24 C
Medan
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Jangan Paksa Tiba-tiba Makrifat

Manufacturing Hope 9

MENDIKBUD layak memberikan penghargaan kepada Wali Kota Solo Jokowi, setidaknya untuk satu hal: mempromosikan keberhasilan program kementeriannya. Khususnya, dalam pengembangan mobil Esemka. Mendikbud Mohamad Nuh-lah yang memprogramkan 23 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) itu merakit mobil Esemka. Tiga di antaranya SMK swasta. Satu di antara tiga itu adalah SMK Muhammadiyah Borobudur, Magelang, yang dua tahun lalu ikut jadi korban meletusnya Gunung Merapi.

Siswa SMK Muhammadiyah ini, sebagaimana SMK Solo yang sudah dipromosikan Jokowi, bahkan sudah melewati beberapa tahap kesulitan perakitan mobil. Mula-mula merakit satu mobil. Lalu, dibongkar lagi untuk dirakit lagi. Dibongkar lagi dan dirakit lagi.

Tahap berikutnya, SMK tersebut bersama-sama dengan 23 SMK lainnya diberi wewenang (dan uang) untuk membeli suku cadang yang bisa dirangkai menjadi mobil. Boleh impor, boleh dari dalam negeri. Uangnya disediakan.

Mereka memilih mengimpor dari Tiongkok. Karena tidak mungkin setiap SMK mengimpor sendiri-sendiri, 23 SMK tersebut bersepakat menunjuk sebuah perusahaan importer. Dipilihlah spare part mesin berbasis teknologi merek Wuling dari Tiongkok.

Spare part impor itu dibagikan secara merata ke 23 SMK. Inilah yang kemudian dipakai belajar merakit dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Hasilnya sangat baik, tapi di blok mesinnya belum ada tulisan Esemka.

Tahap berikutnya lagi, blok mesin tidak didatangkan dari Tiongkok, tapi dibuat oleh industri kecil baja Ceper, Klaten. Cetakan blok mesin yang masih kasar ini dikirim ke Jakarta untuk dibubut di pabrik mobil. Juga diberi merek Esemka. Dari Jakarta, blok mesin ini dikirim ke 23 SMK untuk dirakit oleh para siswa. Tahap inilah yang berhasil dirakit menjadi mobil Jokowi. Karena itu, baik yang di Solo, di SMK Muhammadiyah Borobudur, maupun di beberapa SMK lainnya, bentuk dan modelnya sama.

Fisiknya gagah dan finishing-nya halus. Gas, kopling, rem, power steering, dan power window-nya tidak terasa beda dengan mobil produksi pabrik. Saya mencoba mobil Esemka buatan SMK Muhammadiyah ini sampai kecepatan 80 dan membawanya ngepot di lapangan rumput berlumpur. Tidak ada masalah. Rasanya, mobil Esemka buatan SMK-SMK negeri lainnya juga sama baiknya. Memang ada supervisi dari tim Mendikbud yang diberikan dalam standar yang sama untuk semua SMK.

Kini Mendikbud memberi order yang lebih besar lagi. Kepada SMK Muhammadiyah Borobudur, diberikan order untuk mempraktikkan pekerjaan yang lebih berat: membuat tiga buah bus “2 in 1”. Bus ini bisa untuk angkutan penumpang/barang dan sekaligus bisa diubah sebagai panggung kesenian.
Tiga buah bus tersebut sekarang lagi dikerjakan di bengkel SMK itu. Bagian dindingnya bisa dibuka. Diberi engsel di bagian bawahnya. Ketika dinding bus itu dibuka, jadilah dinding tersebut panggung kesenian. Tiga buah bus “2 in 1” itu akan diberikan kepada SMK khusus bidang kesenian.

Seniman SMK bisa menuju tempat pertunjukan dengan naik bus dan membawa serta peralatan kesenian. Tiba di lokasi, dinding busnya dibuka dan dihampar sebagai panggung.

Kalau order Mendikbud ini selesai, SMK-SMK itu, seperti SMK Muhammadiyah Borobudur ini, akan memiliki catatan yang panjang: berhasil merakit sedan, SUV, ambulans, pikap dan bus “2 in 1”.

Siapa pun akan bangga melihat perkembangan itu. Berita mengenai pelajar kita tidak lagi melulu soal perkelahian. Kini mengenai prestasi mereka. Mendikbud sendiri, mungkin karena menganggap perannya itu sebagai kewajiban yang sudah seharusnya, rupanya tidak melihat bahwa keberhasilannya tersebut sebuah success story. Jokowi-lah yang mempromosikan keberhasilan Kemendikbud itu!

Setelah memahami apa yang sebenarnya terjadi di SMK-SMK itu, sorenya saya meninjau PT INKA di Madiun. BUMN ini sudah berhasil memproduksi mobil 650 cc. Saya mencoba mengemudikannya sejauh satu jam perjalanan dari Madiun ke Takeran lewat Kebonsari. Saya ingin tahu, apakah PT INKA bisa didorong untuk menjadi industri mobil nasional. Agar keinginan yang luas di media mengenai mobnas ini bisa segera mendapatkan muara.
Malam harinya, rapat intensif dilakukan. Temanya sama: apakah PT INKA sudah siap untuk menjadi industri mobil nasional?

Pasti bisa. Terutama, kalau yang dimaksud adalah memproduksinya. Tapi, BUMN ini pernah bertahun-tahun dalam kondisi la-yahya-wala-yamut. Saking beratnya, pernah diputuskan ditutup saja. Krisis ekonomi dan politik 1998 membuat PT INKA kehilangan kehidupannya. PT INKA ibarat orang yang sudah dikira mati dan sudah dimasukkan ke kamar mayat.

Ternyata, dia belum mati benar. Mekanisme internal di tubuhnya (bukan karena ditolong dokter) memungkinkan tiba-tiba denyut nadinya berdetak pelan. Petugas kamar mayat tahu belakangan. Lalu, dikirim ke ICU. Oksigen politik dan ekonomi yang membaik di luar (lagi-lagi bukan karena pertolongan dokter) membuat jantungnya mulai berdetak.

Boleh dikata, baru tiga tahun terakhir PT INKA keluar dari rumah sakit. Jalannya memang sudah tidak sempoyongan, tapi belum bisa kalau disuruh lari, namun belum cukup kuat untuk ikut lomba maraton. Apalagi maraton industri mobil yang begitu terjal jalannya dan begitu jauh jaraknya.
Manajemen PT INKA masih harus berkonsentrasi di industri kereta api. Di situlah core business–nya. Di situlah makom-nya.
Dia harus fokus dengan sebenar-benarnya fokus. Istilah saya, dia harus bertauhid. Inti tauhid adalah meng-esa-kan. Dan inti meng-esa-kan adalah fokus. Tidak boleh gampang tergoda. Di dalam bisnis dan di dalam manajemen, godaan itu luar biasa banyak. Sebanyak godaan terhadap keimanan. Kalau sebuah manajemen tidak fokus, dia bisa jatuh menjadi musyrik. Musyrik manajemen. PT INKA tidak boleh diganggu oleh godaan-godaan sesaat. Dia masih di tahap syariat. Jangan dipaksa tiba-tiba makrifat! Bisa gila.

Tapi, PT INKA akan tetap memproduksi mobil. Syaratnya: sepanjang ada pesanan. Itu pun kalau jelas pembayarannya.

Yang penting, PT INKA terbukti bisa memproduksi mobil. Dia sudah banyak latihan membuat mobil ketika tidak ada pekerjaan membuat kereta api dulu. Kini, PT INKA lagi sibuk di core business-nya. Lagi banyak order membuat kereta api. Juga lagi semangat mengembangkannya.

Walhasil, PT INKA belum akan menjadi industri mobil dalam pengertian sampai mengurus sistem distribusi, pemasaran, dan lembaga pembiayaannya. Ini pekerjaan yang memerlukan investasi triliunan rupiah yang berhasil-tidaknya tidak hanya ditentukan oleh kemampuan produksinya.

PT INKA masih harus menanam kepercayaan dengan cara mampu menyelesaikan pembuatan 40 kereta api tepat waktu. Juga harus menanam kepercayaan bahwa kualitasnya tinggi. PT INKA juga sedang konsentrasi untuk membuat puluhan lokomotif setelah dipercaya oleh General Electric dari Amerika. Untungnya mungkin tipis, tapi reputasi yang didapat bisa membawa keuntungan besar di belakang hari. Kepercayaan ini harus dijaga. Apalagi perusahaan sekelas GE yang memercayainya.

Memang PT KAI yang menjadi konsumen terbesarnya kini masih banyak mengimpor kereta bekas dari Jepang, tapi itu hanya sementara. Untuk memperbaiki kinerja keuangan PT KAI sendiri. Dengan tarif kereta saat ini, PT KAI memang baru bisa membeli kereta bekas yang amat murah. Tapi, tiga-empat tahun lagi sudah akan berubah.

Pembenahan di PT KAI terus dilakukan oleh manajemennya. Hasilnya sudah kelihatan nyata dua tahun terakhir ini. Kalau keuangannya sudah lebih baik, pasti PT KAI meninggalkan era beli bekas. Di saat itulah, nanti PT INKA bisa panen raya. Apalagi kalau program ekspornya terus berkembang.
Memang masih banyak masalah di antara keduanya. Tapi, memecahkannya tidak akan sesulit merukunkan Israel dan Palestina. Masalah PT INKA dan PT KAI bisa diselesaikan di atas kereta api. Dalam perjalanan kereta api dari Madiun ke Jombang, berbagai masalah mendasar dibicarakan bersama.

Ketegangan yang diselingi gelak tawa membawa kesegaran suasana. Salah pengertian di antara PT KAI dan PT INKA bisa dihilangkan. Lalu, salaman. Sinergi bisa disepakati. Salaman lagi. Direksi PT KAI dan direksi PT INKA bersalaman berkali-kali. Pertanda banyak kesepahaman yang terjadi.
Banyaknya penumpang yang dari jauh melihat serangkaian salaman itu mungkin ikut terheran-heran. Saya sendiri bisa turun di stasiun Jombang dengan perasaan lega. Lalu, bisa nyekar ke makam Gus Dur dengan hati yang lebih lapang.

Kalau begitu, siapa yang akan menggarap mobil nasional?

Jangan khawatir. Saat ini, sudah ada putra bangsa, lulusan ITB tahun 1984, yang sedang secara serius menyiapkannya. Mobil ciptaannya sudah diuji keliling kampus almamaternya. Dia memang pengusaha permesinan yang andal.

Sudah banyak melakukan ekspor mesin. Dia putra Indonesia dari suku Sunda yang sangat nasionalis. Dia seorang profesional yang tangguh. Dia akan membangun pabrik yang serius dengan production line yang serius pula. Dia akan memenuhi segala persyaratan sebuah industri mobil yang sempurna.
Tugas kita adalah membantunya. Yakni, membeli produknya atau setidaknya mendoakannya. Tidak lama lagi. (*)

Penulis adalah Menteri BUMN

Manufacturing Hope 9

MENDIKBUD layak memberikan penghargaan kepada Wali Kota Solo Jokowi, setidaknya untuk satu hal: mempromosikan keberhasilan program kementeriannya. Khususnya, dalam pengembangan mobil Esemka. Mendikbud Mohamad Nuh-lah yang memprogramkan 23 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) itu merakit mobil Esemka. Tiga di antaranya SMK swasta. Satu di antara tiga itu adalah SMK Muhammadiyah Borobudur, Magelang, yang dua tahun lalu ikut jadi korban meletusnya Gunung Merapi.

Siswa SMK Muhammadiyah ini, sebagaimana SMK Solo yang sudah dipromosikan Jokowi, bahkan sudah melewati beberapa tahap kesulitan perakitan mobil. Mula-mula merakit satu mobil. Lalu, dibongkar lagi untuk dirakit lagi. Dibongkar lagi dan dirakit lagi.

Tahap berikutnya, SMK tersebut bersama-sama dengan 23 SMK lainnya diberi wewenang (dan uang) untuk membeli suku cadang yang bisa dirangkai menjadi mobil. Boleh impor, boleh dari dalam negeri. Uangnya disediakan.

Mereka memilih mengimpor dari Tiongkok. Karena tidak mungkin setiap SMK mengimpor sendiri-sendiri, 23 SMK tersebut bersepakat menunjuk sebuah perusahaan importer. Dipilihlah spare part mesin berbasis teknologi merek Wuling dari Tiongkok.

Spare part impor itu dibagikan secara merata ke 23 SMK. Inilah yang kemudian dipakai belajar merakit dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Hasilnya sangat baik, tapi di blok mesinnya belum ada tulisan Esemka.

Tahap berikutnya lagi, blok mesin tidak didatangkan dari Tiongkok, tapi dibuat oleh industri kecil baja Ceper, Klaten. Cetakan blok mesin yang masih kasar ini dikirim ke Jakarta untuk dibubut di pabrik mobil. Juga diberi merek Esemka. Dari Jakarta, blok mesin ini dikirim ke 23 SMK untuk dirakit oleh para siswa. Tahap inilah yang berhasil dirakit menjadi mobil Jokowi. Karena itu, baik yang di Solo, di SMK Muhammadiyah Borobudur, maupun di beberapa SMK lainnya, bentuk dan modelnya sama.

Fisiknya gagah dan finishing-nya halus. Gas, kopling, rem, power steering, dan power window-nya tidak terasa beda dengan mobil produksi pabrik. Saya mencoba mobil Esemka buatan SMK Muhammadiyah ini sampai kecepatan 80 dan membawanya ngepot di lapangan rumput berlumpur. Tidak ada masalah. Rasanya, mobil Esemka buatan SMK-SMK negeri lainnya juga sama baiknya. Memang ada supervisi dari tim Mendikbud yang diberikan dalam standar yang sama untuk semua SMK.

Kini Mendikbud memberi order yang lebih besar lagi. Kepada SMK Muhammadiyah Borobudur, diberikan order untuk mempraktikkan pekerjaan yang lebih berat: membuat tiga buah bus “2 in 1”. Bus ini bisa untuk angkutan penumpang/barang dan sekaligus bisa diubah sebagai panggung kesenian.
Tiga buah bus tersebut sekarang lagi dikerjakan di bengkel SMK itu. Bagian dindingnya bisa dibuka. Diberi engsel di bagian bawahnya. Ketika dinding bus itu dibuka, jadilah dinding tersebut panggung kesenian. Tiga buah bus “2 in 1” itu akan diberikan kepada SMK khusus bidang kesenian.

Seniman SMK bisa menuju tempat pertunjukan dengan naik bus dan membawa serta peralatan kesenian. Tiba di lokasi, dinding busnya dibuka dan dihampar sebagai panggung.

Kalau order Mendikbud ini selesai, SMK-SMK itu, seperti SMK Muhammadiyah Borobudur ini, akan memiliki catatan yang panjang: berhasil merakit sedan, SUV, ambulans, pikap dan bus “2 in 1”.

Siapa pun akan bangga melihat perkembangan itu. Berita mengenai pelajar kita tidak lagi melulu soal perkelahian. Kini mengenai prestasi mereka. Mendikbud sendiri, mungkin karena menganggap perannya itu sebagai kewajiban yang sudah seharusnya, rupanya tidak melihat bahwa keberhasilannya tersebut sebuah success story. Jokowi-lah yang mempromosikan keberhasilan Kemendikbud itu!

Setelah memahami apa yang sebenarnya terjadi di SMK-SMK itu, sorenya saya meninjau PT INKA di Madiun. BUMN ini sudah berhasil memproduksi mobil 650 cc. Saya mencoba mengemudikannya sejauh satu jam perjalanan dari Madiun ke Takeran lewat Kebonsari. Saya ingin tahu, apakah PT INKA bisa didorong untuk menjadi industri mobil nasional. Agar keinginan yang luas di media mengenai mobnas ini bisa segera mendapatkan muara.
Malam harinya, rapat intensif dilakukan. Temanya sama: apakah PT INKA sudah siap untuk menjadi industri mobil nasional?

Pasti bisa. Terutama, kalau yang dimaksud adalah memproduksinya. Tapi, BUMN ini pernah bertahun-tahun dalam kondisi la-yahya-wala-yamut. Saking beratnya, pernah diputuskan ditutup saja. Krisis ekonomi dan politik 1998 membuat PT INKA kehilangan kehidupannya. PT INKA ibarat orang yang sudah dikira mati dan sudah dimasukkan ke kamar mayat.

Ternyata, dia belum mati benar. Mekanisme internal di tubuhnya (bukan karena ditolong dokter) memungkinkan tiba-tiba denyut nadinya berdetak pelan. Petugas kamar mayat tahu belakangan. Lalu, dikirim ke ICU. Oksigen politik dan ekonomi yang membaik di luar (lagi-lagi bukan karena pertolongan dokter) membuat jantungnya mulai berdetak.

Boleh dikata, baru tiga tahun terakhir PT INKA keluar dari rumah sakit. Jalannya memang sudah tidak sempoyongan, tapi belum bisa kalau disuruh lari, namun belum cukup kuat untuk ikut lomba maraton. Apalagi maraton industri mobil yang begitu terjal jalannya dan begitu jauh jaraknya.
Manajemen PT INKA masih harus berkonsentrasi di industri kereta api. Di situlah core business–nya. Di situlah makom-nya.
Dia harus fokus dengan sebenar-benarnya fokus. Istilah saya, dia harus bertauhid. Inti tauhid adalah meng-esa-kan. Dan inti meng-esa-kan adalah fokus. Tidak boleh gampang tergoda. Di dalam bisnis dan di dalam manajemen, godaan itu luar biasa banyak. Sebanyak godaan terhadap keimanan. Kalau sebuah manajemen tidak fokus, dia bisa jatuh menjadi musyrik. Musyrik manajemen. PT INKA tidak boleh diganggu oleh godaan-godaan sesaat. Dia masih di tahap syariat. Jangan dipaksa tiba-tiba makrifat! Bisa gila.

Tapi, PT INKA akan tetap memproduksi mobil. Syaratnya: sepanjang ada pesanan. Itu pun kalau jelas pembayarannya.

Yang penting, PT INKA terbukti bisa memproduksi mobil. Dia sudah banyak latihan membuat mobil ketika tidak ada pekerjaan membuat kereta api dulu. Kini, PT INKA lagi sibuk di core business-nya. Lagi banyak order membuat kereta api. Juga lagi semangat mengembangkannya.

Walhasil, PT INKA belum akan menjadi industri mobil dalam pengertian sampai mengurus sistem distribusi, pemasaran, dan lembaga pembiayaannya. Ini pekerjaan yang memerlukan investasi triliunan rupiah yang berhasil-tidaknya tidak hanya ditentukan oleh kemampuan produksinya.

PT INKA masih harus menanam kepercayaan dengan cara mampu menyelesaikan pembuatan 40 kereta api tepat waktu. Juga harus menanam kepercayaan bahwa kualitasnya tinggi. PT INKA juga sedang konsentrasi untuk membuat puluhan lokomotif setelah dipercaya oleh General Electric dari Amerika. Untungnya mungkin tipis, tapi reputasi yang didapat bisa membawa keuntungan besar di belakang hari. Kepercayaan ini harus dijaga. Apalagi perusahaan sekelas GE yang memercayainya.

Memang PT KAI yang menjadi konsumen terbesarnya kini masih banyak mengimpor kereta bekas dari Jepang, tapi itu hanya sementara. Untuk memperbaiki kinerja keuangan PT KAI sendiri. Dengan tarif kereta saat ini, PT KAI memang baru bisa membeli kereta bekas yang amat murah. Tapi, tiga-empat tahun lagi sudah akan berubah.

Pembenahan di PT KAI terus dilakukan oleh manajemennya. Hasilnya sudah kelihatan nyata dua tahun terakhir ini. Kalau keuangannya sudah lebih baik, pasti PT KAI meninggalkan era beli bekas. Di saat itulah, nanti PT INKA bisa panen raya. Apalagi kalau program ekspornya terus berkembang.
Memang masih banyak masalah di antara keduanya. Tapi, memecahkannya tidak akan sesulit merukunkan Israel dan Palestina. Masalah PT INKA dan PT KAI bisa diselesaikan di atas kereta api. Dalam perjalanan kereta api dari Madiun ke Jombang, berbagai masalah mendasar dibicarakan bersama.

Ketegangan yang diselingi gelak tawa membawa kesegaran suasana. Salah pengertian di antara PT KAI dan PT INKA bisa dihilangkan. Lalu, salaman. Sinergi bisa disepakati. Salaman lagi. Direksi PT KAI dan direksi PT INKA bersalaman berkali-kali. Pertanda banyak kesepahaman yang terjadi.
Banyaknya penumpang yang dari jauh melihat serangkaian salaman itu mungkin ikut terheran-heran. Saya sendiri bisa turun di stasiun Jombang dengan perasaan lega. Lalu, bisa nyekar ke makam Gus Dur dengan hati yang lebih lapang.

Kalau begitu, siapa yang akan menggarap mobil nasional?

Jangan khawatir. Saat ini, sudah ada putra bangsa, lulusan ITB tahun 1984, yang sedang secara serius menyiapkannya. Mobil ciptaannya sudah diuji keliling kampus almamaternya. Dia memang pengusaha permesinan yang andal.

Sudah banyak melakukan ekspor mesin. Dia putra Indonesia dari suku Sunda yang sangat nasionalis. Dia seorang profesional yang tangguh. Dia akan membangun pabrik yang serius dengan production line yang serius pula. Dia akan memenuhi segala persyaratan sebuah industri mobil yang sempurna.
Tugas kita adalah membantunya. Yakni, membeli produknya atau setidaknya mendoakannya. Tidak lama lagi. (*)

Penulis adalah Menteri BUMN

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/