26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Tersangka Korupsi e-KTP, Novanto Diminta Mundur

Lucius berpendapat, tuntutan etika jabatan mestinya tak hanya dilakukan dengan tunduk pada aturan semata. Akan tetapi lebih pada kesadaran diri untuk menyadari tingkah lakunya dalam kaca mata kepentingan bangsa.

Jadi, keputusan mengundurkan diri bagi Novanto merupakan memperlihatkan kualitas moral pribadinya sebagai pemimpin. “Jika dia ngotot bertahan padahal status tersangka mengganggu kinerjanya dalam mewakili kepentingan publik, maka sesungguhnya Novanto tak pantas menjadi pemimpin,” kritik Lucius.

Jika atas kesadaran diri sendiri Setnov tidak bersedia mundur, maka MKD yang merupakan alat kelengkapan khusus yang berfungsi untuk menyelidikki dugaan pelanggaran etik anggota DPR, harus bisa mengambil inisiatif. Dalam Tata Beracara MKD Pasal 1 ayat 15, MKD dimungkinkan untuk memproses sesuatu tanpa perlu menunggu aduan. Lagi-lagi acuannya adalah kepentingan publik.

Jadi dengan pertimbangan kepentingan yang lebih luas, mestinya MKD juga bisa mengambi inisiatif untuk menyelidikki dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto yang membuatnya menjadi tersangka.

“Singkatnya keputusan terkait Novanto sekaligus menjadi ujian seberapa anggota MKD khususnya dan DPR umumnya berpikir untuk kepentingan bangsa daripada untuk kepentingan Novanto semata,” pungkas Lucius.

Sementara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, Ketua Umum Setya Novanto tidak bisa mundur begitu saja seperti yang dilakukan Ketua DPD Partai Golkar sekaligus Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti. Sebab statusnya berbeda. “Ridwan mengundurkan diri karena dia terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Sementara Novanto tidak di-OTT dan hanya dituduh terlibat kasus korupsi e-KTP. Itu beda statusnya,” ujar Idrus usai menemui Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/7).

Sementara, soal pakta integritas Partai Golkar bahwa yang terlibat korupsi harus mengundurkan diri, Idrus berdalih, ada asas praduga tak bersalah yang dijunjung tinggi partai beringin.

“Pakta integritas di situ ada berdasarkan aturan. Tidak boleh sekedar reka-reka, rekayasa dan ada asas praduga tak bersalah. Kalau nggak mau ngikuti praduga tidak bersalah, ya hilangkan ini sebagai asas hukum,” sebut Idrus.

Lalu bagaimana dengan desakan mundur? Idrus  berpendapat itu hanya akan mengacaukan konsolidasi partai Golkar saat ini. Apalagi, katanya, jika keputusan di dalam proses hukum nantinya berbeda dengan penetapan tersangka Novanto.

“Misalkan ada keputusan yang berbeda dengan itu, tentu akan mengacaukan kembali konsolidasi yang ada,” pungkas Idrus. (jpg/adz)

Lucius berpendapat, tuntutan etika jabatan mestinya tak hanya dilakukan dengan tunduk pada aturan semata. Akan tetapi lebih pada kesadaran diri untuk menyadari tingkah lakunya dalam kaca mata kepentingan bangsa.

Jadi, keputusan mengundurkan diri bagi Novanto merupakan memperlihatkan kualitas moral pribadinya sebagai pemimpin. “Jika dia ngotot bertahan padahal status tersangka mengganggu kinerjanya dalam mewakili kepentingan publik, maka sesungguhnya Novanto tak pantas menjadi pemimpin,” kritik Lucius.

Jika atas kesadaran diri sendiri Setnov tidak bersedia mundur, maka MKD yang merupakan alat kelengkapan khusus yang berfungsi untuk menyelidikki dugaan pelanggaran etik anggota DPR, harus bisa mengambil inisiatif. Dalam Tata Beracara MKD Pasal 1 ayat 15, MKD dimungkinkan untuk memproses sesuatu tanpa perlu menunggu aduan. Lagi-lagi acuannya adalah kepentingan publik.

Jadi dengan pertimbangan kepentingan yang lebih luas, mestinya MKD juga bisa mengambi inisiatif untuk menyelidikki dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto yang membuatnya menjadi tersangka.

“Singkatnya keputusan terkait Novanto sekaligus menjadi ujian seberapa anggota MKD khususnya dan DPR umumnya berpikir untuk kepentingan bangsa daripada untuk kepentingan Novanto semata,” pungkas Lucius.

Sementara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, Ketua Umum Setya Novanto tidak bisa mundur begitu saja seperti yang dilakukan Ketua DPD Partai Golkar sekaligus Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti. Sebab statusnya berbeda. “Ridwan mengundurkan diri karena dia terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Sementara Novanto tidak di-OTT dan hanya dituduh terlibat kasus korupsi e-KTP. Itu beda statusnya,” ujar Idrus usai menemui Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/7).

Sementara, soal pakta integritas Partai Golkar bahwa yang terlibat korupsi harus mengundurkan diri, Idrus berdalih, ada asas praduga tak bersalah yang dijunjung tinggi partai beringin.

“Pakta integritas di situ ada berdasarkan aturan. Tidak boleh sekedar reka-reka, rekayasa dan ada asas praduga tak bersalah. Kalau nggak mau ngikuti praduga tidak bersalah, ya hilangkan ini sebagai asas hukum,” sebut Idrus.

Lalu bagaimana dengan desakan mundur? Idrus  berpendapat itu hanya akan mengacaukan konsolidasi partai Golkar saat ini. Apalagi, katanya, jika keputusan di dalam proses hukum nantinya berbeda dengan penetapan tersangka Novanto.

“Misalkan ada keputusan yang berbeda dengan itu, tentu akan mengacaukan kembali konsolidasi yang ada,” pungkas Idrus. (jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/