26 C
Medan
Friday, January 31, 2025

Setnov Absen Lagi dari Pemeriksaan

FOTO: IMAM HUSEIN/JAWA POS
Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Sidang tersebut beragenda mendengarkan sejumlah keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK salah satunya Ketua DPR Setya Novanto.

KUASA HUKUM GUGAT UU KPK

Terpisah, gelombang perlawanan kembali diluncurkan oleh Setnov. Kali ini melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Kemarin, Fredrich Yunadi yang diberi mandat sebagai kuasa hukum oleh Setnov mengajukan judical review (JR) atau uji materiil terhadap dua pasal dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Yakni pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 12 ayat (1) huruf b. “Ya, itu tadi kan daftar,” ungkap dia ketika ditemui di Gedung MK.

Dua pasal dalam UU KPK tersebut diuji dengan UUD 1945. Kemarin pengajuan uji materiil oleh Setnov diterima MK dengan tanda terima bernomor 1734/PAN.MK/XI/2017 dan 1735/PAN.MK/XI/2017. Menurut Fredrich, keputusan mengajukan permohonan uji materiil diambil lantaran pihaknya menilai KPK sudah melampaui ketentuan. Misalnya soal pemanggilan Setnov senagai ketua DPR. “Saya selalu mengatakan wajib meminta izin presiden,” kata dia menegaskan.

Fredrich menyampaikan bahwa dirinya berani menyampaikan itu lantaran UUD 1945 mengatur soal hak imunitas anggota DPR. Aturan itu tertuang dalam pasal 20A ayat (3) UUD 1945. Aturan serupa juga tertulis dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Bahkan, sambung dia, putusan MK tahun 2014 menyatakan bahwa pemanggilan legislator oleh KPK harus seizin presiden. “Menurut norma hukum, UU apapun tidak boleh bersentuhan atau melampaui UUD 1945,” terangnya.

Selain berpendapat bahwa KPK telah melampaui ketentuan, langkah mengajukan uji materiil serupa dengan keputusan KPK menguji materiil kewenangan Pansus Hak Angket KPK. Menurut Fredrich, pansus itu punya hak memanggil KPK. “Mereka (KPK) kan selalu mengabaikan panggilan pansus. Dengan alasan akan menunggu putusan MK,” beber dia. Hal serupa bakal dilakukan oleh Setnov. “Bahwa klien kami akan menunggu putusan MK untuk menentukan sikap,” imbuhnya.

Keterangan tersebut sekaligus menegaskan bahwa Setnov tidak akan memenuhi panggilan KPK sebelum ada putusan MK dari uji materiil yang dia ajukan. “Saya harap semua orang menghormati hukum,” pinta Fredrich. Dia menyatakan, pihaknya sudah taat hukum. Juga sudah meminta agar MK segera menyidangkan permohonan uji materiil yang mereka ajukan. Tujuannya tidak lain agar kasus tersebut tidak menggantung serta tidak lagi membuat masyarakat bingung.

Soal kemungkinan Setnov dipanggil paksa oleh KPK, Fredrich pun menyampaikan kembali bahwa hal serupa bisa dilakukan oleh DPR. “Berarti sama dong, pansus juga boleh panggil paksa dia (KPK) dong,” imbuhnya. Menurut dia, bukan hanya KPK yang boleh mengambil sikap setelah ada putusan MK. Setnov pun demikian. Pejabat kelahiran Bandung itu juga punya hak untuk menentukan sikap setelah ada putusan MK atas uji materiil yang dia mohonkan

Disisi lain, KPK terus menguatkan bukti dan keterangan kasus e-KTP dari para saksi di persidangan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Jaksa menghadirkan pemilik Delta Energy Investment Company Made Oka Masagung, Komisaris PT Softorb Technology Muji Rakhmat Kurniawan, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto, pengusaha asal Singapura Muda Ikhsan Harahap dan Anang Sugiana Sudihardjo.

Jaksa KPK mengkonfrontir keterangan Oka Masagung yang merupakan teman Setnov dengan Anang, Muji Rakhmat dan Muda Ikhsan terkait aliran uang yang ditengarai berhubungan dengan proyek e-KTP. Di sidang sebelumnya, Oka mengakui pernah menerima uang USD 1,8 juta dari Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem yang meninggal dunia beberapa waktu lalu.

Meski dikonfrontasi dengan saksi lain terkait indikasi uang yang mengalir ke Andi Narogong dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Setnov), Oka tetap mengaku tidak tahu. Distribusi duit tersebut diduga keluar masuk di rekening Oka pada medio Desember 2012 silam. “Saya betul-betul belum ingat,” ungkapnya. (bay/tyo/syn/jpg)

FOTO: IMAM HUSEIN/JAWA POS
Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Sidang tersebut beragenda mendengarkan sejumlah keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK salah satunya Ketua DPR Setya Novanto.

KUASA HUKUM GUGAT UU KPK

Terpisah, gelombang perlawanan kembali diluncurkan oleh Setnov. Kali ini melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Kemarin, Fredrich Yunadi yang diberi mandat sebagai kuasa hukum oleh Setnov mengajukan judical review (JR) atau uji materiil terhadap dua pasal dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Yakni pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 12 ayat (1) huruf b. “Ya, itu tadi kan daftar,” ungkap dia ketika ditemui di Gedung MK.

Dua pasal dalam UU KPK tersebut diuji dengan UUD 1945. Kemarin pengajuan uji materiil oleh Setnov diterima MK dengan tanda terima bernomor 1734/PAN.MK/XI/2017 dan 1735/PAN.MK/XI/2017. Menurut Fredrich, keputusan mengajukan permohonan uji materiil diambil lantaran pihaknya menilai KPK sudah melampaui ketentuan. Misalnya soal pemanggilan Setnov senagai ketua DPR. “Saya selalu mengatakan wajib meminta izin presiden,” kata dia menegaskan.

Fredrich menyampaikan bahwa dirinya berani menyampaikan itu lantaran UUD 1945 mengatur soal hak imunitas anggota DPR. Aturan itu tertuang dalam pasal 20A ayat (3) UUD 1945. Aturan serupa juga tertulis dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Bahkan, sambung dia, putusan MK tahun 2014 menyatakan bahwa pemanggilan legislator oleh KPK harus seizin presiden. “Menurut norma hukum, UU apapun tidak boleh bersentuhan atau melampaui UUD 1945,” terangnya.

Selain berpendapat bahwa KPK telah melampaui ketentuan, langkah mengajukan uji materiil serupa dengan keputusan KPK menguji materiil kewenangan Pansus Hak Angket KPK. Menurut Fredrich, pansus itu punya hak memanggil KPK. “Mereka (KPK) kan selalu mengabaikan panggilan pansus. Dengan alasan akan menunggu putusan MK,” beber dia. Hal serupa bakal dilakukan oleh Setnov. “Bahwa klien kami akan menunggu putusan MK untuk menentukan sikap,” imbuhnya.

Keterangan tersebut sekaligus menegaskan bahwa Setnov tidak akan memenuhi panggilan KPK sebelum ada putusan MK dari uji materiil yang dia ajukan. “Saya harap semua orang menghormati hukum,” pinta Fredrich. Dia menyatakan, pihaknya sudah taat hukum. Juga sudah meminta agar MK segera menyidangkan permohonan uji materiil yang mereka ajukan. Tujuannya tidak lain agar kasus tersebut tidak menggantung serta tidak lagi membuat masyarakat bingung.

Soal kemungkinan Setnov dipanggil paksa oleh KPK, Fredrich pun menyampaikan kembali bahwa hal serupa bisa dilakukan oleh DPR. “Berarti sama dong, pansus juga boleh panggil paksa dia (KPK) dong,” imbuhnya. Menurut dia, bukan hanya KPK yang boleh mengambil sikap setelah ada putusan MK. Setnov pun demikian. Pejabat kelahiran Bandung itu juga punya hak untuk menentukan sikap setelah ada putusan MK atas uji materiil yang dia mohonkan

Disisi lain, KPK terus menguatkan bukti dan keterangan kasus e-KTP dari para saksi di persidangan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Jaksa menghadirkan pemilik Delta Energy Investment Company Made Oka Masagung, Komisaris PT Softorb Technology Muji Rakhmat Kurniawan, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto, pengusaha asal Singapura Muda Ikhsan Harahap dan Anang Sugiana Sudihardjo.

Jaksa KPK mengkonfrontir keterangan Oka Masagung yang merupakan teman Setnov dengan Anang, Muji Rakhmat dan Muda Ikhsan terkait aliran uang yang ditengarai berhubungan dengan proyek e-KTP. Di sidang sebelumnya, Oka mengakui pernah menerima uang USD 1,8 juta dari Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem yang meninggal dunia beberapa waktu lalu.

Meski dikonfrontasi dengan saksi lain terkait indikasi uang yang mengalir ke Andi Narogong dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Setnov), Oka tetap mengaku tidak tahu. Distribusi duit tersebut diduga keluar masuk di rekening Oka pada medio Desember 2012 silam. “Saya betul-betul belum ingat,” ungkapnya. (bay/tyo/syn/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/