26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Sumut Juara Dua Sengketa Tanah

JAKARTA-Sumut menempati urutan kedua untuk urusan jumlah konflik pertanahan sepanjang 2012. Untuk posisi teratas ditempati Provinsi Jawa Timur sebanyak 24 kasus. Sedang di Sumut hingga 24 Desember 2012, terdapat 21 kasus.

Sementara DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan masing-masing sebanyak 13 kasus. Di Riau dan Jambi masing-masing 11 kasus, dan sisanya tersebar di provinsi lain di Indonesia. Total di seluruh Indonesia sepanjang 2012 terdapat 198 konflik pertanahan.

Data peringkat jumlah konflik agraria ini dirilis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di kantornya, Jakarta, Jumat (28/12).

Sekretaris Jenderal KPA Idham Arsyad menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir ini, grafik kejadian konflik agraria di tanah air terus menunjukkan peningkatan. Pada  2010 terdapat sedikitnya 106 konflik agraria, kemudian di 2011 terjadi peningkatan drastis, yaitu 163 konflik agraria yang ditandai dengan tewasnya 22 petani atau warga tewas di wilayah-wilayah konflik.

“Dan sepanjang tahun 2012 ini, KPA mencatat terdapat 198 konflik agraria di seluruh Indonesia. Luasan areal konflik mencapai lebih dari 963.411,2 hektar, serta melibatkan 141.915 kepala keluarga (KK) dalam konflik-konflik yang terjadi,” ujar Idham Arsyad saat menyampaikan Laporan Akhir Tahun 2012 KPA.

Sementara catatan kriminalisasi dan kekerasan terhadap petani sepanjang tahun 2012 adalah 156 orang petani telah ditahan, 55 orang mengalami luka-luka dan penganiayaan, 25 petani tertembak, dan tercatat 3 orang telah tewas dalam konflik agraria.

KPA memerinci, dari 198 kasus yang terjadi di tahun 2012, terbanyak terjadi di sektor perkebunan dengan 90 kasus (45 persen). Berikutnya 60 kasus di sektor pembangunan infrastruktur (30 persen),  21 kasus di sektor pertambangan (11 persen), 20 kasus di sektor kehutanan (4 persen); 5 kasus di sektor pertanian tambak/pesisir (3 persen); dan 2 kasus di sektor kelautan dan wilayah pesisir pantai (1 persen).

KPA menyoroti pemerintahan SBY-Boediono dalam masalah agraria ini. Dikatakan, Presiden SBY adalah presiden yang menjanjikan pelaksanaan Reforma Agraria dalam buku dan iklan kampanyenya kepada rakyat.

Di tahun 2007, kata Idham, pemerintah pernah berjanji melaksanakan Reforma Agraria melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Faktanya, sampai sekarang belum memenuhi janji tersebut sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.

Sepanjang kekuasaan SBY sejak tahun 2004 hingga sekarang, lanjut dia, telah terjadi 618 konflik agraria di seluruh wilayah dengan areal konflik seluas 2.399.314,49 hektar. “Dimana ada lebih dari 731.342 KK harus menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik berkepanjangan,” paparnya.

Idham menyesalkan ketidakberpihakan pemerintah kepada masyarakat yang tengah berkonflik, tindakan intimidasi dan kriminalisasi, serta pemilihan cara-cara represif oleh aparat kepolisian dan militer dalam penanganan konflik dan sengketa agraria yang melibatkan kelompok masyarakat petani dan komunitas adat.

“Karena  telah mengakibatkan 941 orang ditahan, 396 mengalami luka-luka, 63 orang diantaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, serta meninggalnya 44 orang di wilayah-wilayah konflik tersebut selama periode 2004 – 2012,” urainya.

KPA mengeluarkan rekomendasi agar Presiden SBY segera mengakhiri ego sektoral yang ada dengan memanggil dan mengumpulkan semua kementerian serta lembaga pemerintahan yang terkait dengan konflik agraria (Kepala BPN, Kemenhut, Kemen ESDM, Kemendagri, Kemeneg BUMN) untuk melakukan dan mengkoordinir percepatan penyelesaian konflik agraria.

Presiden juga didesak mengeluarkan sebuah Perpres untuk membentuk unit atau kelembagaan ad hoc penyelesaian konflik agraria, yang bertugas mengkoordinir kementerian terkait penyelesaian konflik agraria di semua sektor.

Lembaga ad hoc ini menerima laporan pengaduan dan mengambil keputusan penyelesaian konflik agraria yang terjadi, yang bersifat mengikat semua pihak, dengan prinsip pemulihan dan keadilan bagi seluruh pihak, khususnya para korban konflik agraria. (sam)

[table caption=”Konflik Tanah Terbanyak ” th=”1″]

Provinsi      ,   Kasus
Jawa Timur    ,    24
Sumut      ,       21
DKI Jakarta  ,      13
Jawa Barat  ,       13
Sumatera Selatan    ,13
Riau       ,      11
Jambi      ,      11
[/table]

Sumber: Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

JAKARTA-Sumut menempati urutan kedua untuk urusan jumlah konflik pertanahan sepanjang 2012. Untuk posisi teratas ditempati Provinsi Jawa Timur sebanyak 24 kasus. Sedang di Sumut hingga 24 Desember 2012, terdapat 21 kasus.

Sementara DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan masing-masing sebanyak 13 kasus. Di Riau dan Jambi masing-masing 11 kasus, dan sisanya tersebar di provinsi lain di Indonesia. Total di seluruh Indonesia sepanjang 2012 terdapat 198 konflik pertanahan.

Data peringkat jumlah konflik agraria ini dirilis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di kantornya, Jakarta, Jumat (28/12).

Sekretaris Jenderal KPA Idham Arsyad menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir ini, grafik kejadian konflik agraria di tanah air terus menunjukkan peningkatan. Pada  2010 terdapat sedikitnya 106 konflik agraria, kemudian di 2011 terjadi peningkatan drastis, yaitu 163 konflik agraria yang ditandai dengan tewasnya 22 petani atau warga tewas di wilayah-wilayah konflik.

“Dan sepanjang tahun 2012 ini, KPA mencatat terdapat 198 konflik agraria di seluruh Indonesia. Luasan areal konflik mencapai lebih dari 963.411,2 hektar, serta melibatkan 141.915 kepala keluarga (KK) dalam konflik-konflik yang terjadi,” ujar Idham Arsyad saat menyampaikan Laporan Akhir Tahun 2012 KPA.

Sementara catatan kriminalisasi dan kekerasan terhadap petani sepanjang tahun 2012 adalah 156 orang petani telah ditahan, 55 orang mengalami luka-luka dan penganiayaan, 25 petani tertembak, dan tercatat 3 orang telah tewas dalam konflik agraria.

KPA memerinci, dari 198 kasus yang terjadi di tahun 2012, terbanyak terjadi di sektor perkebunan dengan 90 kasus (45 persen). Berikutnya 60 kasus di sektor pembangunan infrastruktur (30 persen),  21 kasus di sektor pertambangan (11 persen), 20 kasus di sektor kehutanan (4 persen); 5 kasus di sektor pertanian tambak/pesisir (3 persen); dan 2 kasus di sektor kelautan dan wilayah pesisir pantai (1 persen).

KPA menyoroti pemerintahan SBY-Boediono dalam masalah agraria ini. Dikatakan, Presiden SBY adalah presiden yang menjanjikan pelaksanaan Reforma Agraria dalam buku dan iklan kampanyenya kepada rakyat.

Di tahun 2007, kata Idham, pemerintah pernah berjanji melaksanakan Reforma Agraria melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Faktanya, sampai sekarang belum memenuhi janji tersebut sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.

Sepanjang kekuasaan SBY sejak tahun 2004 hingga sekarang, lanjut dia, telah terjadi 618 konflik agraria di seluruh wilayah dengan areal konflik seluas 2.399.314,49 hektar. “Dimana ada lebih dari 731.342 KK harus menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik berkepanjangan,” paparnya.

Idham menyesalkan ketidakberpihakan pemerintah kepada masyarakat yang tengah berkonflik, tindakan intimidasi dan kriminalisasi, serta pemilihan cara-cara represif oleh aparat kepolisian dan militer dalam penanganan konflik dan sengketa agraria yang melibatkan kelompok masyarakat petani dan komunitas adat.

“Karena  telah mengakibatkan 941 orang ditahan, 396 mengalami luka-luka, 63 orang diantaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, serta meninggalnya 44 orang di wilayah-wilayah konflik tersebut selama periode 2004 – 2012,” urainya.

KPA mengeluarkan rekomendasi agar Presiden SBY segera mengakhiri ego sektoral yang ada dengan memanggil dan mengumpulkan semua kementerian serta lembaga pemerintahan yang terkait dengan konflik agraria (Kepala BPN, Kemenhut, Kemen ESDM, Kemendagri, Kemeneg BUMN) untuk melakukan dan mengkoordinir percepatan penyelesaian konflik agraria.

Presiden juga didesak mengeluarkan sebuah Perpres untuk membentuk unit atau kelembagaan ad hoc penyelesaian konflik agraria, yang bertugas mengkoordinir kementerian terkait penyelesaian konflik agraria di semua sektor.

Lembaga ad hoc ini menerima laporan pengaduan dan mengambil keputusan penyelesaian konflik agraria yang terjadi, yang bersifat mengikat semua pihak, dengan prinsip pemulihan dan keadilan bagi seluruh pihak, khususnya para korban konflik agraria. (sam)

[table caption=”Konflik Tanah Terbanyak ” th=”1″]

Provinsi      ,   Kasus
Jawa Timur    ,    24
Sumut      ,       21
DKI Jakarta  ,      13
Jawa Barat  ,       13
Sumatera Selatan    ,13
Riau       ,      11
Jambi      ,      11
[/table]

Sumber: Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/