30.6 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Sihar Sitorus, PSMS dan Menjadi Fans Seutuh-utuhnya

Hal serupa pula, yang dirasakan seorang Sihar Sitorus, mantan Ketua Umum PSMS juga penggemar PSMS yang menyaksikan langsung pertandingan PSMS vs Arema Malang pada hari sabtu malam (26/5/2018) di Stadion Teladan kemarin. Sihar Sitorus yang mengenakan Jersey tandang PSMS musim 2008-2009 memilih berkerumun duduk di Tribun Barat, Stadion Teladan dengan berbaur dengan fans-fans PSMS lainnya. Menolak sikap elitis layaknya mantan petinggi sebuah klub sepak bola yang biasanya duduk di kursi-kursi VIP. Ini sangat penting, sebab seharusnya Sihar Sitorus bisa saja duduk di kursi elit dengan membayar sejumlah uang yang disesuaikan dengan harga satu kursi VIP.

Namun, Sihar Sitorus nyatanya menolak jalan kesunyian, Ia lebih memilih jalan dengan bersama-sama dengan fans PSMS lainnya dengan bebas bernyanyi, berteriak dan melompat keluar dari tempat duduk ketika terjadi sebuah momen penting di lapangan. Baik pelanggaran, tendangan membentur tiang gawang pun terjadi gol.

Selepas pertandingan, wajah Sihar Sitorus merekah. Mengembang lebih dari biasanya, tersenyum dan sesekali tertawa mengingat momen-momen kemenangan PSMS. Lebih lanjut, malam itu PSMS menang 2-0 melawan Arema Malang lewat dua gol yang dicetak oleh N’Guessan Yessoh.

Jika kita membaca utuh sebuah narasi sebuah fans klub sepak bola, Ia akan selalu utuh yang tidak dibatasi oleh waktu. Pun dibatasi sebuah periode sebuah jabatan elit klub. Batas waktu bermain pesepak bola dibatasi oleh umur, jabatan sebuah jabatan elit klub pun dibatasi periode bahkan seorang pelatih pun ditentukan oleh prestasi klub dalam satu musim. Para pemain bisa saja datang dan pergi dalam setiap bursa transfer dibuka. Tapi menjadi fans adalah seutuh-utuhnya, sepanjang hayat. Selagi kita masih hidup di dunia dan masih bisa merasakan segala hal yang berkaitan dengan klub yang kita cintai.

Pada analisis saya, ihwal kedatangan Sihar Sitorus kemarin hanyalah luapan kerinduannya pada PSMS, yang kadang melewatkan langsung pertandingan PSMS ditengah kesibukannya akhir-akhir ini.

Ini tidak ada kaitannya dengan spekulasi politik yang banyak orang perbincangkan dalam linimasa media sosial. Ini murni sebagai seorang fans PSMS layaknya fans-fans lainnya yang datang ke Stadion Teladan. Hal ini terlihat dari gestur Sihar Sitorus sepanjang menyaksikan pertandingan penuh ketegangan, tanpa gengsi sedikitpun kala pemain-pemain PSMS menyentuh, mengiring dan menendang bola.

Pada sebuah percakapan dengan beberapa orang di Stadion Teladan kemarin yang terekam dalam ingatan saya. Kala ditanya mengenai PSMS, Sihar Sitorus menjawab; “PSMS itu Rohakku, PSMS itu Perasaanku, PSMS is My Feeling”]

*(Blogger, Analis Sepakbola dan Penulis Sepakbola)

Hal serupa pula, yang dirasakan seorang Sihar Sitorus, mantan Ketua Umum PSMS juga penggemar PSMS yang menyaksikan langsung pertandingan PSMS vs Arema Malang pada hari sabtu malam (26/5/2018) di Stadion Teladan kemarin. Sihar Sitorus yang mengenakan Jersey tandang PSMS musim 2008-2009 memilih berkerumun duduk di Tribun Barat, Stadion Teladan dengan berbaur dengan fans-fans PSMS lainnya. Menolak sikap elitis layaknya mantan petinggi sebuah klub sepak bola yang biasanya duduk di kursi-kursi VIP. Ini sangat penting, sebab seharusnya Sihar Sitorus bisa saja duduk di kursi elit dengan membayar sejumlah uang yang disesuaikan dengan harga satu kursi VIP.

Namun, Sihar Sitorus nyatanya menolak jalan kesunyian, Ia lebih memilih jalan dengan bersama-sama dengan fans PSMS lainnya dengan bebas bernyanyi, berteriak dan melompat keluar dari tempat duduk ketika terjadi sebuah momen penting di lapangan. Baik pelanggaran, tendangan membentur tiang gawang pun terjadi gol.

Selepas pertandingan, wajah Sihar Sitorus merekah. Mengembang lebih dari biasanya, tersenyum dan sesekali tertawa mengingat momen-momen kemenangan PSMS. Lebih lanjut, malam itu PSMS menang 2-0 melawan Arema Malang lewat dua gol yang dicetak oleh N’Guessan Yessoh.

Jika kita membaca utuh sebuah narasi sebuah fans klub sepak bola, Ia akan selalu utuh yang tidak dibatasi oleh waktu. Pun dibatasi sebuah periode sebuah jabatan elit klub. Batas waktu bermain pesepak bola dibatasi oleh umur, jabatan sebuah jabatan elit klub pun dibatasi periode bahkan seorang pelatih pun ditentukan oleh prestasi klub dalam satu musim. Para pemain bisa saja datang dan pergi dalam setiap bursa transfer dibuka. Tapi menjadi fans adalah seutuh-utuhnya, sepanjang hayat. Selagi kita masih hidup di dunia dan masih bisa merasakan segala hal yang berkaitan dengan klub yang kita cintai.

Pada analisis saya, ihwal kedatangan Sihar Sitorus kemarin hanyalah luapan kerinduannya pada PSMS, yang kadang melewatkan langsung pertandingan PSMS ditengah kesibukannya akhir-akhir ini.

Ini tidak ada kaitannya dengan spekulasi politik yang banyak orang perbincangkan dalam linimasa media sosial. Ini murni sebagai seorang fans PSMS layaknya fans-fans lainnya yang datang ke Stadion Teladan. Hal ini terlihat dari gestur Sihar Sitorus sepanjang menyaksikan pertandingan penuh ketegangan, tanpa gengsi sedikitpun kala pemain-pemain PSMS menyentuh, mengiring dan menendang bola.

Pada sebuah percakapan dengan beberapa orang di Stadion Teladan kemarin yang terekam dalam ingatan saya. Kala ditanya mengenai PSMS, Sihar Sitorus menjawab; “PSMS itu Rohakku, PSMS itu Perasaanku, PSMS is My Feeling”]

*(Blogger, Analis Sepakbola dan Penulis Sepakbola)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/