27 C
Medan
Sunday, December 28, 2025
Home Blog Page 13972

Perempuan Sepi, Purnama dan Melati

Cerpen: Intan Hs

Ia melirik bulan. Kelam tertutup awan. Angin berdesir, menyebarkan wangi bunga melati. Malam kian pekat, namun matanya tak hendak pejam. Ia resah. Orangorang menganggap cerita itu benar. Beberapa hari belakangan ini terasa seperti malam, yang menghadirkan hitam pekat kehidupan. “Ada yang tak bisa dijelaskan. Ada yang tak mengerti atau memang tak mau mengerti.” Begitu ia mengeluh.

Dan ia masih saja mengeluh, mengadu pada pekat malam. Sesekali ia menceracau tentang orang-orang kampung yang menyebutnya perempuan celaka. Jika ada yang mati dalam bulan begini, malam ini, disertai wangi bunga melati yang meruap bersama angin, pasti ia yang disalahkan. Dia, ilmu dan dendamnya.

* Seorang ibu kehilangan bayinya tadi malam. Semua orang kampung tahu jika ia tengah hamil tua, tetapi ngidamnya aneh tadi malam. Ia minta suaminya menemaninya mandi.

Mulanya suami menolak, namun ia meraung-raung dan menjerit tak karuan seperti kesetanan. Pasrah.

Suami mengalah. Mau saja menuruti ngidam istrinya. Di bawah bulan yang tertutup awan, ia mandi. Entah karena sial atau sudah nasib, ia terpeleset.

Bercak darah mengaliri kakinya terus-menerus, ada gumpalan sekepal tangan berwarna kehitaman jatuh di lantai kamar mandi. Sorot mata kehilangan. Sorot mata penuh kesumat, siapa lagi jika bukan karena perbuatannya. Dia, ilmu dan dendamnya pada orangorang kampung.

** Gelap pekat malam hablur karena nyala obor. Di seberang terdengar teriakan orang-orang kampung. Ia cepat-cepat masuk dan mengunci pintu. Hanya dapat menahan gigil tubuhnya di sudut rumah.

“Perempuan celaka, keluar kau!” Ia tak mau menuruti perintah itu.

Hanya diam dengan gigil semakin hebat di tubuhnya. Sesaat ia mengingat kematian, mati diterkam harimau seperti ayahnya, mati dimangsa buaya seperti ibunya, mati dibakar orang-orang kampung mungkinkah nasib dirinya.

“Ibu, tolong.” Aneh, tiba-tiba hening. Ia tahu orang- orang kampung belum pergi, masih di depan rumahnya karena nyala obor belum padam, belum hilang.

Tentu ada rencana. Apa? “Bakar, Bakar!” teriak dari luar Dengan sengaja obor di lempar ke atap rumbia. Ia menatap api.

“Aku belum mau mati,ibu. Aku belum menikah.” Api semakin menjalar, nyalanya tampak membesar. Panas api membuatnya terkesiap. Ia menjadi berani untuk keluar daripada mati dilahap api.

“Keluar juga kau.” Ucap pria berseragam “Tetapi apa salahku Pak Kades?” “Kau, ilmu, dan dendammu pada orang kampung ini.” Tak adil. Ia akan dibunuh karena suatu tuduhan, ilmu dan dendamnya.

Ia dianggap sebagai dukun yang berilmu dengan menumbalkan siapapun yang dikehendakinya. Memang sudah dua orang mati secara misterius di kampung. Korban pertama pemuda yang diidamkannya selama ini, mati dengan mengeluarkan darah dari hidung, dan mulutnya.

Korban kedua calon bayi dari pemuda yang selalu mengejeknya “Jelek.” Semula hal ini belum pernah terjadi di kampung sebelumnya. Kematian aneh, beruntun sejak dua purnama belakangan ini.

Ia hanya perempuan biasa karena kesepian sepeninggal ibunya. Semua berawal dari kebiasaan anehnya menyepi diri. Ia tak pernah mau bergaul dengan siapapun setelah ibunya meninggal. Ia kerap menghindar dari kegiatan apapun yang dilakukan orang-orang kampung. Bahkan ia mendirikan pondok yang jauh dari pemukiman warga, agak menjorok ke hutan.

Entah mengapa anak-anak kampung menyebutnya “orang gila.” Sewaktu remaja pekerjaannya hanya macul dan menanam kembang, terutama melati kembang kesukaannya.

Sebelum meninggal, ibunya sudah berusaha mencarikan suami untuknya, tetapi lelaki normal bahkan tidak sekalipun tak sudi memperistrinya.

Mungkin wajah dan fisiknya yang menjadi kendala. Wajahnya tak terlihat proporsional, berambut ikal, berkulit gelap. Terlihat jelek, dan pendek. Menginjak umur empat puluh tahun, kelakuannya semakin aneh, setiap hari pekerjaannya hanya keluar – masuk hutan, menatap purnama berlama-lama sambil menceracau tak karuan seperti berkomat-kamit membaca mantera.

Kelakuannya benar-benar tak lazim, diluar kewajaran.

Ia dendam pada pemuda kampung yang tak sudi memperistrinya hanya karena melihat penampilan dari luar semata. Kesumatnya pun membara pada semua orang di kampung karena memandangnya gila. Ia tahu satu hal, tentu orang tua yang membisikkan ke telinga anak-anaknya kalau ia gila, jika tidak, anak-anak tidak akan menyebutnya gila tanpa sebab. Dendam membuat hidupnya kelam.

Sorot mata dendam. Mata melotot orang-orang kampung. Beradu.

“Bunuh dukun itu!” teriak kompak orang-orang kampung Ia mengalihkan pandanganya pada purnama. Orang-orang kampung berusaha menyembunyikan sebersit ketakutan.

“Habisi Perempuan gila itu!” teriak seseorang dari tengah kerumunan dengan keras. Ia adalah lelaki yang selalu mengejeknya jelek, dan ia juga yang baru saja kehilangan bayi dalam kandungan istrinya.

Sungguh, ia tak tahu persis apa yang akan terjadi. Tangan dan kakinya terikat, hanya tiba-tiba ia merasakan tubuhnya berlubang mendengar teriakan lelaki yang menyebutnya perempuan gila. Lubang itu semakin membesar, berwarna hitam pekat seperti malam. Tubuhnya bergetar, saat ia melihat purnama di langit.

Di langit tampak bulan purnama, perlahan mulai terselubung awan.

Tiba-tiba semua orang bergidik ngeri. Ia melihat ke langit, terdiam dan lama, seolah-olah tak ada orang lain disekelilingnya. Mulutnya mulai menceracau tak karuan. Seperti mengeluh, mengadu entah pada siapa.

Suasana seperti mati tiba-tiba. Ia menangis. Akh entahlah, hanya terlihat sudut matanya mengandung air.

Orang-orang kampung serentak meremas dadanya kencang-kencang, membelalakan mata selebarnya berusaha meyakinkan penglihatannya.

Bulan purnama perlahan redup tertutup awan.

“Hentikan perempuan celaka. Jangan kau buat lagi untuk yang ketiga!” ucap Pak Kades Ia menggeleng.

“Hentikan, jangan!” pinta orangorang kampung hampir serentak Terlambat. Angin berhembus, menyisipkan wangi bunga melati.

Orang-orang kampung yang berkerumun gemetar, gentar tanpa sebab. Entah siapa yang memulai berlari, tetapi yang pasti Pak Kades terlihat tergopoh-gopoh berjalan paling belakang, dan dalam hitungan detik ia hanya tinggal sendiri di depan rumahnya, masih terikat.

Sepi. Hanya tangisnya yang terdengar.

Ia bersyukur orang-orang kampung menganggap cerita itu benar.

***

Remon Punya Lukisan dari Abad ke-17

Oleh: Miftah

BAGI para pecinta koleksi barang antik, memilik benda-benda kuno merupakan suatu kebanggan sendiri.

Ibaratnya uang gampang dicari, tapi barang antik susah didapat. Ini juga yang dilakoni kolektor benda kuno, Remon Biti.

Pria berambut gondrong ini tengah memegang kuas dan kain lap halus, membersihkan satu pe rsatu di antara puluhan keris kuno dan lukisan lawan koleksi pribadi di rumahnya yang beralamat di Gang delima, RT02/03 Durenjaya Bekasi Timur.

Seperti itulah cara pria kelahiran Bekasi 27 April 1976 ini ketika mengisi waktu senggangnya. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ayah dari duaoranganakiniselalumembersihkan koleksi benda kuno kesayangannya.

“Ya paling Cuma dilap saja. Tidak ada perawatan khusus untuk benda-benda kuno ini. Biasanya sebulan sekali dilap. Tapi ada juga yang dibiarkan begitu saja, semakin berdebu semakin unik,”• tuturnya kepada Radar Bekasi.

Di ruangan sederhana berukuran 3 x 3 meter, Remon menyimpan barangbarang kesayangannya, seperti keris, pedang kerajaan, lukisan kuno, guci antik, baju-baju bekas pejuang serta berbagai benda kuno lainnya.

Ayah dari Kevin Selendra (14) dan Alyandro Laksana Nusantara (8) ini menuturkan, ketertarikannya dengan benda-benda kuno sejak tahun 1990.

Saat itu dirinya diberi sebuah keris oleh kerabatnya, keris tersebut merupakan peninggalan dari kerajaan mataram.

Karena benda tersebut merupakan saksi sejarah kerajaan, maka keris berwarna coklat itu lalu dirawat dengan baik. Sejak saat itu ketertarikan terhadap keris pun semakin bertambah, dia pun lantas berburu keberbagai daerah di Indonesia.

Tidak hanya keris, suami dari Rafika (33) ini juga mengkoleksi berbagai jenis pedang, rencong, guci, serta berbagai lukisan kuno. “Saya suka dengan barang kuno karena yakin akan bernilai sejarah dan masyarakat Indonesia membutuhkan benda benda itu,”• tuturnya.

Keris-keris koleksi miliknya merupakan peninggalan dari kerajaan Majapahit, Mataram, Segalu dan Pajajaran.

Sementara pedang merupakan peninggalan dan rencong didapat dari Kalimantan dan Aceh. Semuanya merupakan peninggalan dari abad 17 hingga 18 Masehi.

Untuk mengetahui benda tersebut merupakan peninggalan dari kerajaan, ataupun usia dari benda tersebut, pria yang juga Ketua Komunitas Pengamen Kalanan (KPJ) Kota Bekasi ini melihat dari struktur besi dan ukirannya.

Karena kata Remon, setiap kerajaan ataupun setiap tahun, cara pembuatan pedang maupun keris berbedabeda.

“Kita bisa melihat dari struktur besinya, kalau yang ini dibuat dari tahun 1800 an,”• katanya sembari menunjukan pedang yang didapat dari Kalimantan Selatan.

Hingga saat ini Remon telah memiliki 30 keris, 10 pedang dan 3 rencong.

Remon mengaku, sebenarnya dia memiliki koleksi lebih dari itu, namun benda-benda tersebut ada yang dijual dan diberikan ke kerabatnya.

Dari sekian koleksi benda kuno miliknya, dalah satu benda yang paling dibanggakan yakni sebuah lukisan karya G Rasmussen, yang dibuat pada tahun 1883. Lukisan yang bersudul Fjallforsen ini merupakan karya dari seniman asal Noerwegia yang hidup pada tahun 1842-1914.

Lukisan dengan panjang sekitar 90 cm dan lebar 70 cm ini bergambar sebuah pemandangan sungai dengan bebatuan. Di dalam lukisan yang dibalut dengan bingkai dari kayu jati ini ditandatangani langsung oleh sang maestro.

Remon mengaku, mendapatkan lukisan ini dari seorang tukang sampah yang biasa mengangkut sampah di perumahan Kemang Pratama. Melihat lukisan tersebut tergeletak di tempat gerobak sampah, Remon pun lantas memungut dan menggantikan uang kepada tukang sampah tersebut sebesar Rp170 ribu.

Pasalnya Remon tahu kalau lukisan tersebut merupakan lukisan karya pelukis terkenal.

Bahkan beberapa kolektor lukisan dan barang antik pun pernah menawar lukisan tersebut seharga Rp30 juta. Namun tidak diberikan, karena karya pelukis tempo dulu tidak ternilai harganya. Hingga saat ini, lukisan miliknya sebanyak 15 buah, yang merupakan karya sebelum tahun 1940 an.

Untuk berburu barang-barang antik, biasanya Remon menyambangi berbagai kota dan daerah yang ada di Indonesia.

Selain itu juga ada yang hasil barter dengan sesama pecinta barang kuno.

Untukmempermudah mendapatkan benda-benda kuno, Remon bergabung dengan perkumpulan yang diberi nama Kumbara (kumpulan mencari barang antik). Kelompok tersebut merupakan perkumpulan orang yang gemar mengkoleksi benda kuno yang ada di Kota Bekasi.

Remon pun mengatakan, terkadang banyak orang awam memandang miring dan aneh pada sejumlah orang yang memiliki kecintaan berlebih pada sesuatu benda. Apalagi jika benda itu seringkali dianggap sebagai sebuah benda yang remeh dan tak bernilai.

Juga jika upaya memiliki dan menyimpan benda-benda itu identik dengan menghambur-hamburkan uang, tenaga dan waktu untuk sesuatu yang tidak berguna. “Namun jangan salah.

Di balik fanatisme• yang seakan mubazir itu, sebenarnya tersimpan banyak sekali makna atau falsafah hidup, juga tujuan dan visi serta misi yang sangat mulia,”• tandasnya. (*)

Sempat Titipkan Kartu ATM kepada Ibu

Kesedihan menyelimut rumah duka Yuanita Isabela Saragi (26) alias Gadis di Jalan Balam Gang Pribadi Keluruhan Sei Kambing kecamatan Medan Sunggal. Gadis tak lain adalah korban tewas yang berhasil ditemukan kemarin.

Gadis, anak bungsu dari empat saudara dari pasangan Jambonar Saragi dan Farida Boru Samosir di mata keluarga adalah anak baik, ramah terhadap kerabat dekat, dan tetangganya Saat Sumut Pos menyambangi rumah duka terlihat silih berganti keluarga dan kerabat dekat hadir. Tak pelak, raut wajah sang ibu, Farida, terpaku. Air matanya seakan tak berhenti dihadapkan jasad Gadis yang disemayamkan di ruang tamu di rumah ukuran 5×10 meter itu.

“Gadis pamit waktu pergi, katanya mau jalan sama teman-temannya. Namun sebelum berangkat biasanya pamitan saja, kini Gadis juga menitipkan Kartu ATM dan Jamsosteknya kepada ibu,” ungkap Yudi, abang kandung Gadis, Jumat (3/2) malam.
Semasa hidup, Gadis bekerja sebagai karyawan di Hotel Polonia Medan. Sebelum bekerja di hotel tersebut, dia sempat sekolah di SMK Negeri 8 Medan Jurusan Pariwisata dan Massa setelah itu duduk di bangku kuliah di Universitas Triguna Darma.

Yudi menambahkan, pihak keluarga tidak ada firasat terhadap apa yang dialami Gadis. Karena itu, ketika mendapat kabar adiknya hanyut dan belum ditemukan pada pukul 21.00 Kamis (2/2) lalu, dia sangat terkejut. “Datang dari Basarnas dan pihak rumah sakit mengabarkan kejadian yang dialami adikku, saat itu aku sedang di kawasan Jalan Ring road dan ditelepon ibu suruh cepat pulang. Setiba di rumah ibu menceritakan hal yang dialami adik,” sebutnya dengan nada sedih.

Kecemasan pun tergambar saat Yudi berkata kepada Sumut Pos. Mereka tak sabar mencari kabar. Kemarin, Yudi bersama anggota keluargnya pun berangkat ke lokasi kejadian. Akhirnya adiknya pun ditemukan tim evakuasi gabungan. Selanjutnya dengan menumpang helikopter Basarnas jenazah adiknya diangkut menuju RSUPH Adam Malik untuk dilakukan otopsi. Setelah pukul 17.00 WIB, jasad Gadis dibawa ke rumah duka.

Gadis akan dikebumikan di Pemakaman Umum Kristen di Jalan Abdullah Lubis Medan, hari ini (4/2) sekitar Pukul 13.00 WIB.
Setelah ke rumah Gadis, Sumut Pos menyambangi rumah duka Samrati (30) di Jalan Kiwi Gang Enam Medan. Namun, ketika sampai di lokasi, jasad Samrati sudah dikebumikan di Pemakaman Muslim di Jalan Gatot Suboroto Medan.
“Saya tidak memiliki firasat atas kematian anak saya, hanya dia pamit dengan saya mau jalan karena libur kerja saja,”ungkap bapak kandung Samrati, Samsul Surbakti. (gus)

Jenazah Tersangkut di Pohon Tumbang

SIBOLANGIT-Tiga pelancong yang hanyut setelah ada air bah di Sungai Lau Mentar Desa Durin Sirugun, Kecamatan Sibolangit, Kamis (2/2) lalu akhirnya ditemukan dalam keadaan tewas. Ketiganya ditemukan Tim SAR Gabungan, Jumat (3/2).

Sekitar pukul 10.00 WIB, tim yang melakukan penelusuran di antara bongkahan batu-batuan Sungai Lau Mentar, menemukan sebuah telepon selular (ponsel). Ponsel ini diduga miliki korban. Dan, benar saja, tidak jauh dari penemuan ponsel terlihat sesosok tubuh tanpa nyawa. Setelah diidentifikasi, sesosok mayat itu adalah Samrati (lengkapnya lihat grafis).

Kepala Kantor SAR Medan, Tugiman Hadi di areal Bumi Perkemahan Sibolangit mengatakan, operasi penyelamatan dan evakuasi sudah dilaksanakan secara baik oleh gabungan tim pencari. Sehingga tiga orang yang sejak Kamis ditelusuri keberadaannya telah ditemukan.

Joni Supriadi selaku Kepala Operasi Basarnas Medan mengatakan, setelah berhasil mengevakuasi ketiga korban ke tempat yang lebih aman, tim langsung menerbangkan kedua korban, Samrati dan Gadis dengan helikopter Basarnas. Sedangkan Hadi melalui jalur darat ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan.

“Karena helikopter yang kita miliki tak bisa menampung lagi untuk korban yang satunya. Makanya untuk korban yang laki-laki kita bawa ke RSUP Adam Malik dengan jalur darat,” jelasnya.

Amatan Sumut Pos di RSUP H Adam Malik, dua jenazah korban wanita yang dibawa dengan helikopter sempat berputar-putar di atas rumah sakit sebanyak dua kali. Helikopter tersebut berputar-putar untuk mencari tempat pendaratan. Namun, karena tak ketemu juga, akhirnya helikopter pun mendarat di Bandara Polonia Medan. Selanjutnya jenazah dibawa dengan ambulans dari Bandara Polonia Medan menuju RSUP H Adam Malik.

Dijelaskannya, tim sempat mengalami kendala dalam mencari ketiga korban. Sebab, kondisi alam yang terjal dengan tebing yang curam dan kedalaman 150 meter, membuat tim kewalahan untuk mengevakuasi korban. “Tetapi, berkat kerjasama dengan masyarakat serta instansi terkait kita berhasil menemukan ketiga korban,” bebernya.

Sementara itu, korban yang selamat dari maut hingga kini masih trauma. Misalnya Suyadi (26), warga Jalan Keramat Indah Gang Harapan. “Maaf bang saya istrahat dulu,” elak Suyadi ketika Sumut Pos menyambanginya.

Terlihat jelas kalau Suyadi tidak ingin menceritakan musibah yang dia dan rekan-rekannya alami itu. Dia pun langsung menghindar dan permisi masuk ke kamar. Sebelum masuk ke kamarnya, Sumut Pos sempat melihat luka lecet di tangan dan di kaki Suyadi.

Selain itu, seperti yang diutarakan Wagiem (42), orangtua dari Ardiansyah Arifin Sinaga, saat ditemui Sumut Pos di kediamannya, Jumat (3/2). “Anak saya sekarang ini masih di RSU Adam Malik. Karena mereka dikumpulkan lagi disana. Memang, anak saya masih trauma. Karena, setiap kali menerima telopon, dia (Ardiansyah, red) pasti menangis,” kata Wagiem.

Seperti diberitakan peristiwa maut itu berawal saat sembilan orang yang diantaranya  karyawan Ace Hardware yang terletak di Jalan Juanda Medan berwisata ke Sungai Lau Mentar. Mereka pun bermandi-mandian padahal kondisi saat itu hujan. Memang hujan tidak begitu deras, namun di puncak hujan ternyata cukup deras. Hingga, tanpa mereka sadari, air bah langsung menghantam.

Kepala Dinas Pariwisata Pemkab Deliserdang, Haris Binar Ginting, ketika dihubungi di Lubukpakam menyatakan kalau kawasan itu termasuk hutan lindung.”Warga setempat mengelolanya karena banyak pelancong datang berkunjung. Lokasi itu masuk wilayah hutan lindung,” bilangnya, kemarin.

Namun, karena tidak ada izin serta tidak dikelola dengan baik, Dinas Pariwisata kesulitan mengkontrol dan melakukan pembinaan terhadap pengelola tempat wisata. Padahal bila ada memiliki izin, tentunya, akan ada pembinaan terhadap pemilik usaha dari istansi terkait.

Kemudian, selain itu akan ada penempatan petugas Taruna Tangap Darurat (Tagana) Kabupaten Deliserdang, serta memberlakukan asuransi terhadap pengunjung yang datang ke sana. “Sumber air sungai itu dari air terjung dua warna, di sana kawasan hutan lindung dan tidak boleh dikelola untuk tempat wisata,” tambahnya. (wan/adl/mag-5/btr/gus/dan/jon)

PDS Sumut tak Tahu Soal A Hok

MEDAN-Kemunculan sosok Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab dipanggil A Hok jelang Pilgubsu 2013 sontak menjadi perbincangan. Sayangnya, pihak Partai Damai Sejahtera (PDS) Sumut tidak tahu menahu soal itun
Padahal, kemunculan nama A Hok karena ada pernyataan Sekjen PDS Sahat Sinaga.
“Ini bukan domain saya bos. Coba ke Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PDS saja,” jawab anggota Fraksi PDS DPRD Sumut, Marasal Hutasoit, Jumat (3/2).

Begitu pula ketika ditanya apakah DPW PDS Sumut sudah memilik nama yang akan diajukan menjadi calon Gubsu. “Belum,” katanya.
Sebelumnya, Sekjen PDS Sahat Sinaga di Jakarta mengatakan, PDS mau diajak koalisi oleh Golkar, syaratnya A Hok yang jadi pendamping Chairuman Harahap. “PDS merupakan partai nasionalis-kristiani. Kita mencari calon yang memenuhi kriteria ideologis itu, yakni mengenai komitmen kebangsaannya dan bagaimana komitmennya membesarkan partai,” kata Sahat, yang juga pentolan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia itu.

Ketum PDS Denny Tewu juga merasa yakin bahwa sikap partainya akan sangat mewarnai peta pergulatan politik menjelang Pilgub Sumut ini. “Kami bukan penentu utama, tapi penentu yang menentukan,” ujarnya.

Sama seperti disampaikan Sahat, Denny juga menegaskan bahwa PDS akan memperjuangkan agar kombinasi pasangan calon ‘berwarna’, yakni mewakili unsur muslim-kristen atau sebaliknya. “Kehadiran PDS akan memberikan warna, warna yang pelangi, indah,” kata Denny.

Sementara itu, analis politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Ridwan Rangkuti menjabarkan, bila antara Chairuman Harahap nantinya benar disandingkan dengan A Hok, peluang untuk kedua sosok tersebut tetap ada dan setaraf dengan pasangan-pasangan lainnya.

“Berbicara peluang, tetap ada. Namun, untuk menang nanti dulu. Karena semuanya sama-sama berpeluang,” ulasnya.
Bagaimana dengan arah koalisi Golkar dengan PDS dalam rangka mengusung Chairuman Harahap-A Hok? Menurutnya, arah koalisi itu bisa dan mungkin saja terbangun. Apalagi, Golkar sebagai perahu politik relatif banyak diminati oleh sosok-sosok yang akan maju pada Pilgubsu 2013 nantinya.

Namun yang mendasar, sambungnya, koalisi partai-partai tengah dan partai-partai kecil, terlihat arahnya adalah mencari keuntungan, bisa dalam hal uang atau sebagainya. “Mereka tidak mengusung calonnya sendiri, tapi mereka dapat keuntungan, misalnya uang dan sebagainya. Partai-partai tengah atau kecil, atau yang tidak ada kursinya di legislatif memilih tidak mengusung calonnya kalau nantinya akan kalah,” urainya. (ari/sam)

Buntut Perbatasan Sumut-Riau Berdarah

Kapoldasu: Kalau Brimob Salah, Saya Proses!

PASIRPENGARAIAN-Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Drs H  Wisjnu Amat Sastro menunaikan janjinya untuk melihat langsung korban bentrokan di Perbatasan Sumut-Riau yang terjadi, Kamis (2/2) lalu. Dalam kunjungannya itun
Wisjnu pun menegaskan akan menindak tegas jika anggotanya berbuat salah.

‘’Dengan adanya korban dari masyarakat, security, anggota Brimob, mari kita menyikapi persoalan yang terjadi dengan kepala dingin. Saya harapkan teman-teman media melihat masalah ini secara utuh. Kalau memang anggota Brimob bersalah, saya proses. Saya undang rekan-rekan media untuk melihat pemeriksaan. Jangan himpun data hanya satu sisi saja,” terang Wisjnu seperti dikutip Riau Pos (grup Sumut Pos).

Dalam kunjungan ke RSUD Pasirpengaraian, Kapolda didampingi Dir Reskrim Khusus Polda Sumut yang menggunakan jalan darat dari Pekanbaru ke Rokan Hulu. Rombongan disambut Kapolres Rokan Hulu AKBP Yudi Kurniawan SIK MSi, Direktur RSUD Pasirpengaraian Dr Arfani Nazli, dan Kasat Reskrim Polres Rohul AKP Antoni Lumban Gaol SH MH.
Kapolda, saat berada di ruang Cempaka Klas III RSUD Pasirpengaraian, menjenguk dan menyalami satu per satu warga Batang Kumu Kecamatan Tambusai Rokan Hulu, yang menjadi korban.

Korban luka tembak, yang disalami oleh Kapolda, sempat berbincang-bincang dan menceritakan permasalahan yang terjadi. Kepada wartawan, jenderal bintang dua itu menyebutkan, bentrok yang terjadi antara masyarakat Batang Kumu dengan security dan anggota Brimob yang menjaga pengamanan di PT MAI jangan dilihat dari sisi penembakan saja. Tapi, lihat awal permasalahannya.

Wisjnu menjelaskan, bentrokan terjadi antara PT MAI dengan masyarakat Batang Kumu di daerah perbatasan Riau-Sumut, Kamis (2/2) soal klaim kepemilikan tanah. Warga dan PT MAI sama-sama mengklaim. Akhirnya bentrok. Pegawai PT MAI juga menjadi korban, termasuk pihak keamanan yang bertugas. ‘’Tiga anggota Brimob terkena luka bacok, satu lagi terkena lemparan botol. Mari kita lihat masa secara utuh, tidak separuh-separuh. Kita lihat, sudah benar nggak SOP anggota Brimob ini. Kita ada aturannya kalau tidak benar, nanti kita akan proses,’’ terangnya.

Sebagai bentuk rasa kepedulian dan tanggungjawab terhadap korban luka tembak, Kapolda menyebutkan, lima warga Batang Kumu Kecamatan Tambusai yang kini dirawat di RSUD Pasirpengaraian, seluruh biaya perawatan dan pengobatan di RSUD, ditanggung oleh Polda Sumut.

Termasuk selama dirawat, Polda Sumut memberikan uang pendapatannya sehari-hari bila bekerja, dikarenakan untuk sementara ini korban tidak bisa mencari untuk menafkahi keluarganya. ‘’Bila korban itu harus dirawat selama satu bulan, oleh dokter, seluruh biaya perawatan dan pengobatan di RSUD ini, kita tanggung seluruhnya. Selama dirawat, korban kita beri uang, misalnya pendapatanya 50 ribu sehari, kita beri mereka 100 ribu per hari. Itu artinya, kita ikut memikirkan kehidupan keluarganya.’’jelasnya.

Sebelum meninggalkan RSUD Pasirpengaraian pukul 18.30 WIB, Kapolda Sumut dan Kapolres Rohul AKBP Yudi Kurniawan melakukan silaturrahmi dengan Direktur RSUD Pasirpengaraian Dr Nazli Arfani, di ruang kerjanya. Pertemuan ini membahas biaya pengobatan. ‘’Lima pasien untuk saat ini, masih butuh perawatan medis di RSUD Pasirpengaraian.Seluruh biaya pengobatan selama di rumah sakit, di tanggung sepenuhnya oleh Kapolda Sumut, yang nantinya disampaikan ke Polres Rokan Hulu.’’ jelas Nazli.(epp/rpg/mag-5)

Anggie jadi Tersangka

Setelah 363 Hari Menjanda

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Angelina Sondakh sebagai tersangka korupsi. Penetapan ini tepat setelah 363 hari dia ditinggal sang suami, Adjie Massaid. Ya, Adjie Massaid meninggal dunia pada 5 Februari 2011 lalu.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Angelina juga sudah dimasukkan dalam daftar cegah di Imigrasi agar tidak bepergian ke luar negeri Wakil Sekjen Partai Demokrat itu disangka menerima sogokan terkait pembahasan anggaran untuk proyek Wisma Atlet SEA Games.

Penetapan Angelina sebagai tersangka diumumkan oleh Ketua KPK, Abraham Samad dalam jumpa pers di KPK, Jumat (3/2). Abraham mengatakan, ada perkembangan baru dalam proses penyidikan kasus Wisma Atlet, termasuk adanya bukti-bukti untuk menjerat Angelina Sondakh.“Ada tersangka baru, AS. Seorang perempuan yang tadinya saksi,” katanya.

Oleh KPK, anggota Komisi Olahraga DPR itu dijerat dengan pasal 5 ayat (2) atau  atau pasal 11 atau pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman maksimalnya adalah lima tahun penjara.
“Sprindiknya (Surat Perintah Penyidikan, Red) sejak kemarin (Kamis, 2/2),” sebutnya. “Yang bersangkutan juga sudah kita lakukan pencekalan bersama seseorang berinisial WK (Wayan Koster),” tambah Abraham.

Seperti diketahui, nama Angelina dan Wayan Koster pada persidangan kasus suap Wisma Atlet disebut mendapat uang Rp5 miliar dari perusahaan Nazaruddin. Uang dari Nazaruddin itu dimaksudkan untuk meloloskan anggaran proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang yang tengah dibahas di Banggar DPR.

Dari beberapa kesaksian di persidangan atas M Nazaruddin, uang untuk Angelina dan Wayan diantar pada hari yang sama pada 5 Mei 2010. Kiriman dibagi dalam dua tahap, yakni Rp2 miliar di pagi hari dan Rp3 miliar pada sore harinya.
Penetapan ini tidak hanya menyebabkan jabatannya sebagai wakil sekretaris jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat dicopot. Status Angelina sebagai kader Demokrat juga akan segera hilang.

Penegasan itu disampaikan Sekretaris Departemen HAM DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik. Menurutnya, kode etik Demokrat jelas akan mencopot kadernya yang menjadi tersangka seperti mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, M Nazaruddin.
“Iya dong, kode etik kami bilang begitu. Jadi partai akan menghentikan setiap kadernya yang menjadi tersangka.

Apalagi kasusnya korupsi. Ini berlaku kepada setiap kader, fungsionaris termasuk juga kepada ketua umumnya,” katanya.
Lanjut Rachland, beda halnya dengan status Anas Urbaningrum yang hingga saat ini tidak tersangkut dengan hukum tapi didesak mengundurkan diri.

“Selama tidak ada sangkaan, siapa pun kader dan fungsionaris itu tetap punya hak penuh untuk tinggal sebagai keluarga besar Partai Demokrat. Anas tetap sebagai ketua umum, makanya desakan (mundur) orang-orang itu tidak berdasar,” pungkasnya. (ara/awa/jpnn)

KA vs Pedagang, Win-win Solution

Oleh : Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Po

Berdagang di ‘rumah’ orang lain, etikanya tentu permisi dulu. Kalau dikasih izin, barulah boleh berjualan. Lebih enak jika ada kesepakatan yang saling menguntungkan. Kalau di kemudian hari, pemilik ‘rumah’ keberatan rumahnya dipakai sebagai lokasi berjualan, itu jelas hak dia.

Begitu juga dengan PT Kereta Api Indonesia Divre I Sumut. Di awal tahun ini, PT KAI menerapkan aturan baru tapi lama Pedagang asongan dilarang berjualan dalam gerbong kereta. Tujuannya jelas, agar kereta api lebih aman dan kenyamanan penunpang tidak terganggu.

Kebijakan ini kontan menuai reaksi dari para pedagang asongan yang merasa sumber nafkahnya selama ini terganggu. Reaksi tajam muncul di Stasiun KA Perbaungan. Pedagang menggelar aksi demo bahkan blokade jalur kereta, hingga perjalanan kereta api sempat lumpuh. Usai aksi blokade, esoknya pedagang mendirikan tenda dan dapur umum di depan stasiun. Semua aksi itu demi memproklamirkan keberatan mereka akan larangan berjualan dalam gerbong KA.

Pedagang, jelas punya argumentasi kuat soal keberatan mereka. Jualan di gerbong kereta api adalah penghasilan mereka selama bertahun-tahun. Bahkan ada yang mengaku sudah 20 tahun mencari nafkah di gerbong KA. Kalau sekarang dilarang berjualan, ke mana kami mencari nafkah? Kira-kira begitu isi argumentasi para pedagang.
Tapi PT KAI juga punya argumentasi yang tak kalah kuatnya. Pertama, larangan berjualan asongan di atas KA adalah peraturan yang harus ditegakkan.

Kedua, kenyamanan penumpang terganggu. Maklum, pedagang yang riuh-rendah hilir mudik menawarkan jualannya, bisa mengganggu penumpang yang ingin relaks. “Pusing… Bising!” kata seorang penumpang tentang aktivitas pedagang di dalam gerbong.
Meski demikian, soal kenyamanan penumpang ini masih bisa diperdebatkan lagi. Soalnya, ada juga sebagian penumpang yang happy-happy saja dengan keberadaan pedagang asongan di atas gerbong. “Itulah seninya naik KA Ekonomi. Pedagang makanan banyak dan harganya murah-murah. Tinggal milih,” kata seorang teman yang kerap naik KA rute Medan-Kisaran.

Ketiga, terkait keamanan penumpang. Keamanan di sini maksudnya bukan rawan kecelakaan. Tetapi keamanan soal harta benda. Kecopetan misalnya. Kadang ada penumpang yang kecopetan. Hanya saja, kita juga tak bisa serta-merta menuduh pelakunya adalah para pedagang asongan, Bisa saja pelakunya sesama penumpang, bukan?
Yah, apapun itu, yang pasti sebagai pemilik ‘rumah, PT KAI berhak membuat peraturan ‘ di rumahnya’. Apalagi jika aturan itu untuk kepentingan publik yang lebih luas.

Sekarang tinggal bagaimana KAI tetap menegakkan peraturannya, tanpa harus membuat pihak lain kehilangan nafkah. Solusinya tentu mencari win-win solution. Istilahnya sama-sama enak.
Sebenarnya, pihak KAI telah menawarkan solusi yang cukup enak. Yakni, KAI menyediakan gerbong khusus pedagang, dan jumlah pedagang asongan dibatasi per kereta api, yakni 30 orang. Pedagang juga harus mengenakan seragam dengan identitas, dan harus membayar tiket.

Namun pedagang mengaku berat kalau harus membayar tiket setiap kali mau naik. Mereka menawarkan retribusi bulanan, sekitar Rp100 ribu per pedagang. Mereka juga berat dengan peraturan 30 orang per KA, karena jumlah mereka ada sekitar 216 orang.
Kemarin, PT KA akhirnya setuju menambah jumlah pedagang menjadi 45 orang per KA. Dan tetap membayar tiket per kepala. Tentu saja harganya tidak sama dengan penumpang. Cukup 6.500 per kepala, dengan rute terbatas. Inilah yang namanya win-win solution. Situ enak, sini enak. (*)

Siang-siang di KTV Stroom, Selecta Building Medan (3/Habis)

Yang Bukan Polisi Saja Bisa Tahu

Siang di Karaoke Televisi (KTV) Stroom ternyata memang menyenangkan. Ruang 6×8 meter yang kami kuasai bak dunia tersendiri. Tidak ada yang mengganggu dan tidak ada yang mau tahu.

Penulis bersandar di sofa, sendirian. Cindy dan sang kolega di sofa tengah. Sedangkan Donny dan si ‘David Beckham’ berbisik di sofa yang ada di pojok lainnya. Karaoke tidak juga dinyalakan.

“Kalau kurang bilang…” cetus sang kolega.
Penulis hanya tersenyum. Donny dan si ‘David Beckham’ pun tersenyum. “Tapi, Bang, tempat ini kenapa tak tercium dengan polisi?” tanya penulis pada sang kolega.

Sang kolega terbahak. Cindy langsung duduk bersandar. Sofa empuk berwana gelap itu terasa sangat pas dengan perempuan berkulit putih yang memakai blazer warna gelap. Apalagi ketika dia mengubah letak kakinya, paha putih yang dimilikinya begitu mencolok di antara properti yang berwana hitam itu.
“Begini aja… dari jam 3-an lah kau udah di sini kan? Nah, kekmana kau lihat, aman kan?” jawab sang kolega.
“Berarti polisi tak tahu?”

“Bukan kekgitu,” timpal si Donny. “Aman bukan berarti polisi tak tahu dan aman bukan berarti polisi ikut membantu… intinya gak usah dipikir,” tambah Donny.
Entah apa yang dimaksud dengan kalimat Donny. Tapi, penulis merasa pasti ada sesuatu yang terjadi di Stroom ini hingga polisi terkesan tidak tahu, pura-pura tidak tahu, dan tidak mau tahu?

Belum sempat penulis menemukan jawaban atau sekadar penenang dari pertanyaan itu, si Cindy kembali mengganti posisi kakinya. Tidak itu saja, dia pun malah menyadarkan kepalanya di badan sang kolega; mukanya kini mengarah penulis.

Entah tahu penulis memperhatikan si Cindy, sang kolega langsung memberikan pertanyaan mengejutkan. “Mau kau?” katanya. Lucunya, Cindy bukan marah dengan kalimat tawaran sang kolega pada penulis, dia malah tersenyum manis; malah sangat manis.
Melihat itu penulis hanya tersenyum. “Nantilah itu, Bang. Aku cuma makin penasaran dengan Stroom yang terkesan aman-aman saja beroperasi seperti ini tanpa terendus pihak polisi,” jawab penulis berusaha mengelak tawaran yang menggiurkan itu.

Sang kolega tak menjawab, pandangannya malah dialihkan ke Donny. Ya, seakan memberi sinyal agar Donny saja yang menjelaskan pertanyaan tadi. Maka, dengan posisi duduk tegak, Donny mulai membuka mulut. “Sebenarnya semua tahu. Persis dengan waitress, pasti tahu dengan peredaran narkoba di sini. Bahkan, waitress termasuk ujung tombaknya,” jelas Donny.

Lalu, tanpa diminta Donny menerangkan seperti apa kerja waiterss dalam menawarkan narkoba. Posisi waitress menjcari pelanggan. Tapi, waitress kerjanya bukan seperti jual kacang goreng; teriak-teriak hingga merayu jalan pembeli. Untuk di KTV, waitress cenderung lebih cool. Mereka bertugas seperti waitress kebanyakan. Tapi, setelah ada sinyal atau kode dari pembeli, barulah mereka beraksi.

“Misalnya ada tamu baru yang masuk ke bilik. Tamu itu mulai berkaraoke dan memesan minuman dan makanan. Tak lama kemudian, tamu minta housemusic. Nah, jenis musik ini lah yang dianggap sinyal oleh waitress. Ya sudah, langsung saja dia tawari si tamu,” jelas Donny dengan kalem.

Sambil membakar rokok, Donny kembali menjelaskan peran waitress. Katanya, kebanyakan waitress sekadar menawarkan saja. Setelah si pembeli berniat, maka si BD (bandar) yang langsung turun tangan. “Kayak ekstasi tadi, kan BD-nya yang langsung ngantar kan?”
Penulis tersenyum. Tambah tersenyum ketika mendapati Cindy kini mulai merangkul sang kolega. “Mau gak kau?” tanya sang kolega lagi.“Nggak lah Bang,” spontan penulis menjawab.

“Ya, sudah. Kalau gitu kami cabut dululah. Kalian lanjut saja di sini ya….” katanya sambil menggandeng Cindy. Keduanya meninggalkan ruangan melalui pintu dalam.

Jelas, mereka akan pindah ke kamar ‘eksekusi’. Terserahlah, itu kan urusan mereka. “Terus, polisinya kekmana?”
Donny tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Dia menghisap rokoknya dalam-dalam. Lucunya, si ‘David Beckham’ juga melakukan hal yang sama; dia bakar rokok dan menghisapnya dalam-dalam.

“Begini Bos, ini kan sudah kayak judi di sepak bola. Maksudnya, pertandingan diatur oleh judi, siapa yang bilang itu tak ada? Tapi kenyataannya, kasus pengaturan skor malah banyak ditemukan,” kali ini yang menjawab si ‘David Beckham’.

“Kalau kita mau menempatkan posisi polisi untuk Stroom ini, ya mungkin pura-pura tak tahu lah…” sambut Donny.
Donny kembali menjelaskan soal bebas dan gampangnya tamu untuk mendapatkan ekstasi di Stroom. “Jadi, lucu juga kan kalau polisi tak tahu, sementara yang bukan polisi saja bisa tahu…” katanya.

Penulis paham apa yang dimaksud Donny. Penulis pun tak berusaha mengorek lebih jauh soal polisi itu. Melihat penulis yang sudah sedikit tenang, Donny dan si ‘David Beckham’ pun serentak duduk bersandar. “Nanti kuajak kau ke tempat lain, masih banyak tempat seperti Stroom ini. Capek kau nulisnya nanti?” kekeh Donny.

“Ya, sebelum mereka sibuk menutup diri dan menyimpan narkobanya rapat-rapat karena dia tulis,” sambung si “David Beckham’.
Penulis kembali tersenyum. Memang bukan rahasia lagi apa yang dimaksud oleh si ‘David Beckham’. Penulis juga sadar, setelah tulisan ini dicetak, maka Stroom pasti akan ‘tiarap’ dulu. “Jika marak lagi, kan tinggal tulis lagi,” jawab penulis enteng.
Mendengar jawaban spontan penulis, keduanya langsung tertawa. Sinar ruang pun terpancar dari mata mereka. “Ayo hidupkan barang (karaoke, Red) tuh!” teriak Donny.

Si ‘David Beckham’ garuk-garuk kepala sambil mengambil remote control. “Kan gak harus teriak-teriak…” keluhnya.
Penulis tersenyum. Teringat sang kolega dan Cindy, sudahkah ‘eksekusi’ dilakukan? (*)

Melihat Kondisi Bangunan Sekolah di Sergai

Mejanya Lapuk-lapuk, Dindingnya Mau Tumbang

Pememerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) adalah salah satu kabupaten yang mendapatkan penghargaan tingkat nasional “Anugerah Aksara Madya”  dari Menteri Pendidikan RI beberapa waktu lalu.

Tapi, bukan berarti dunia pendidikan di kabupaten pemekaran ini sepenuhnya patut mendapat penghargaan. Soalnya, masih ada bangunan sekolah yang kondisinya amat sangat memprihatinkan, seperti di Sekolah Dasar (SD) Negeri 102036 di Jalan Gempolan Desa Tapian Nauli, Kecamatan Sei Bamban, Sergai.

Pantauan wartawan koran ini, Jumat (3/2) di sekolah tersebut, terlihat tiang penyangga bangunan sekolah sudah patah dan dikwatirkan akan rubuh atau tumbang. Kondisi ini tentunya sangat mengancam keselamat para murid yang tengah menimba ilmu di sekolah milik pemerinah tersebut.

Bahkan, sebagian besar mobiler sekolah, seperti meja dan kursi yang digunakan siswa, juga sudah lapuk alias dimakan rayap. Padahal, Pemkab Sergai juga menerima dana sebesar  Rp2,7 miliar untuk rehabilitasi dan mobiler 91 sekolah dasar.
Dari enam ruang kelas yang ada di sekolah itu, tiga ruang kelas nyaris rubuh, diantaranya ruang kelas IV, V dan VI. Keiga kelas ini, dihuni 64 siswa dari 120 siswa yang belajar di seklah tersebut.

Sepintas, keceriaan ratusan murid yang masih berumur 6 sampai 9 tahun di sekolah ini, seakan menutupi kecemasan para guru akan keselamatan mereka. Padahal, jika dilihat dari kondisi bangunannya, nyawa para murid di sekolah ini setiap saat dapat terancam.
Di sekeliling bangunan yang nyaris runtuh itu, para siswa bermain dan mendapat pengajaran dari guru-guru mereka. Ketika ditanya kepada siswa apakah mereka tidak takut sekolahnya akan runtuh? Mereka menjawab takut dengan serentak. “Katanya mau dibagusi, kapan pak dibagusinya, dari dulu mau dibagusi tapi tidak juga,” teriak polos siswa kepada wartawan koran ini.

Para guru-guru yang sedang melakukan proses belajar mengajar di sekolah tersebut, tidak banyak berkomentar dengan sekolahnya. “Ya, sekolah ini memang sudah lama kondisinya seperti ini, kadang kalau angin kencang plafon sekolah sudah mulai berbunyi seperti mau runtuh, untuk mengantisipasinya para murid kita suruh keluar,” uangkap para guru disekolah ini minta namanya tidak disebutkan. “Kami hanya berharap adanya perbaikan dengan segera, untuk komentar lebih, kami tidak berani, kami takut,” tambah para guru-guru ini.

Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Dinas Pendidikan Sergai Edi Sahputra, yang dikonfirmasi Sumut Pos Jum’at (3/2) mengatakan, sekolah tersebut dalam rehaban, dan itu direhab hanya dua kelas saja. “Untuk rehab selanjutnya, kita harus menunggu anggaran tahun depan,” ketusnya. (mag-16)