro demokrasi, Adhie M. Massardi dalam diskusi publik “Jokowi Vs JK dalam Isu Reshuffle Kabinet Jilid II” di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, (Jumat, 8/1).
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih ini menceritakan pada awal proses rekrutmen menteri, setiap partai pendukung pemerintah mengirim dua nama untuk satu posisi ke Presiden Jokowi.
Namun, karena Jokowi banyak tidak mengenal nama-nama yang disodorkan partai pendukung, Wapres JK kemudian menyeleksi dan memilih nama yang dekat dengan dia. Karena JK memang sudah lama malang melintang di kancah politik Indonesia.
“Jokowi hanya dapat Kepala Bappenas (Andrinof Chaniago) dan Mensesneg (Pratikno),” ucap Adhie, yang juga Juru Bicara Presiden era Pemerintahan Abdurrahman Wahid ini.
Pada Agustus lalu, Jokowi merombak enam kabinet. Salah satunya adalah menteri pilihan Jokowi sendiri, yaitu Andrinof Chaniago.
Sementara itu, politisi senior Rachmawati Soekarnoputri menyebutkan, Presiden Jokowi dinilai tidak kuat menahan dikte dari ‘bos’ partainya untuk segera merombak susunan Kabinet Kerja. Hal ini yang membuat isu reshuffle menguat kembali di tengah publik.
“Gonta-ganti terus. Jokowi tidak tahan pressure bos partainya untuk rombak kabinet, konflik intra oligarki rezim atau perang antar geng sudah sangat memalukan,” katanya.
Menurut dia, konflik Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjungan dengan Menteri BUMN Rini Soemarno membuat PDIP ‘bernafsu’ menggusur Rini dari jabatannya.
Rachmawati menilai sikap Mega yang menantang presiden sudah menjadi “trademark”-nya. Sikap serupa ditunjukkan Mega ketika Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat presiden.
“Preseden buruk ini sudah menjadi trademark Mega dari mulai perseteruannya dengan Gus Dur, lanjut diobok-oboknya Polri masalah penunjukan Kapolri antara Chaerudin Ismail (versi Gus Dur) Vs Bimantoro (versi Mega), bahkan orang pun tahu perseteruan Mega Vs SBY,” lanjut Rachma dalam keterangan tertulisnya.
Rachma menilai, negara saat ini membutuhkan pemimpin dengan pikiran negarawan yang mengerti cita-cita Proklamasi, dapat meniti jembatan emas kemerdekaan menuju masyarakat adil makmur sejahtera. “Bukan pemimpi dengan nama besar di belakangnya,” tegas putri Bung Karno ini. (owi/dyn/zul/adl/jpg/ril)