Center for Detention Studies (CDS) yang pernah meneliti di 63 lapas dan rutan menemukan masalah utama dalam penjara sebenarnya soal kapasitas petugas. “Hasil dari penelitian kami menunjukan sebenarnya masalah terbesarnya ada pada penguatan kapasitas petugas pemasyarakatan,” ujar peneliti CDS Gatot Goei.
Menurut Gatot penguatan petugas pemasyarakatan menjadi kebutuhan mendesak, baik melalui penambahan maupun pelatihan. Selama ini kekurangan petugas banyak disikapi dengan bantuan tahanan pendamping (tamping).
“Tamping itu banyak dilibatkan pada sejumlah kegiatan yang sebenarnya malah dilarang dalam aturan yang ada,” terang Gatot. Bahkan, para petugas lapas dan rutan ternyata selama ini banyak yang hanya diberikan pelatihan dasar pemasyarakatan sekali saja.
Kurangnya kapasitas petugas lapas diperparah karena minimnya sosialisasi dan pengawasan aturan yang ada. Gatot menyebutkan sebenarnya banyak aturan yang cukup bagus dibuat Ditjen Pemasyarakatan, tapi itu tak berjalan dengan baik di bawah.
Kebanyakan personel lapas dan rutan selama ini juga menjalankan tugas hanya berdasarkan kebiasaan, bukan atas dasar ketentuan yang berlaku. Hasil wawancara CDS juga menunjukan integritas petugas di mata napi masih rendah. Mereka masih sering meminta punggutan liat dengan dalih perawatan sarana prasarana.
“Integritas petugas lapas dan rutan ini yang sebenarnya sangat penting untuk menjaga wibawa mereka dihadapan napi,” ujarnya. Selama ini napi dan tahanan kerap berulah karena mereka juga tidak takut terhadap petugas.
Gatot mengatakan, pemerintah seharusnya tidak bisa serta merta menggunakan alasan over kapasitas saat terjadi masalah di lapas dan rutan. Dia mencontohkan di Thailand tingkat over capacity penjaranya lebih dasyat dari Indonesia.
Dari data yang didapat Gatot, total kapasitas hunian lapas di Thailand sebesar 150 ribu. Jumlah lapas dan rutannya ada 471 unit. Sedangkan jumlah narapidana dan tahanan ada 316 ribu orang. Sedangkan petugas lapas dan rutan di negeri Gajah Putih ada 10 ribu orang.
Nah di Indonesia, ada 470 lapas dan rutan dengan kapasitas total 118.390 orang. Jumlah penghuni 182.202 ribu orang (per2 April 2016) dengan petugas 31 ribu orang. “Kalau dilihat dari angka itu, over capacity kita masih lebih baik dari pada Thailand tapi mereka bisa mengendalikan lebih baik,” terang Gatot.
Sementara itu, kriminolog Universitas Indonesia Agun Gunanjar mengatakan, persoalan SDM di lapas dan rutan selama ini juga terjadi karena adanya tanggungjawab yang mendua. Selama ini para pejabat di rutan dan lapas bertanggungjawab ke dua bagian. Mereka harus bertanggungjawab pada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kum HAM sebagai kepanjangan tangan Kemenkum HAM.
Tanggungjawab yang sama juga harus dilakukan pada Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) sebagai kepanjangan tangan Ditjen Pemasyarakatan. ”Ini membuat jalannya organisasi tidak baik, pengaruhnya pada mekanisme reward and punishment,” ujar Agun dalam rapat kerja pemasyarakatan, kemarin.(byu/gun/jpg/adz)

