26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Tim Tujuh Belum Punya Baju

FOTO : DIAN WAHYUDI/JAWAPOS Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait kisruh KPK-Polri, Minggu (25/1/2015) di Istana Negara.
FOTO : DIAN WAHYUDI/JAWAPOS
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait kisruh KPK-Polri, Minggu (25/1/2015) di Istana Negara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Persis dengan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim independen untuk menuntaskan kisruh KPK versus Polri. Jika SBY membentuk Tim Delapan (8), Tim Tujuh (7) menjadi andalan Jokowi. Tapi, baju untuk tim ini belum ada karena Jokowi belum jugamembuat keputusan presiden (keppres).

“Kalau sudah mendapat mandat dari Keppres maka tim akan segera bertemu dengan pimpinan KPK, Polri, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat,” aku Jimly Asshiddiqie, salah satu anggota tim tersebut, kemarin di Jakarta.

Jimly mengaku timnya akan bergerak dengan deadline penyelesaian selama sebulan. “Kami harus mempercepat solusi supaya ketidakpastian saat ini tidak menciptakan ketakutan yang irasional dan mengganggu proses penegakan hukum. Semoga selesai dalam waktu 30 hari. Harus cepat, jangan lama-lama,” jelasnya.

Jika Keppres tidak dikeluarkan, maka Jimly dan teman-temannya hanya akan memberikan rekomendasi dan usul kepada Presiden untuk mengatasi kisruh yang terjadi. “Ya seperti wantimpres begitu, hanya memberikan saran dan bias sewaktu-waktu dipanggil (oleh Presiden),” jelas Jimly.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut juga berharap agar norma etika dan hukum formal diperhatikan oleh setiap pihak yang berkonflik. Dasar hukum tertulis tidak bisa menjadi satu-satunya pedoman dalam menyelesaikan masalah di kedua institusi penegak hukum itu.

“Undang-Undang Dasar bukan hanya berisi hukum konstitusi, tetapi juga etika konstitusi. Itu yang harus dijabarkan dalam setiap sistem dan tindakan, mengelola negara ini berdasarkan aturan hukum dan etika. Jangan semua mengandalkan hokum tertulis, harus ada sense of ethics,” ujar Jimly.

Selain Jimly, dalam tim independen yang dipanggil pada Minggu (25/1) terdapat juga mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (purnawirawan) Oegroseno, mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, mantan staf ahli Kapolri Bambang Widodo Umar, dan pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana. Satu anggota tim yang berhalangan hadir ke Istana semalam adalah mantan Ketua PP Muhammadiyah, Syafi’i Maarif.

Ketiadaan baju alias keppres untuk tim bergerak secara langsung menunjukkan Jokowi masih terlihat santai dalam menghadapi kisruh antara KPK dan Polri. “Prosesnya adalah setelah memanggil tokoh-tokoh, akan ada beberapa kajian dari kementerian-kementerian terkait. Kementerian ini diminta presiden untuk memberi masukan ke Presiden,” ucap Seskab Andi Widjajanto di Komplek Istana Kepresiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (26/1).

Laporan atas kajian tersebut baru akan disampaikan ke Presiden sore nanti, sekitar jam 3. “Setelah itu kajian-kajian itu dipelajari oleh presiden,” kata Andi.

Namun, nampak Jokowi juga tidak akan langsung meneken hasil kajian ini. Pasalnya, hari ini Jokowi dijadwalkan melakukan kunjungan ke Sumut.

Apabila hasil kajian itu menunjukkan Presiden perlu membuat tim independen, Andi memastikan Jokowi segera membuat Keppres sebagai payung hukum tim itu. “Kalau nanti perlu dibentuk (tim) pasti harus ada (payung hukumnya),” imbuhnya. Sampai sekarang, tim dan payung hukum itu belum dibuat. “Nunggu kajian besok (hari ini, Red) jam 3 sore. Kajiannya belum masuk,” tegasnya.

Tiru SBY

Di sisi lain, kebijakan Jokowi membentuk tim ini dinilai hanya meng-copy paste kebijakan SBY saat menangani kisruh KPK dan Polri terjadi di masa lalu. Pakar hukum pidana Universita Islam Indonesia, Muzzakir mengatakan kebijakan pembentukan tim independen tidak ada urgensinya. “Kebijakan pembuatan tim independen itu meniru apa yang sudah dilakukan pemerintahan SBY,” katanya, Senin (26/1).

Pada kisaran 2009, perseteruan KPK dan Polri pertama kali terjadi. Kala itu, perseteruan melibatkan komisioner KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang ditahan oleh Bareskrim Polri.

Tak hanya itu, Ketua KPK Antasari Azhar pun ditahan karena diduga terlibat kasus pembunuhan. Dengan tiga pimpinan yang tersangkut hukum, maka hanya menyisakan dua orang komisioner KPK.

Presiden SBY pun diminta turun tangan. Akhirnya dibentuk tim independen pencari fakta kasus Bibit-Chandra. Tim dipimpin pengacara senior Adnan Buyung Nasution dan terdiri dari delapan orang. Tim itu pun diberi nama tim delapan.

Sepekan bekerja yakni pada 9 November 2009, Tim 8 menyimpulka bahwa kasus yang menjerat Bibit dan Chandra tidak memiliki cukup bukti untuk diteruskan ke pengadilan. Sayang Kabareskrim Komjen Susno Duadji keburu mengumumkan bahwa kasus dua komisioner KPK itu telah dinyatakan lengkap alias P21. Kerja Tim 8 pun jadi sia-sia.

Muzzakir Ia pun berpendapat tugas tim independen bentukan Jokowi tak berbeda dengan tim delapan bentukan SBY. Yang jelas, lanjutnya, tim harus difokuskan pada pengusutan oknum-oknum dari kedua instansi yang diduga melakukan tindak pidana. “Yang mesti ditekankan adalah membersihkan lembaga penegak hukum dari oknum-oknum berperilaku negatif,” katanya. (bbs/jpnn/rbb)

 

FOTO : DIAN WAHYUDI/JAWAPOS Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait kisruh KPK-Polri, Minggu (25/1/2015) di Istana Negara.
FOTO : DIAN WAHYUDI/JAWAPOS
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait kisruh KPK-Polri, Minggu (25/1/2015) di Istana Negara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Persis dengan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim independen untuk menuntaskan kisruh KPK versus Polri. Jika SBY membentuk Tim Delapan (8), Tim Tujuh (7) menjadi andalan Jokowi. Tapi, baju untuk tim ini belum ada karena Jokowi belum jugamembuat keputusan presiden (keppres).

“Kalau sudah mendapat mandat dari Keppres maka tim akan segera bertemu dengan pimpinan KPK, Polri, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat,” aku Jimly Asshiddiqie, salah satu anggota tim tersebut, kemarin di Jakarta.

Jimly mengaku timnya akan bergerak dengan deadline penyelesaian selama sebulan. “Kami harus mempercepat solusi supaya ketidakpastian saat ini tidak menciptakan ketakutan yang irasional dan mengganggu proses penegakan hukum. Semoga selesai dalam waktu 30 hari. Harus cepat, jangan lama-lama,” jelasnya.

Jika Keppres tidak dikeluarkan, maka Jimly dan teman-temannya hanya akan memberikan rekomendasi dan usul kepada Presiden untuk mengatasi kisruh yang terjadi. “Ya seperti wantimpres begitu, hanya memberikan saran dan bias sewaktu-waktu dipanggil (oleh Presiden),” jelas Jimly.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut juga berharap agar norma etika dan hukum formal diperhatikan oleh setiap pihak yang berkonflik. Dasar hukum tertulis tidak bisa menjadi satu-satunya pedoman dalam menyelesaikan masalah di kedua institusi penegak hukum itu.

“Undang-Undang Dasar bukan hanya berisi hukum konstitusi, tetapi juga etika konstitusi. Itu yang harus dijabarkan dalam setiap sistem dan tindakan, mengelola negara ini berdasarkan aturan hukum dan etika. Jangan semua mengandalkan hokum tertulis, harus ada sense of ethics,” ujar Jimly.

Selain Jimly, dalam tim independen yang dipanggil pada Minggu (25/1) terdapat juga mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (purnawirawan) Oegroseno, mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, mantan staf ahli Kapolri Bambang Widodo Umar, dan pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana. Satu anggota tim yang berhalangan hadir ke Istana semalam adalah mantan Ketua PP Muhammadiyah, Syafi’i Maarif.

Ketiadaan baju alias keppres untuk tim bergerak secara langsung menunjukkan Jokowi masih terlihat santai dalam menghadapi kisruh antara KPK dan Polri. “Prosesnya adalah setelah memanggil tokoh-tokoh, akan ada beberapa kajian dari kementerian-kementerian terkait. Kementerian ini diminta presiden untuk memberi masukan ke Presiden,” ucap Seskab Andi Widjajanto di Komplek Istana Kepresiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (26/1).

Laporan atas kajian tersebut baru akan disampaikan ke Presiden sore nanti, sekitar jam 3. “Setelah itu kajian-kajian itu dipelajari oleh presiden,” kata Andi.

Namun, nampak Jokowi juga tidak akan langsung meneken hasil kajian ini. Pasalnya, hari ini Jokowi dijadwalkan melakukan kunjungan ke Sumut.

Apabila hasil kajian itu menunjukkan Presiden perlu membuat tim independen, Andi memastikan Jokowi segera membuat Keppres sebagai payung hukum tim itu. “Kalau nanti perlu dibentuk (tim) pasti harus ada (payung hukumnya),” imbuhnya. Sampai sekarang, tim dan payung hukum itu belum dibuat. “Nunggu kajian besok (hari ini, Red) jam 3 sore. Kajiannya belum masuk,” tegasnya.

Tiru SBY

Di sisi lain, kebijakan Jokowi membentuk tim ini dinilai hanya meng-copy paste kebijakan SBY saat menangani kisruh KPK dan Polri terjadi di masa lalu. Pakar hukum pidana Universita Islam Indonesia, Muzzakir mengatakan kebijakan pembentukan tim independen tidak ada urgensinya. “Kebijakan pembuatan tim independen itu meniru apa yang sudah dilakukan pemerintahan SBY,” katanya, Senin (26/1).

Pada kisaran 2009, perseteruan KPK dan Polri pertama kali terjadi. Kala itu, perseteruan melibatkan komisioner KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang ditahan oleh Bareskrim Polri.

Tak hanya itu, Ketua KPK Antasari Azhar pun ditahan karena diduga terlibat kasus pembunuhan. Dengan tiga pimpinan yang tersangkut hukum, maka hanya menyisakan dua orang komisioner KPK.

Presiden SBY pun diminta turun tangan. Akhirnya dibentuk tim independen pencari fakta kasus Bibit-Chandra. Tim dipimpin pengacara senior Adnan Buyung Nasution dan terdiri dari delapan orang. Tim itu pun diberi nama tim delapan.

Sepekan bekerja yakni pada 9 November 2009, Tim 8 menyimpulka bahwa kasus yang menjerat Bibit dan Chandra tidak memiliki cukup bukti untuk diteruskan ke pengadilan. Sayang Kabareskrim Komjen Susno Duadji keburu mengumumkan bahwa kasus dua komisioner KPK itu telah dinyatakan lengkap alias P21. Kerja Tim 8 pun jadi sia-sia.

Muzzakir Ia pun berpendapat tugas tim independen bentukan Jokowi tak berbeda dengan tim delapan bentukan SBY. Yang jelas, lanjutnya, tim harus difokuskan pada pengusutan oknum-oknum dari kedua instansi yang diduga melakukan tindak pidana. “Yang mesti ditekankan adalah membersihkan lembaga penegak hukum dari oknum-oknum berperilaku negatif,” katanya. (bbs/jpnn/rbb)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/