26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Calon Tunggal Meningkat, Bukti Partai Pragmatis

Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komposisi pasangan calon (paslon) dalam kontestasi Pilkada 2018 menunjukkan fakta baru. Jumlah daerah yang memiliki paslon tunggal memang naik. Tapi, persentase daerah yang punya tiga sampai empat paslon pun meningkat.

Berdasar studi yang dilakukan Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI), persentase calon tunggal naik dari 6 persen pada pilkada 2017 menjadi 7,6 persen pada 2018. Tapi, di saat bersamaan, daerah yang memiliki tiga sampai empat paslon juga meningkat. Perinciannya, persentase daerah dengan tiga paslon naik dari 26,7 persen pada 2017 menjadi 34 persen pada 2018. Lalu, daerah dengan empat paslon naik dari 17,8 persen pada 2017 menjadi 24,5 persen pada 2018. ”Yang dua pasang menurun dari 28,7 persen menjadi 18 persen,” kata Direktur Puskapol UI Aditya Perdana kemarin (12/1).

Adit menilai fakta tersebut ironis. Sebab, meningkatnya calon tunggal menunjukkan pola partai yang semakin pragmatis. Sosok yang dianggap kuat secara finansial, struktur, dan elektabilitas didukung secara bersama-sama oleh parpol. ”Tapi, di beberapa daerah, ada juga partai yang tetap mengusung calon tertentu meski elektabilitasnya tidak terlalu baik,” imbuhnya.

Adit menduga hal itu dipengaruhi pelaksanaan Pemilu 2019. Dengan waktu yang amat dekat, partai ingin menunjukkan eksistensinya di hadapan pemilih. Khususnya di daerah yang dinilai strategis. Dengan begitu, bisa saja pencalonan tetap dilakukan meski potensi menang kecil. ”Pilkada juga bisa dijadikan semacam cek ombak untuk mengukur sejauh mana mesin partai bergerak menjelang pemilu,” kata alumnus University of Hamburg tersebut. Apalagi, belakangan ini keputusan pencalonan di daerah lebih dipengaruhi sikap partai di tingkat pusat.

Sementara itu, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi enggan berkomentar lebih jauh terkait dengan motif partai. Namun, dia mengatakan bahwa meningkatnya rata-rata jumlah paslon adalah hal positif. Sebab, salah satu parameter pemilu demokratis adalah seberapa tinggi tingkat kompetisi dan kontestasi kandidat. ”Selain itu, memberikan ruang bagi masyarakat,” ujarnya di kantor KPU, Jakarta, kemarin.

Dari aspek penyelenggaraan, sedikit atau banyaknya partai tidak terlampau berpengaruh pada sisi teknis pemilu. ”Surat suara sama. Paling, ukurannya lebih besar sedikit kalau banyak calon. Nggak terlalu berpengaruh,” imbuhnya. (far/c11/oni/jpg)

Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komposisi pasangan calon (paslon) dalam kontestasi Pilkada 2018 menunjukkan fakta baru. Jumlah daerah yang memiliki paslon tunggal memang naik. Tapi, persentase daerah yang punya tiga sampai empat paslon pun meningkat.

Berdasar studi yang dilakukan Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI), persentase calon tunggal naik dari 6 persen pada pilkada 2017 menjadi 7,6 persen pada 2018. Tapi, di saat bersamaan, daerah yang memiliki tiga sampai empat paslon juga meningkat. Perinciannya, persentase daerah dengan tiga paslon naik dari 26,7 persen pada 2017 menjadi 34 persen pada 2018. Lalu, daerah dengan empat paslon naik dari 17,8 persen pada 2017 menjadi 24,5 persen pada 2018. ”Yang dua pasang menurun dari 28,7 persen menjadi 18 persen,” kata Direktur Puskapol UI Aditya Perdana kemarin (12/1).

Adit menilai fakta tersebut ironis. Sebab, meningkatnya calon tunggal menunjukkan pola partai yang semakin pragmatis. Sosok yang dianggap kuat secara finansial, struktur, dan elektabilitas didukung secara bersama-sama oleh parpol. ”Tapi, di beberapa daerah, ada juga partai yang tetap mengusung calon tertentu meski elektabilitasnya tidak terlalu baik,” imbuhnya.

Adit menduga hal itu dipengaruhi pelaksanaan Pemilu 2019. Dengan waktu yang amat dekat, partai ingin menunjukkan eksistensinya di hadapan pemilih. Khususnya di daerah yang dinilai strategis. Dengan begitu, bisa saja pencalonan tetap dilakukan meski potensi menang kecil. ”Pilkada juga bisa dijadikan semacam cek ombak untuk mengukur sejauh mana mesin partai bergerak menjelang pemilu,” kata alumnus University of Hamburg tersebut. Apalagi, belakangan ini keputusan pencalonan di daerah lebih dipengaruhi sikap partai di tingkat pusat.

Sementara itu, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi enggan berkomentar lebih jauh terkait dengan motif partai. Namun, dia mengatakan bahwa meningkatnya rata-rata jumlah paslon adalah hal positif. Sebab, salah satu parameter pemilu demokratis adalah seberapa tinggi tingkat kompetisi dan kontestasi kandidat. ”Selain itu, memberikan ruang bagi masyarakat,” ujarnya di kantor KPU, Jakarta, kemarin.

Dari aspek penyelenggaraan, sedikit atau banyaknya partai tidak terlampau berpengaruh pada sisi teknis pemilu. ”Surat suara sama. Paling, ukurannya lebih besar sedikit kalau banyak calon. Nggak terlalu berpengaruh,” imbuhnya. (far/c11/oni/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/