31.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

KPU Kini Berhak Larang Terpidana Maju di Pemilu

KPU-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sejumlah ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berimplikasi cukup besar.

Paling tidak, penyelenggara kini bisa menetapkan syarat calon kepala daerah untuk Pilkada 2018 dan calon anggota legislatif untuk Pemilu 2019, bersih dari kasus hukum.

Tidak lagi seperti pada Pilkada 2017, di mana KPU terpaksa membolehkan terpidana dengan status hukuman masa percobaan maju sebagai pasangan calon kepala daerah.

Karena hasil rapat konsultasi ‎dengan DPR ketika itu membolehkannya.

KPU tidak bisa menolak, karena Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menyatakan, keputusan hasil rapat konsultasi dengan DPR mengikat. Pasal inilah yang kemudian dibatalkan oleh MK.

“Jadi dulu itu peraturan yang dipaksakan oleh DPR karena ada kepentingan sekelompok elite. KPU ketika itu tidak setuju, tapi kan terkekang dengan frasa yang mengikat itu,” ujar peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani di Jakarta, Rabu (12/7).

‎Fadli menilai, KPU bisa menggunakan putusan MK yang dibacakan Senin (10/7) kemarin, sebagai alas pijak yang baik untuk memperbaiki seluruh peraturan-peraturan KPU.

Terutama yang berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi dan peraturan yang beberapa waktu yang lalu dibahas berdasarkan adanya kepentingan elite politik.

“Jadi saya kira ini kesempatan yang baik bagi penyelenggara pemilu dalam menyusun peraturan KPU untuk Pemilu 2019 dan yang terdekat Pilkada 2018. Agar tidak ada lagi ruang bagi DPR dan pemerintah untuk memaksa KPU memasukkan poin-poin yang sebetulnya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” pungkas Fadli. (gir/jpnn)

KPU-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sejumlah ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berimplikasi cukup besar.

Paling tidak, penyelenggara kini bisa menetapkan syarat calon kepala daerah untuk Pilkada 2018 dan calon anggota legislatif untuk Pemilu 2019, bersih dari kasus hukum.

Tidak lagi seperti pada Pilkada 2017, di mana KPU terpaksa membolehkan terpidana dengan status hukuman masa percobaan maju sebagai pasangan calon kepala daerah.

Karena hasil rapat konsultasi ‎dengan DPR ketika itu membolehkannya.

KPU tidak bisa menolak, karena Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menyatakan, keputusan hasil rapat konsultasi dengan DPR mengikat. Pasal inilah yang kemudian dibatalkan oleh MK.

“Jadi dulu itu peraturan yang dipaksakan oleh DPR karena ada kepentingan sekelompok elite. KPU ketika itu tidak setuju, tapi kan terkekang dengan frasa yang mengikat itu,” ujar peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani di Jakarta, Rabu (12/7).

‎Fadli menilai, KPU bisa menggunakan putusan MK yang dibacakan Senin (10/7) kemarin, sebagai alas pijak yang baik untuk memperbaiki seluruh peraturan-peraturan KPU.

Terutama yang berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi dan peraturan yang beberapa waktu yang lalu dibahas berdasarkan adanya kepentingan elite politik.

“Jadi saya kira ini kesempatan yang baik bagi penyelenggara pemilu dalam menyusun peraturan KPU untuk Pemilu 2019 dan yang terdekat Pilkada 2018. Agar tidak ada lagi ruang bagi DPR dan pemerintah untuk memaksa KPU memasukkan poin-poin yang sebetulnya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” pungkas Fadli. (gir/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/