Sementara itu, Istana mengklarifikasi klaim Setnov yang disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terkait pertemuan dengan Presiden Joko Widodo. Juru Bicara Pesiden Johan Budi mengakui, Setnov memang beberapa kali datang ke Istana sepanjang tahun ini. Namun, itu dalam kapasitasnya sebagai ketua DPR. Setnov mewakili DPR hadir dalam sejumlah acara resmi yang dilangsungkan di Istana.
Dalam kondisi tersebut, tentu Setnov dan Presiden sama-sama hadir di satu ruangan. ’’Apakah setelah itu ada pertemuan, saya tidak tahu,’’ terangnya di kompleks Istana Kepresidenan Bogor kemarin. Yang jelas, saat itu Setnov hadir sebagai representasi DPR, dan Presiden dalam kapasitas sebagai tuan rumah sekaligus kepala pemerintahan.
Berdasarkan catatan Jawa Pos, dua edisi terakhir pertemuan Presiden dan Setnov terjadi di tempat yang berbeda. Pertama, keduanya bertemu pada 16 Oktober lalu usai pelantikan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kala itu, usai pelantikan, Presiden mengajak para kepala lembaga negara yang hadir, termasuk Setnov, untuk makan bersama di meja oval Istana Negara.
Kemudian, pertemuan kedua terjadi di Solo. Yakni, saat Presiden menikahkan putri keduanya, Kahiyang Ayu, dengan Bobby Nasution. Setnov hadir saat akad nikah pagi harinya, kemudian hadir kembali saat resepsi malam di Graha Saba Buana Solo.
Mengenai pertemuan tersebut, Johan mengatakan peluangnya pasti ada saat acara resmi. Tentu dalam kapasitas jabatan yang melekat. ’’Bisa saja ada pertemuan, Cuma apa saja yang dibahas saya tidak tahu,’’ lanjut Johan.
Yang menurut Johan lebih penting adalah sikap presiden atas persoalan hukum yang menimpa Setnov. ’’Sikap Presiden tetap. Presiden itu tidak bisa mencampuri domainnya KPK. KPK itu lembaga independen,’’ tutur pria kelahiran Mojokerto, Jatim, itu. Hukum atau Yudikatif sudah punya kewenangan sendiri yang tidak boleh dilangkahi siapapun, termasuk presiden.
Sama halnya, lanjut Johan, seperti saat publik meminta presiden menghentikan hak angket terhadap KPK. Presiden menyatakan tidak bisa menghentikan proses angket tersebut. Sebab, bagaimanapun angket merupakan domain DPR yang tentunya tidak bisa dicampuri eksekutif. (tyo/lum/byu/jpg)