27.8 C
Medan
Thursday, June 13, 2024

Berpotensi Meresahkan

Muncul Tujuh Cara Penentuan Awal Ramadan

Imam Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub memprediksi, ada tujuh macam penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri tahun ini. Banyaknya cara tersebut ditengarai menjadi salah satu pertanda bahwa umat Islam sudah mulai tidak percaya atau ogah mengakui pemerintah sebagai imam. Dia berharap, ada undang-undang yang mengatur cara penentuan Ramadan dan Idul Fitri.

Saat dihubungi kemarin (24/7), mantan wakil ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu membeberkan tujuh cara penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri 1432 Hijriah/2011 Masehi. Ali menjabarkan, cara-cara itu adalah rukyat, menggenapkan puasa selama 30 hari, atau rukyatulhilal Syawal seperti yang sering dilakukan ormas NU dan wujudulhilal atau sering disebut dengan ijtimak qoblal qurub yang kerap digunakan sebagian masyarakat.

Cara lain yang diprediksi Ali bakal terjadi adalah imkanur rukyat atau dasar perhitungan hilal dengan patokan sudah mungkin dirukyat. Cara itu kerap diambil MUI untuk mengakomodasi perbedaan ormas NU dan Muhammadiyah. “Dua cara pertama tadi dijamin benar,” tutur guru besar hadis Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta tersebut. Sementara itu, dua yang terakhir, menurut dia, masih abu-abu atau diragukan kebenarannya.

Ali juga menyebutkan tiga pola lain penentuan Ramadan dan Idul Fitri yang pasti salah. Tiga pola itu adalah perasaan syekh. Cara tersebut kerap digunakan kelompok-kelompok tarikat. Selanjutnya, ada penentuan dengan menggunakan tanda-tanda alam dan cara penentuan yang menghindari dua kali khotbah dalam sehari. “Cara-cara ini keliru dan berpotensi meresahkan,” ujarnya.

Sayang, aparat tidak bisa berbuat banyak terhadap pola-pola penentuan Ramadan dan Idul Fitri yang salah dan meresahkan tersebut. Padahal, menurut Ali, gejalan itu cukup mengkhawatirkan karena berpotensi melemahkan peran negara sebagai poros keberagamaan masyarakat. Untuk itu, dia menyarankan, ada undang-undang yang khusus mengatur ketentuan menetapkan Ramadan dan Idul Fitri.

Sebagai ulama yang pernah berkecimpung di MUI, Ali menuturkan bahwa di internal MUI masih bermunculan oknum-oknum yang menyuburkan banyaknya pola penentuan Ramadan dan Idul Fitri itu. “Ada teman-teman yang khotbah Ramadan berkali-kali dalam seminggu,” ungkap ulama alumnus Pesantren Tebu Ireng, Jombang, itu. Dia berharap, MUI juga wajib menjembatani munculnya keanekaragaman sistem penentuan Ramadan dan Idul Fitri.
Sebelumnya, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim pada 5 Juni lalu menghasilkan ketetapan bahwa awal Ramadan tahun 1432 Hijriyah jatuh pada tanggal 1 Agustus 2011.

Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Jatim juga memprediksi awal Ramadan tahun ini jatuh pada 1 Agustus 2011 dengan perhitungan ijtima yang hampir sama dengan Muhammadiyah.

Ketetapan itu menurut Sekretaris PWM Jatim, Nadjib Hamid, Selasa (28/6) lalu didasarkan pada perhitungan sistem hisab hakiki dengan pusat markas di Pantai Tanjung Kodok, Lamongan.

Dijelaskannya, ijtima akhir 29 Sya’ban terjadi pada 31 Juli pukul 01.39.42 sampai dengan 01.41.09. Saat matahari terbenam pukul 17.31.51 WIB, dan posisi hilal sudah wujud di 7 derajat 7 menit 36 detik sampai dengan 7 derajat 16 menit.

‘Hasil itu sama dengan hasil musyawarah yang dilakukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah,’ katanya.
Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Jatim juga memprediksi awal Ramadan tahun ini jatuh pada 1 Agustus 2011 dengan perhitungan ijtima yang hampir sama dengan Muhammadiyah.

Namun, Ketua Lajnah Falakiyah PWNU Jatim, Abdus Salam Nawawi tidak menjamin penentuan 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri akan sama dengan PWM Jatim. Karena ijtima’ awal Syawal terjadi pada 29 Agustus pukul 10 lebih 5 menit dengan tinggi hilal hakiki 1 derajat.

‘Karena ketinggian hilal tidak mencapai 2 derajat, maka ada kemungkinan perbedaan penetapan Idul Fitri, bisa 30 atau 31 Agustus,’ katanya.

Selain melakukan hisab, NU menurutnya tetap memprioritaskan metode rukyatul hilal atau melihat bulan. Terkait dengan itu, Ketua PBNU Said Agil Siradj menegaskan NU harus melihat bulan dulu baru menentukan kapan awal Ramadan. “Bukannya tidak bisa menghitung. Kita ini pintar kalau menghitung. Kami tidak akan menetapkan kecuali melihat,” katanya, Jumat (22/7) lalu.

Dia mengatakan, untuk hisab, NU ini paling pintar. “Kyai Gozali Mashuri sangat pintar soal hisab,” katanya.  Ia juga akan melakukan hisab. “Tapi, tidak mungkin menetapkan kalau belum rukyah,” ujarnya.
Menurut Said Agil, mata harus melihat bulan dulu. “Akhir Sya’ban kapan?” katanya. Untuk menetapkan awal Ramadan, pihaknya akan menurunkan tim untuk melihat bulan di sejumlah lokasi, di antaranya Bawean, Aceh, Bekasi, Lamongan, dan Situbondo. “Ada petugasnya nanti,” katanya. (wan/c7/agm/jpnn)

Muncul Tujuh Cara Penentuan Awal Ramadan

Imam Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub memprediksi, ada tujuh macam penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri tahun ini. Banyaknya cara tersebut ditengarai menjadi salah satu pertanda bahwa umat Islam sudah mulai tidak percaya atau ogah mengakui pemerintah sebagai imam. Dia berharap, ada undang-undang yang mengatur cara penentuan Ramadan dan Idul Fitri.

Saat dihubungi kemarin (24/7), mantan wakil ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu membeberkan tujuh cara penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri 1432 Hijriah/2011 Masehi. Ali menjabarkan, cara-cara itu adalah rukyat, menggenapkan puasa selama 30 hari, atau rukyatulhilal Syawal seperti yang sering dilakukan ormas NU dan wujudulhilal atau sering disebut dengan ijtimak qoblal qurub yang kerap digunakan sebagian masyarakat.

Cara lain yang diprediksi Ali bakal terjadi adalah imkanur rukyat atau dasar perhitungan hilal dengan patokan sudah mungkin dirukyat. Cara itu kerap diambil MUI untuk mengakomodasi perbedaan ormas NU dan Muhammadiyah. “Dua cara pertama tadi dijamin benar,” tutur guru besar hadis Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta tersebut. Sementara itu, dua yang terakhir, menurut dia, masih abu-abu atau diragukan kebenarannya.

Ali juga menyebutkan tiga pola lain penentuan Ramadan dan Idul Fitri yang pasti salah. Tiga pola itu adalah perasaan syekh. Cara tersebut kerap digunakan kelompok-kelompok tarikat. Selanjutnya, ada penentuan dengan menggunakan tanda-tanda alam dan cara penentuan yang menghindari dua kali khotbah dalam sehari. “Cara-cara ini keliru dan berpotensi meresahkan,” ujarnya.

Sayang, aparat tidak bisa berbuat banyak terhadap pola-pola penentuan Ramadan dan Idul Fitri yang salah dan meresahkan tersebut. Padahal, menurut Ali, gejalan itu cukup mengkhawatirkan karena berpotensi melemahkan peran negara sebagai poros keberagamaan masyarakat. Untuk itu, dia menyarankan, ada undang-undang yang khusus mengatur ketentuan menetapkan Ramadan dan Idul Fitri.

Sebagai ulama yang pernah berkecimpung di MUI, Ali menuturkan bahwa di internal MUI masih bermunculan oknum-oknum yang menyuburkan banyaknya pola penentuan Ramadan dan Idul Fitri itu. “Ada teman-teman yang khotbah Ramadan berkali-kali dalam seminggu,” ungkap ulama alumnus Pesantren Tebu Ireng, Jombang, itu. Dia berharap, MUI juga wajib menjembatani munculnya keanekaragaman sistem penentuan Ramadan dan Idul Fitri.
Sebelumnya, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim pada 5 Juni lalu menghasilkan ketetapan bahwa awal Ramadan tahun 1432 Hijriyah jatuh pada tanggal 1 Agustus 2011.

Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Jatim juga memprediksi awal Ramadan tahun ini jatuh pada 1 Agustus 2011 dengan perhitungan ijtima yang hampir sama dengan Muhammadiyah.

Ketetapan itu menurut Sekretaris PWM Jatim, Nadjib Hamid, Selasa (28/6) lalu didasarkan pada perhitungan sistem hisab hakiki dengan pusat markas di Pantai Tanjung Kodok, Lamongan.

Dijelaskannya, ijtima akhir 29 Sya’ban terjadi pada 31 Juli pukul 01.39.42 sampai dengan 01.41.09. Saat matahari terbenam pukul 17.31.51 WIB, dan posisi hilal sudah wujud di 7 derajat 7 menit 36 detik sampai dengan 7 derajat 16 menit.

‘Hasil itu sama dengan hasil musyawarah yang dilakukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah,’ katanya.
Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Jatim juga memprediksi awal Ramadan tahun ini jatuh pada 1 Agustus 2011 dengan perhitungan ijtima yang hampir sama dengan Muhammadiyah.

Namun, Ketua Lajnah Falakiyah PWNU Jatim, Abdus Salam Nawawi tidak menjamin penentuan 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri akan sama dengan PWM Jatim. Karena ijtima’ awal Syawal terjadi pada 29 Agustus pukul 10 lebih 5 menit dengan tinggi hilal hakiki 1 derajat.

‘Karena ketinggian hilal tidak mencapai 2 derajat, maka ada kemungkinan perbedaan penetapan Idul Fitri, bisa 30 atau 31 Agustus,’ katanya.

Selain melakukan hisab, NU menurutnya tetap memprioritaskan metode rukyatul hilal atau melihat bulan. Terkait dengan itu, Ketua PBNU Said Agil Siradj menegaskan NU harus melihat bulan dulu baru menentukan kapan awal Ramadan. “Bukannya tidak bisa menghitung. Kita ini pintar kalau menghitung. Kami tidak akan menetapkan kecuali melihat,” katanya, Jumat (22/7) lalu.

Dia mengatakan, untuk hisab, NU ini paling pintar. “Kyai Gozali Mashuri sangat pintar soal hisab,” katanya.  Ia juga akan melakukan hisab. “Tapi, tidak mungkin menetapkan kalau belum rukyah,” ujarnya.
Menurut Said Agil, mata harus melihat bulan dulu. “Akhir Sya’ban kapan?” katanya. Untuk menetapkan awal Ramadan, pihaknya akan menurunkan tim untuk melihat bulan di sejumlah lokasi, di antaranya Bawean, Aceh, Bekasi, Lamongan, dan Situbondo. “Ada petugasnya nanti,” katanya. (wan/c7/agm/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

Terpopuler

Artikel Terbaru

/