25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Rekrut Hakim MK Pakai Pansel

BOYOLALI, SUMUTPOS.CO– Desakan perombakan sistem rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mendapatkan respons Presiden Joko Widodo. Presiden menjanjikan rekrutmen hakim MK tidak lagi menggunakan usulan langsung dari Presiden. Khususnya, bagi hakim MK yang akan menjadi representasi lembaga eksekutif.

Hal itu disampaikan Presiden usai peluncuran fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) bagi Industri Kecil Menengah (IKM) di Boyolali, Senin (30/1). ’’Kita akan lakukan rekrutmennya dengan pola terbuka, dengan pansel (panitia seleksi),’’ ujar Jokowi. Mengingat, hakim yang mungkin diganti merupakan usulan dari pemerintah.

Meskipun demikian, untuk saat ini, Jokowi menyatakan masih menunggu laporan perkembangan yang ada mengenai kelanjutan posisi Patrialis Akbar di MK. Dia juga masih menunggu permintaan resmi dari MK untuk mengganti hakim. Bila sudah ada permintaan resmi, barulah pemerintah menindaklanjuti dengan membentuk pansel.

Sistem rekrutmen hakim konstitusi memang tidak disebutkan secara detail dalam UU 24/2003 maupun UU 8/2011tentang MK. UU hanya menyebut bahwa hakim konstitusi berasal dari usulan Pemerintah, DPR, dan MA. Sejauh ini, baru DPR yang memiliki aturan teknis rekrutmen calon hakim konstitusi.

Menurut Jokowi, penggunaan sistem rekrutmen terbuka itu bertujuan agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi. ’’Masyarakat bisa memberikan masukan-masukan,’’ lanjutnya. Diharapkan, masukan dari masyarakat akan bisa menghasilkan hakim yang berkualitas, berintegritas, dan benar-benar mampu diamanahi kursi mulia itu.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menuturkan bahwa sistem seleksi terbuka itu punya kelemahan juga. Selama ini seleksi terbuka itu hanya menarik bagi orang-orang yang mencari pekerjaan. Mereka minim pengalaman dan akhirnya tidak mendapatkan kualifikasi yang tepat. ”Rekrutmen terbuka itu hanya dapat pencari kerja ya akhirnya tidak dapat apa-apa,” kata dia.

Yang justru diperkuat adalah tim seleksi yang terdiri dari orang-orang yang benar-benar kredibel. Margarito sendiri pernah terlibat sebagai tim seleksi hakim MK pada 2007 di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain orang yang kredibel atau tahu masalah hukum, perlu pula dilibatkan para tokoh masyarakat.

”Harus libatkan orang-orang yang matang hati dan fikirannya. Orang-orang sekelas Komaruddin Hidayat atau Azyumardi Azra,” tambah dia.

Nah, panitia seleksi itu menemukan nama-nama yang tepat dan dianggap layak untuk duduk sebagai hakim konstitusi. Lantas diundang dan diseleksi lebih ketat lagi. Khususnya untuk mencari calon yang benar-benar memenuhi kriteria sebagai negarawan.

BOYOLALI, SUMUTPOS.CO– Desakan perombakan sistem rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mendapatkan respons Presiden Joko Widodo. Presiden menjanjikan rekrutmen hakim MK tidak lagi menggunakan usulan langsung dari Presiden. Khususnya, bagi hakim MK yang akan menjadi representasi lembaga eksekutif.

Hal itu disampaikan Presiden usai peluncuran fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) bagi Industri Kecil Menengah (IKM) di Boyolali, Senin (30/1). ’’Kita akan lakukan rekrutmennya dengan pola terbuka, dengan pansel (panitia seleksi),’’ ujar Jokowi. Mengingat, hakim yang mungkin diganti merupakan usulan dari pemerintah.

Meskipun demikian, untuk saat ini, Jokowi menyatakan masih menunggu laporan perkembangan yang ada mengenai kelanjutan posisi Patrialis Akbar di MK. Dia juga masih menunggu permintaan resmi dari MK untuk mengganti hakim. Bila sudah ada permintaan resmi, barulah pemerintah menindaklanjuti dengan membentuk pansel.

Sistem rekrutmen hakim konstitusi memang tidak disebutkan secara detail dalam UU 24/2003 maupun UU 8/2011tentang MK. UU hanya menyebut bahwa hakim konstitusi berasal dari usulan Pemerintah, DPR, dan MA. Sejauh ini, baru DPR yang memiliki aturan teknis rekrutmen calon hakim konstitusi.

Menurut Jokowi, penggunaan sistem rekrutmen terbuka itu bertujuan agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi. ’’Masyarakat bisa memberikan masukan-masukan,’’ lanjutnya. Diharapkan, masukan dari masyarakat akan bisa menghasilkan hakim yang berkualitas, berintegritas, dan benar-benar mampu diamanahi kursi mulia itu.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menuturkan bahwa sistem seleksi terbuka itu punya kelemahan juga. Selama ini seleksi terbuka itu hanya menarik bagi orang-orang yang mencari pekerjaan. Mereka minim pengalaman dan akhirnya tidak mendapatkan kualifikasi yang tepat. ”Rekrutmen terbuka itu hanya dapat pencari kerja ya akhirnya tidak dapat apa-apa,” kata dia.

Yang justru diperkuat adalah tim seleksi yang terdiri dari orang-orang yang benar-benar kredibel. Margarito sendiri pernah terlibat sebagai tim seleksi hakim MK pada 2007 di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain orang yang kredibel atau tahu masalah hukum, perlu pula dilibatkan para tokoh masyarakat.

”Harus libatkan orang-orang yang matang hati dan fikirannya. Orang-orang sekelas Komaruddin Hidayat atau Azyumardi Azra,” tambah dia.

Nah, panitia seleksi itu menemukan nama-nama yang tepat dan dianggap layak untuk duduk sebagai hakim konstitusi. Lantas diundang dan diseleksi lebih ketat lagi. Khususnya untuk mencari calon yang benar-benar memenuhi kriteria sebagai negarawan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/