34.5 C
Medan
Friday, May 3, 2024

SMA dan SMK tak Harus Gratis

Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). UN saat ini dimoratorium pemerintah.
Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polemik alih pengelolaan SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke provinsi masih bergulir. Padahal regulasi yang mengaturnya, UU 32/2014 tentang Otonomi Daerah, sudah diterbitkan 2014. Kondisi ini menunjukkan perencanaan pemerintah yang jelek.

Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, ada dua sebab munculnya polemik pengalihan kewenangan pengelolaan itu. Dia mengatakan, ketika aturan alih fungsi itu dieksekusi, berarti tidak ada cetak biru perencanaan yang baik.

’’Sejak 2014 sampai 2017 pemerintah pusat maupun daerah ngapain?’’ katanya.

Penyebab polimik berikutnya adalah penganggaran urusan pendidikan yang tidak sehat. Khususnya oleh provinsi. Sehingga ketika provinsi mendapat tanggung jawab mengelola SMA dan SMK, hasilnya malah kedodoran. Contohnya sekolah jenjang SMA dan SMK di Surabaya yang semula gratis, kini menjadi berbayar.

Dari data neraca pendidikan daerah (NPD) Kemendikbud terbitan 2017, terlihat memang sejumlah provinsi cukup ’’pelit’’ mengalokasikan uang dari pendapatan asli daerah (PAD) masing-masing. Contohnya di Provinsi Jawa Timur, alokasi dana pendidikan 2016 dari PAD mereka hanya 1,7 persen. Turun dari alokasi 2015 yang tercatat 2,2 persen.

’’Semua tahu PAD Jawa Timur itu tinggi sekali. Tetapi kenapa untuk anggaran pendidikan kok cuma 1,7 persen,’’ jelasnya. Dengan porsi anggaran pendidikan yang sekecil itu, Kemendikbud menghitung rata-rata setiap siswa di Jawa Timur mendapat uang pendidikan Rp56.400 per tahun dari PAD.

Indra mengatakan, sebelum aturan alih kewenangan berlaku efektif, seharusnya provinsi serta kabupaten dan kota di bawahnya melakukan rembuk anggaran pendidikan. Alokasi dana pendidikan dari PAD harus dinaikkan. Konsekuensinya alokasi bidang lainnya dikurangi. ’’Tentu ada yang tidak suka. Tetapi ini untuk pendidikan,’’ jelasnya.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, pemerintah sudah menuntaskan urusan birokrasi sebagai efek dari pengalihan kewenangan itu. Contohnya untuk gaji guru PNS dan dana BOS juga sudah disesuaikan. ’’Dana BOS triwulan pertama cair minggu kedua atau ketiga,’’ katanya.

Hamid mengatakan, pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan SMA dan SMK gratis secara nasional. Perkara selama ini ada SMA dan SMK yang gratis, itu karena kemampuan pemda masing-masing. Dia menegaskan, pemkab atau pemkot tidak dilarang untuk ikut membantu pembiayaan SMA maupun SMK. ’’Selama urusan di PAUD, SD, dan SMP yang menjadi kewajiban utama sudah tuntas,’’ terangnya.

Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). UN saat ini dimoratorium pemerintah.
Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polemik alih pengelolaan SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke provinsi masih bergulir. Padahal regulasi yang mengaturnya, UU 32/2014 tentang Otonomi Daerah, sudah diterbitkan 2014. Kondisi ini menunjukkan perencanaan pemerintah yang jelek.

Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, ada dua sebab munculnya polemik pengalihan kewenangan pengelolaan itu. Dia mengatakan, ketika aturan alih fungsi itu dieksekusi, berarti tidak ada cetak biru perencanaan yang baik.

’’Sejak 2014 sampai 2017 pemerintah pusat maupun daerah ngapain?’’ katanya.

Penyebab polimik berikutnya adalah penganggaran urusan pendidikan yang tidak sehat. Khususnya oleh provinsi. Sehingga ketika provinsi mendapat tanggung jawab mengelola SMA dan SMK, hasilnya malah kedodoran. Contohnya sekolah jenjang SMA dan SMK di Surabaya yang semula gratis, kini menjadi berbayar.

Dari data neraca pendidikan daerah (NPD) Kemendikbud terbitan 2017, terlihat memang sejumlah provinsi cukup ’’pelit’’ mengalokasikan uang dari pendapatan asli daerah (PAD) masing-masing. Contohnya di Provinsi Jawa Timur, alokasi dana pendidikan 2016 dari PAD mereka hanya 1,7 persen. Turun dari alokasi 2015 yang tercatat 2,2 persen.

’’Semua tahu PAD Jawa Timur itu tinggi sekali. Tetapi kenapa untuk anggaran pendidikan kok cuma 1,7 persen,’’ jelasnya. Dengan porsi anggaran pendidikan yang sekecil itu, Kemendikbud menghitung rata-rata setiap siswa di Jawa Timur mendapat uang pendidikan Rp56.400 per tahun dari PAD.

Indra mengatakan, sebelum aturan alih kewenangan berlaku efektif, seharusnya provinsi serta kabupaten dan kota di bawahnya melakukan rembuk anggaran pendidikan. Alokasi dana pendidikan dari PAD harus dinaikkan. Konsekuensinya alokasi bidang lainnya dikurangi. ’’Tentu ada yang tidak suka. Tetapi ini untuk pendidikan,’’ jelasnya.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, pemerintah sudah menuntaskan urusan birokrasi sebagai efek dari pengalihan kewenangan itu. Contohnya untuk gaji guru PNS dan dana BOS juga sudah disesuaikan. ’’Dana BOS triwulan pertama cair minggu kedua atau ketiga,’’ katanya.

Hamid mengatakan, pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan SMA dan SMK gratis secara nasional. Perkara selama ini ada SMA dan SMK yang gratis, itu karena kemampuan pemda masing-masing. Dia menegaskan, pemkab atau pemkot tidak dilarang untuk ikut membantu pembiayaan SMA maupun SMK. ’’Selama urusan di PAUD, SD, dan SMP yang menjadi kewajiban utama sudah tuntas,’’ terangnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/