26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Revisi UU KPK Ditunda, Inisiator Revisi Siapa Ya?

Mahasiswa demo menolak Revisi UU KPK. Siapa inisiator revisi, sampai saat ini jadi misteri.
Mahasiswa demo menolak Revisi UU KPK. Siapa inisiator revisi, sampai saat ini jadi misteri.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembahasan revisi UU KPK hanya ditunda untuk sementara waktu, tidak dihapus dari Prolegnas 2016. Kesepakatan ini dibuat setelah pimpinan DPR mengadakan rapat bersama Presiden Jokowi. Uniknya, menjadi misteri siapa inisiator di balik revisi UU yang akan membabat kewenangan KPK itu. Pemerintah dan DPR saling buang badan, dan tak tahu siapa pihak yang menginisiasi lebih dulu.

Bekas Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah mengungkapkan saat ini tak ada kejelasan mengenai kebutuhan siapa yang bakal terpenuhi dalam pengajuan revisi UU KPK di parlemen. Bahkan inisiatornya pun tak jelas.

Berdasarkan dokumen yang ia dapatkan pada 16 Juni 2015, kata Chandra, rapat kerja Kementerian Hukum dan HAM dengan Badan Legislatif mencatat DPR sebagai inisiator. Dalam laporan lain disebutkan pemerintah yang mengusulkan. Kemenkumham juga pernah mengirim surat bantahan mengajukan revisi UU KPK.

Karena itu, menurut Chandra, pengajuan revisi UU KPK ini penuh ketidakjelasan. Kedua lembaga, kata Chandra, tampak malu-malu dan saling melempar badan. “Apa yang terjadi? Kenapa saling melempar?” paparnya dalam diskusi di Daniel S. Lev Law Library, Jakarta Selatan, Senin (22/2).

Chandra menyebutkan revisi UU KPK mungkin saja diperlukan. Namun harus dilihat dari sisi kebutuhannya. “Kebutuhan siapa dan kapan dipenuhinya,” katanya

Pada diskusi itu, Chandra juga menegaskan bahwa momentum merevisi UU KPK bukan saat ini. Menurut dia, yang lebih perlu diubah bukan UU KPK, tapi UU Pemberantasan Korupsi. “Hukum materialnya perlu diperbaiki dulu sebelum hukum formilnya,” tuturnya.

Dia menilai Pasal 2 dan 3 dalam UU Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 paling perlu direvisi karena banyak penafsiran yang tidak pas atas aturan itu.

Selain itu, Chandra mengatakan, Indonesia perlu membenahi sistem penegakan hukum yang dinilainya kerap ke luar jalur. Peran setiap penegak hukum juga perlu diperjelas dan disesuaikan dengan sistem tersebut.

Daripada merevisi UU KPK, Chandra menawarkan solusi. “Untuk sementara, pemerintah dapat membuat peraturan pemerintah yang mengatur lebih rinci mekanisme kerja antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan tanpa melanggar UU,” ucapnya. Pasalnya, Chandra mengatakan, mengubah undang-undang tak mudah.

Pembahasan revisi UU KPK akan diputuskan Selasa (23/2) atau hari ini. Dalam draf revisi UU KPK yang baru, terdapat empat poin yang akan direvisi, yakni prosedur penyadapan dan penyitaan, keberadaan dewan pengawas, rekrutmen penyelidik dan penyidik independen, serta penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Dalam informasi terakhir pembahasan revisi UU KPK untuk sementara ini ditunda kelanjutannya. Keputusan itu diambil setelah Presiden Jokowi melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK dan DPR secara terpisah di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2).

“Dalam revisi UU KPK dan tadi setelah berbicara banyak mengenai revisi UU KPK, kami sepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini. Ditunda,” ujar Jokowi.

Mahasiswa demo menolak Revisi UU KPK. Siapa inisiator revisi, sampai saat ini jadi misteri.
Mahasiswa demo menolak Revisi UU KPK. Siapa inisiator revisi, sampai saat ini jadi misteri.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembahasan revisi UU KPK hanya ditunda untuk sementara waktu, tidak dihapus dari Prolegnas 2016. Kesepakatan ini dibuat setelah pimpinan DPR mengadakan rapat bersama Presiden Jokowi. Uniknya, menjadi misteri siapa inisiator di balik revisi UU yang akan membabat kewenangan KPK itu. Pemerintah dan DPR saling buang badan, dan tak tahu siapa pihak yang menginisiasi lebih dulu.

Bekas Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah mengungkapkan saat ini tak ada kejelasan mengenai kebutuhan siapa yang bakal terpenuhi dalam pengajuan revisi UU KPK di parlemen. Bahkan inisiatornya pun tak jelas.

Berdasarkan dokumen yang ia dapatkan pada 16 Juni 2015, kata Chandra, rapat kerja Kementerian Hukum dan HAM dengan Badan Legislatif mencatat DPR sebagai inisiator. Dalam laporan lain disebutkan pemerintah yang mengusulkan. Kemenkumham juga pernah mengirim surat bantahan mengajukan revisi UU KPK.

Karena itu, menurut Chandra, pengajuan revisi UU KPK ini penuh ketidakjelasan. Kedua lembaga, kata Chandra, tampak malu-malu dan saling melempar badan. “Apa yang terjadi? Kenapa saling melempar?” paparnya dalam diskusi di Daniel S. Lev Law Library, Jakarta Selatan, Senin (22/2).

Chandra menyebutkan revisi UU KPK mungkin saja diperlukan. Namun harus dilihat dari sisi kebutuhannya. “Kebutuhan siapa dan kapan dipenuhinya,” katanya

Pada diskusi itu, Chandra juga menegaskan bahwa momentum merevisi UU KPK bukan saat ini. Menurut dia, yang lebih perlu diubah bukan UU KPK, tapi UU Pemberantasan Korupsi. “Hukum materialnya perlu diperbaiki dulu sebelum hukum formilnya,” tuturnya.

Dia menilai Pasal 2 dan 3 dalam UU Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 paling perlu direvisi karena banyak penafsiran yang tidak pas atas aturan itu.

Selain itu, Chandra mengatakan, Indonesia perlu membenahi sistem penegakan hukum yang dinilainya kerap ke luar jalur. Peran setiap penegak hukum juga perlu diperjelas dan disesuaikan dengan sistem tersebut.

Daripada merevisi UU KPK, Chandra menawarkan solusi. “Untuk sementara, pemerintah dapat membuat peraturan pemerintah yang mengatur lebih rinci mekanisme kerja antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan tanpa melanggar UU,” ucapnya. Pasalnya, Chandra mengatakan, mengubah undang-undang tak mudah.

Pembahasan revisi UU KPK akan diputuskan Selasa (23/2) atau hari ini. Dalam draf revisi UU KPK yang baru, terdapat empat poin yang akan direvisi, yakni prosedur penyadapan dan penyitaan, keberadaan dewan pengawas, rekrutmen penyelidik dan penyidik independen, serta penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Dalam informasi terakhir pembahasan revisi UU KPK untuk sementara ini ditunda kelanjutannya. Keputusan itu diambil setelah Presiden Jokowi melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK dan DPR secara terpisah di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2).

“Dalam revisi UU KPK dan tadi setelah berbicara banyak mengenai revisi UU KPK, kami sepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini. Ditunda,” ujar Jokowi.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/