25 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Dasar Hukum Densus Tipikor Tak Jelas

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  – Polemik pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terus mencuat. Sebagian pihak mendukung penguatan unit pemberantasan korupsi di tubuh Polri itu. Namun, tidak sedikit pula yang menolak rencana penggabungan fungsi penyidikan dan penuntutan dibawah naungan satu atap Densus Tipikor. Mereka juga mempertanyakan dasar pembentukan unit baru itu.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Adery Ardhan Saputro menyatakan, fungsi penuntutan hanya melekat pada kejaksaan dan KPK. Kewenangan itu dipayungi undang-undang. ”Kalau ingin menggabungkan (penyidikan dan penuntutan, Red), levelnya (aturan) harusnya undang-undang,” ujarnya di Jakarta, kemarin (15/10).

Menurut dia, kejaksaan agung (kejagung) bakal dibawah bayang-bayang institusi kepolisian bila rencana penggabungan tersebut terealisasi. Itu seiring rencana Densus Tipikor yang bakal dikepalai Inspektur Jenderal (Irjen) polisi. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip kejaksaan sebagai pengendali proses perkara dari penyidikan sampai putusan (dominus litis).

Secara prinsip, penuntut umum mempunyai kewajiban untuk melakukan pengawasan secara horizontal terhadap penyidikan. Nah, bila penyidikan dan penuntutan digabung dalam satu atap, dikhawatirkan prinsip tersebut tidak berjalan dengan semestinya. ”Karena namanya densus tipikor, jadi kemungkinan besar koordinasi (penyidikan dan penuntutan) dibawah kepolisian,” terang Adery.

Peneliti MaPPI FHUI Dio Ashar Wicaksana menambahkan, polisi, KPK dan kejaksaan memiliki kewenangan masing-masing dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, pembentukan Densus Tipikor harus segera diikuti dengan payung hukum yang jelas. ”Ini (Densus Tipikor) harus diatur betul agar tidak berimplikasi terhadap objektivitas penuntutan,” ujarnya.

Polri diharapkan segera memberikan kepastian terkait payung hukum yang kelak digunakan densus. Baik itu surat keputusan (SK), peraturan presiden (perpres), atau peraturan pemerintah (PP). ”Kalau tidak ada kejelasan, bagaimana dengan fungsi administrative of justice ?,” ucap Dio. Meski demikian, pihaknya mendukung upaya polisi mewujudkan komitmen pemberantasan korupsi.

Anggota Komisi III DPR Dossy Iskandar mengatakan, dalam membentuk Densus Tipikor, polri harus berbicara dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Kementerian Keuangan. Sebab, unit baru itu akan merombak struktur organisasi. Ada yang naik eselon ketika densus dibentuk.

Politikus Partai Hanura itu menjelaskan bahwa densus akan menguatkan keberadaan Direktorat Tipikor Mabes Polri. Direktorat itu akan ditingkatkan menjadi densus. Yang sebelumnya melaporkan tugasnya ke Bareskrim, nantinya akan melapor langsung ke kapolri. Jadi, direktorat tipikor akan dihilangkan dan diintegrasikan dengan Densus Tipikor.

Terkait dengan dasar pembentukan densus, menurut Dossy, unit baru itu bisa dibentuk berdasarkan surat keputusan kapolri. “Harapan kami, Presiden Joko Widodo menyetujui pembentukan unit khusus tersebut,” terang mantan Sekjen DPP Partai Hanura itu. (tyo/lum/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  – Polemik pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terus mencuat. Sebagian pihak mendukung penguatan unit pemberantasan korupsi di tubuh Polri itu. Namun, tidak sedikit pula yang menolak rencana penggabungan fungsi penyidikan dan penuntutan dibawah naungan satu atap Densus Tipikor. Mereka juga mempertanyakan dasar pembentukan unit baru itu.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Adery Ardhan Saputro menyatakan, fungsi penuntutan hanya melekat pada kejaksaan dan KPK. Kewenangan itu dipayungi undang-undang. ”Kalau ingin menggabungkan (penyidikan dan penuntutan, Red), levelnya (aturan) harusnya undang-undang,” ujarnya di Jakarta, kemarin (15/10).

Menurut dia, kejaksaan agung (kejagung) bakal dibawah bayang-bayang institusi kepolisian bila rencana penggabungan tersebut terealisasi. Itu seiring rencana Densus Tipikor yang bakal dikepalai Inspektur Jenderal (Irjen) polisi. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip kejaksaan sebagai pengendali proses perkara dari penyidikan sampai putusan (dominus litis).

Secara prinsip, penuntut umum mempunyai kewajiban untuk melakukan pengawasan secara horizontal terhadap penyidikan. Nah, bila penyidikan dan penuntutan digabung dalam satu atap, dikhawatirkan prinsip tersebut tidak berjalan dengan semestinya. ”Karena namanya densus tipikor, jadi kemungkinan besar koordinasi (penyidikan dan penuntutan) dibawah kepolisian,” terang Adery.

Peneliti MaPPI FHUI Dio Ashar Wicaksana menambahkan, polisi, KPK dan kejaksaan memiliki kewenangan masing-masing dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, pembentukan Densus Tipikor harus segera diikuti dengan payung hukum yang jelas. ”Ini (Densus Tipikor) harus diatur betul agar tidak berimplikasi terhadap objektivitas penuntutan,” ujarnya.

Polri diharapkan segera memberikan kepastian terkait payung hukum yang kelak digunakan densus. Baik itu surat keputusan (SK), peraturan presiden (perpres), atau peraturan pemerintah (PP). ”Kalau tidak ada kejelasan, bagaimana dengan fungsi administrative of justice ?,” ucap Dio. Meski demikian, pihaknya mendukung upaya polisi mewujudkan komitmen pemberantasan korupsi.

Anggota Komisi III DPR Dossy Iskandar mengatakan, dalam membentuk Densus Tipikor, polri harus berbicara dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Kementerian Keuangan. Sebab, unit baru itu akan merombak struktur organisasi. Ada yang naik eselon ketika densus dibentuk.

Politikus Partai Hanura itu menjelaskan bahwa densus akan menguatkan keberadaan Direktorat Tipikor Mabes Polri. Direktorat itu akan ditingkatkan menjadi densus. Yang sebelumnya melaporkan tugasnya ke Bareskrim, nantinya akan melapor langsung ke kapolri. Jadi, direktorat tipikor akan dihilangkan dan diintegrasikan dengan Densus Tipikor.

Terkait dengan dasar pembentukan densus, menurut Dossy, unit baru itu bisa dibentuk berdasarkan surat keputusan kapolri. “Harapan kami, Presiden Joko Widodo menyetujui pembentukan unit khusus tersebut,” terang mantan Sekjen DPP Partai Hanura itu. (tyo/lum/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/