29 C
Medan
Monday, December 22, 2025
Home Blog Page 15154

Gerebek Togel, Pistol Ditemukan

Medan- Sat Reskrim Polda Sumut membekuk 9 penulis dan pembeli togel, di Aji Jahe, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sabtu (11/6) siang. Saat penggrebekkan, ditemukan sepucuk pistol airsoft handgun yang diduga milik seorang petugas Bripka MM.

Para tersangka yang diringkus diantaranya, Efendi Pelawi (40), warga Aji Jahe, Tiga Panah yang juga sub agen togel, Kenedi Pelawi (38), Daniel Pelawi (30) dan Minton Pelawi (31), dibekuk di Aji Jahe, Tiga Panah.
Bandarnya, Kasman Ginting (45), warga Jalan Simpang Ujung, Tiga Panah, Tanah Karo bersama empat anggotanya Paulus Sinulingga (29), Malindu Tarigan (33), Kenedy Pelawi (32) dan Pipin Karo-karo (28) dibekuk dikediaman Kasman saat sedang merekap nomor togel.

Menyikapi ditemukannya sepucuk senjata api di lokasi penggerebakan, Kabid Humas Polda Sumut AKBP Raden Heru Prakoso didampingi Dir Reskrim Polda Sumut Kombes Pol Agus A dan Kasubdit III Kriminal Umum (Krimum), Kompol  Andry Setiawan SIK mengatakan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan.
“Kita sedang berkoordinasi dengan Polres Karo terkait penemuan senjata api milik petugas Bripka MM di lokasi penggrebekkan. Bripka MM sendiri melarikan diri saat dilakukan penggerebekan,” terangnya.
Diucapkan Andry Setiawan, pihaknya juga mengamankan tas milik Bripka MM yang tertinggal. “Untuk saat ini, kita masih menyelidiki kenapa bisa Bripka MM berada di lokasi,” ungkapnya.(jon)

Disemprot Racun Api, Koordinator Aksi Pingsan

Mahasiswa dan Satpam UMSU Bentrok

MEDAN- Puluhan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) melakukan aksi di halaman Kampus UMSU Jalan Kapten Mukhtar Basri, Sabtu (11/6). Aksi damai tersebut berakhir ricuh setelah petugas Satpam secara membabi buta menyemprotkan racun api kepada mahasiswa yang menggelar aksi bakar ban. Akibatnya, seorang mahasiswa pingsan dan dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan.

Saat itu, mahasiswa menggelar aksi menuntut Kepala Biro Kemahasiswaan (Kabimawa), Rahmat Kartolo diganti karena dianggap tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi di tingkatan mahasiswa. Selain itu, mereka juga meminta agar Kabimawa dan pimpinan universitas lebih peka terhadap permasalahan kampus dan lebih intens di kampus, bukan sibuk urusan di luar kampus.

Selanjutnya, mahasiswa melakukan aksi bakar ban. Namun, Satpam kampus berusaha memadamkan api dengan menggunakan racun api. Namun, upaya tersebut mendapat perlawanan dari mahasiswa.

Akhirnya, secara membabi buta, pihak keamanan kampus menyemprotkan racun api ke arah mahasiswa. Akibatnya, Juliandi Sumarlin selaku koordinator aksi yang mencoba menghalangi malah terkena semprotan racun api. Sumarlin pun pingsan dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Imelda Medan.

Melihat temannya pingsan, mahasiswa tidak terima dan  melakukan perlawanan terhadap petugas keamanan kampus sehingga terjadi aksi saling dorong dan berujung dengan baku hantam. Tak lama berselang, bentrokan tersebut berhenti setelah pihak rektorat turun untuk menenangkan mahasiswa dan pihak keamanan.

Wakil Rektor III UMSU Muhammad Arifin saat dihubungi melalui telepon selulernya membenarkan kejadian tersebut. Saat ini pihaknya sedang mencari solusi atas permasalahan tersebut. “Kami akan selesaikan masalah ini, untuk korban sendiri, pihaknya akan menanggung biaya perobatan di rumah sakit,” ujarnya. (mag-11)

Omzet Miliaran, Masuk Jaringan Internasional

Lagi, BNN Bekuk Bandar Narkoba di Nusakambangan

JAKARTA- Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali mengungkap bisnis penjualan narkotika di balik jeruji Lapas Narkotika Nusakambangan. Kali ini yang dicokok adalah Syafrudin alias Isap alias Kapten pada Jumat malam (10/6). Tim BNN yang dipimpin Direktur Narkotika Alami BNN Brigjen Pol Benny Mamoto tiba di Cilacap pada Jumat (10/6) sekitar pukul 10.00.

Sebelumnya ada tim yang tiba di Cilacap dan berhasil menangkap istri Kapten, Dewi, pada Kamis (9/6) saat akan menyeberangi dermaga. Ketika itu dia hendak menjenguk suaminya di Nusakambangan.
Diketahui, Kapten merupakan rekan sekamar Hartoni, narapidana yang ditangkap BNN pada Maret lalu dengan kasus yang sama, yakni bandar narkotika yang mengendalikan penjualan dari penjara. Kasus Hartoni beberapa waktu lalu juga menyeret nama Kepala Lapas Narkotika A  Marwan.

Penangkapan Kapten tersebut merupakan hasil pengembangan penyidikan BNN setelah menangkap Hartoni. Menurut Benny, banyak bukti yang memberatkan Kapten. “Jadi, dia (Kapten) ditangkap karena kasus narkoba di beberapa anggota jaringan yang sudah ditangkap BNN sebelumnya. Termasuk kasus Hartoni. Dalam kasus ini, Hartoni mengaku barang yang didapat berasal dari Kapten,” beber polisi dari Sulawesi Utara tersebut kemarin (11/6).

Selain ditangkap karena kasus narkoba, Kapten terjerat kasus pencucian uang (money laundering). “Dia juga bandar narkoba berkelas internasional. Ada beberapa bukti yang menyebut dia sering membeli mata uang dolar untuk membayar narkoba,” paparnya.

Dalam kasus ini, Kapten mengendalikan bisnisnya melalui si istri, Dewi, dan keponakannya, Syaiful, yang juga sudah ditangkap BNN. “Untuk pendistribusian, Kapten menggunakan jaringannya di luar penjara,” ungkapnya.
Kesaksian istri dan keponakan Kapten, lanjut Benny, jelas menyebutkan, meski berada di penjara, Kapten masih bisa menjual dan membeli narkoba. “Omzetnya bisa miliaran. Bahkan Kapten ini adalah saingan Hartoni di dalam lapas. Kapten dalam kasus ini mengendalikan semua jenis narkoba, sesuai dengan permintaan pasar,” ujarnya.
Dewi ditangkap bersama barang bukti enam ponsel dan lebih dari 20 SIM card berbagai operator. Ponsel dan SIM card itu diduga digunakan suaminya untuk menjalankan perdagangan narkoba melalui lapas.

Selain Dewi, Syaiful yang sudah dibekuk BNN disebut sebagai kaki tangan Kapten. Dia bertugas menghubungi Kapten untuk masalah penarikan dan transfer uang. Melalui dua kaki tangan Kapten tersebut, ditemukan pula print-out rekening bank. Ada pula rekening yang sudah ditutup untuk menghilangkan jejak.

“Syaiful berumur 29 tahun, tapi perawakannya seperti berusia 35 tahun. Dewi berusia 31 tahun dan memiliki tiga anak. Dua dari suami pertama dan satu dari hasil pernikahannya dengan Kapten,” jelas Benny.
Tim Kejar BNN mendatangi Lapas Narkotika Nusakambangan pukul 17.00. Tim diterima Kalapas yang baru, Lilik. Negosiasi penjemputan Kapten memakan waktu sekitar dua jam. Menurut dia, proses itu terkendala karena Kalapas masih harus menghubungi atasannya untuk mengonfirmasi penangkapan tersebut. “Tapi, kami sudah memiliki surat penangkapan. Jadi, mereka tak bisa berbuat banyak,” tegasnya.(gel/jpnn)

Kejagung Comot Dua Tersangka

Kirim 3 Penyidik ke Pemkab Batubara

JAKARTA-Pasca penetapan dua pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batubara, Sumatera Utara dan Direktur PT Pacific Fortune Management (PFM) sebagai tersangka kasus pembobolan dana kas daerah Pemkab Batubara Rp80 miliar, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan dua tersangka baru dalam perkara ini.
Kelanjutan proses penyidikan kasus dugaan korupsi dana kas daerah Pemkab Batubara ditindaklanjuti Kejagung.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto menyebutkan, jajarannya kembali menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut. “Sesuai laporan, hari ini mendapatkan dua tersangka. Satu pejabat Pemkab Batubara dan satu dari swasta,” katanya.

Menurut Andhi, penetapan status tersangka diketahui setelah dirinya memerintahkan tiga penyidik kembali mendalami bobolnya kas daerah tersebut ke Pemkab Batubara, Sumut. “Sesuai laporan yang didapat, staf Pemda Batubara tersebut berperan untuk mencairkan uang fee,” tandasnya. Namun, Andhi belum memberi keterangan mengenai siapa nama dua tersangka tersebut.

Andhi mengaku belum ada penetapan tersangka terhadap Kepala Cabang Bank Mega Jababeka Bekasi, Itman Harry Basuki yang terindikasi terlibat perkara tersebut. Menurut Andhi, pihaknya tidak terburu-buru menetapkan tersangka terhadap Itman karena saat ini yang ber­sangkutan telah ditahan di Polda Metro Jaya. Itman dituding terlibat kasus pembobolan dana nasabah Elnusa di Bank Mega.

“Kepala Cabang Bank Mega sementara ini ditahan Polda untuk perkara lain. Sampai saat ini Kejagung belum menetapkan dia sebagai tersangka,” terangnya. Kendati demikian, Andhi memastikan bahwa Kejagung akan menindak semua pihak yang diduga terlibat kasus pembobolan kas daerah tersebut. “Ya pokoknya semua yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban,” katanya.

Sebelumnya, lembaga yang dikomandoi Basrief Arief itu telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini yaitu, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Yos Rauke, Bendahara Umum Fadil Kurniawan dan Direktur PT Pacific Fortune Management (PT PFM), Rachman Hakim.

Dengan begitu, sampai kini Kejagung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Tiga orang sudah ditahan, namun dua orang yang baru ditetapkan sebagai tersangka belum bisa dipastikan penahanannya.
“Kedua tersangka masih terus didalami keterangannya oleh penyidik,” katanya.

Seperti diketahui, Kamis 9 Juni 2011 lalu, Kejagung melakukan penyitaan aset terkait kasus ini. Dalam eksekusinya, Kejagung menyita empat mobil tersangka Rachman Hakim. Keempat mobil yang disita masing-masing ber­tipe Toyota Fortuner B 1954 PJA, Honda Freed B 1071 UKQ, Honda CRV B 805 PFM, dan Toyota Vellfire dengan nopol B 494 QW. “Mobilnya sekarang ada di Pidsus Gedung Bundar,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Ka­puspenkum) Noor Rochmad.

Ditambahkan Noor, penyitaan dilakukan karena diduga kuat uang yang digunakan membeli keempat mobil tersebut berasal dari hasil korupsi. Saat penetapan Rachman Hakim sebagai tersangka, diuraikan, para tersangka memindahkan uang tersebut dengan cara menyetorkan ke rekening Bank Mega beberapa kali. Penyetoran dideteksi dimulai pada 15 September 2010 hingga 11 April 2011.

Dana Rp 80 miliar tersebut disimpan dalam bentuk deposito di Bank Mega Jababeka, Bekasi. “Kedua tersangka telah menerima keuntungan dengan menerima cash back sebesar Rp405 juta,” ucapnya.

Selanjutnya, kata Noor, dana deposito tersebut dicairkan oleh kedua tersangka untuk disetor ke dua perusahaan yakni PT Pacific Fortune Management dan PT Noble Mandiri Invesment melalui Bank BCA dan Bank CIMB.
“Kedua tersangka telah ditahan Kejaksaan sejak 7 Mei lalu. Mereka dijerat pasal 2 ayat (1), pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pa­sal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” katanya.

Di tempat terpisah, Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengungkapkan, hasil audit terhadap Bank Mega menyebutkan banyak temuan transaksi mencurigakan yang mengalir ke perusahaan dan perorangan.

“Dalam kasus dana Pemkab Batubara, dananya lebih banyak dialirkan kepada perseorangan atau individu,” ujarnya usai seminar nasional yang membahas mengenai implementasi UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana di Jakarta.

Menurutnya, hasil audit tersebut telah disampaikan ke DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu. Yunus memastikan, dalam kasus ini diduga terdapat sindikat yang memang sudah dibina dan bermain lama. “Cuma sindikat ini kadang-kadang tidak semuanya disikat dan modus yang dilakukan pun cenderung sama dengan modus yang sudah-sudah,” ucapnya. (and/rm/jpnn)

Dilapori, KPK Selidiki Kolusi Fadel

JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecewa kepada anggota Komisi IV DPR Rosyid Hidayat yang terus mengumbar pernyataan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad serta istrinya, Hana Hasanah, terlibat kolusi dalam sejumlah proyek di kementerian tersebut. KPK berharap politikus dari Partai Demokrat itu mau membuat laporan resmi.

“Kalau dia (Rosyid) memang mengetahui adanya korupsi itu, langsung saja lapor ke KPK. Ngapain ngomong-ngomong ke media,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi kepada koran ini kemarin (11/6).
Dia menyatakan, siapa pun yang mengetahui dan memiliki data valid tentang adanya tindak pidana korupsi di mana pun diminta segera melapor ke KPK.

Menurut Johan, KPK tidak akan membedakan latar belakang si pelapor. Yang penting, data tersebut valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Seperti biasa, bila sudah menerima laporan, lembaga yang dipimpin Busyro Muqoddas itu akan menelaah laporan dan data-data yang disertakan.

Apakan nanti KPK memanggil Fadel dan Hana berdasar laporan itu? “Kami belum tahu. (Pemanggilan Fadel) itu masih terlalu jauh. Yang jelas, langkah pertama kami adalah menelaah laporan itu dulu,” tegasnya.

Sementara itu, si whistle blower, Rosyid Hidayat, belum berencana melaporkan kasus yang diendusnya ke KPK. Dia beralasan belum memegang dokumen yang bisa menjadi alat bukti materiil yang sah. “Bagi saya, ini bagian dari fungsi pengawasan (DPR). SMS (pesan pendek, Red) pengaduan dari masyarakat sudah cukup. Tidak membutuhkan bukti materiil,” ungkapnya di Jakarta kemarin. Dia menegaskan, dirinya bukan penegak hukum. Kalau bukti materil dibutuhkan, penyelidik KPK bisa menyelidiki. (pri/jpnn)

Sengketa Laut Cina, Vietnam Sambut Bantuan Asing

HANOI- Vietnam menyambut segala bentuk bantuan dari komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat (AS) dalam kasus Laut Cina Selatan. Pernyataan ini diucapkan oleh Kementerian Luar Negeri Vietnam.
Saat ini Vietnam tengah mengadakan latihan tempur dengan peluru asli di kawasan Laut Cina Selatan. Demikian seperti diberitakan oleh Reuters, Sabtu (11/6).

Ketegangan antara Vietnam dan Cina di daerah ini meningkat. Kedua negara tersebut saling menuduh dalam hal pelanggaran kedaulatan. Beberapa hari yang lalu, Cina juga telah mengirimkan kapal perangnya ke daerah itu.
Walaupun tidak akan terjadi bentrokan militer antara kedua negara tersebut, ketegangan akan menyulitkan proses negosiasi dan mengundang campur tangan AS. Cina juga tengah berargumen dengan Filipina dalam masalah sengketa pulau.

“Memelihara keamanan, stabilitas, keamanan dan keselamatan maritim merupakan kepentingan seluruh negara di dalam maupun di luar wilayah tersebut,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Nguyen Phuong Nga.
“Setiap tindakan yang dilakukan oleh komunitas internasional untuk memelihara keamanan dan stabilitas laut ini akan disambut dengan baik, Laut Cina Selatan adalah jalur perdagangan yang strategis dan kaya akan cadangan minyak dan gas,” tandasnya. Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan juga mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan. Namun, Cina mengklaim wilayah yang cukup besar di daerah tersebut, termasuk di antaranya Kepulauan Spratly dan Paracel.(rhs/jpnn)

Sekeluarga Hilang Misterius

MOJOKERTO – Satu keluarga yang terdiri dari suami-isteri dan dua anaknya, diculik oleh sedikitnya 12 orang tak dikenal di rumah kontrakannya di Dusun Gelang, Desa Mojosulur, Kecamatan Mojosari, Sabtu (11/6) pagi. Hingga kemarin petang, jajaran Polres Mojokerto masih di lokasi dan mencari penyebab hilangnya empat orang tersebut.
Warga sekitar mengenal kepala keluarga itu dengan sebutan Frank. Pria ini berusia antara 40-45 tahun dan baru seminggu menempati rumah kontrakan milik Sulaimin (45) warga Dusun Bajangan, Desa Kembang Ringgit, Kecamatan Pungging tersebut.

Menurut sejumlah saksi di sekitar rumah kontrakan Frank menyebut, sekitar pukul 09.00 pagi, pria berperawakan bersepeda motor matic, mendadak menanyakan rumah pria yang dikenal warga sebagai pebisnis mobil bekas ini. “Saya arahkan ke rumahnya,” terang Harun (40), tukang las karbit yang berada tak jauh dari rumah Frank.

Saat bertanya inilah, pria yang mengaku sebagai polisi ini menjelaskan jika Frank adalah seorang teroris.
Tak berlangsung lama setelah diberitahu, sebuah mobil Avanza mendekat dan sejumlah orang langsung masuk ke dalam rumah ini. Tak terdengar cek-cok atau teriakan apapun. Yang jelas. Frank dan isteri serta dua anaknya yang tengah libur sekolah langsung dilesakkan ke dalam mobil van itu.

Hilangnya sekeluarga ini sontak membuat geger warga sekitar. Mereka menyebut, Frank terlibat aksi terorisme yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Hal itu mengacu pada cerita salah satu pelaku dan kepribadian keluarga ini yang selalu tertutup dengan para tetangganya. “Sampai detik ini, orangnya belum lapor saya,” terang Jamali (36), ketua RT setempat.

Sejak menghuni rumah yang memiliki dua kamar ini, nama Frank hanya dikenal warga. Mereka tak pernah mengerti siapa nama aslinya.”Mereka tak pernah berinteraksi dengan warga. Bahkan, saya juga belum tahu anaknya sekolah dimana,” tukasnya.

Sejumlah warga lain menyebut, sejak malam hari, sejumlah orang menyanggong Frank dengan menggunakan mobil, dekat rumahnya. Mereka hilir mudik dan keluar masuk warung kecil untuk memesan kopi.

Warga yang lain justru mengira, Frank terlalu banyak hutang dan takut hidup di perkotaan. Sehingga, kampung kecil di kawasan Mojosari menjadi salah satu pilihannya. “Mungkin saja. Karena, lokasi kerjanya saja sampai sekarang tidak ada warga yang tahu,” cetus warga di warung kopi kampung ini.

Hingga kemarin petang, puluhan anggota Polres Mojokerto dan anggota Intel Kodim 0815 masih berada di lokasi ini. Walhasil, warga yang semula tenang, tiba-tiba terusik.

Namun, petugas keamanan ini tak satupun yang berhasil masuk ke rumah ini. Rumah ini dikunci rapat-rapat oleh para pelaku. Hanya jendela samping saja yang terbuka lebar. Sejumlah pakaian pemilik rumah awut-awutan.
Kapolres Mojokerto AKBP Prasetijo Utomo mengaku masih mengumpulkan data-data di lapangan.
“Kami masih memastikan kebenarannya. Apakah ada kaitannya dengan polisi ataukah bermotif bisnis,” ujar Prasetijo. (ron/lal/jpnn)

Bursa Ketua Umum PPP Mulai Panas

JAKARTA- Bendahara Umum DPP PPP Suharso Monoarfa memastikan tidak akan ikut maju dalam kontestasi ketua umum pada muktamar PPP yang dilangsungkan di Bandung, awal Juli 2011. Suharso yang juga menteri perumahan rakyat (Menpera) itu justru mendukung Suryadharma Ali.

SDA “sapaan akrab Suryadharma Ali” adalah ketua umum PPP saat ini sekaligus rekan sejawatnya di kabinet. Hampir pasti dia menjadi incumbent dalam muktamar mendatang. “SDA masih merupakan figur yang terbaik untuk dipercaya kembali mengantarkan partai ini kembali besar,” ujar Suharso dalam keterangannya kemarin (11/6).

Menurut dia, SDA patut didukung menjadi ketua umum PPP mendatang. Sebab, sebagai salah seorang pemimpin nasional, elektabilitasnya lebih tinggi daripada kader PPP lainnya. “Muktamar nanti harus bisa memunculkan figur yang  elektabilitasnya patut dipersandingkan di pentas nasional pada Pemilu 2014,” tutur Suharso.
Beberapa waktu terakhir, nama Suharso sempat disebut-sebut sebagai salah seorang kandidat ketua umum. Dia disandingkan dengan calon lain, seperti, SDA, Ahmad Muqowwam, dan Muchdi Pr. Dua nama terakhir sudah menyatakan  siap maju dalam bursa pemilihan. Keduanya telah mengklaim mengantongi sejumlah dukungan cabang dan wilayah.

Di sisi lain, hingga saat ini, SDA belum secara resmi mendeklarasikan diri maju kembali sebagai ketua umum. Namun, belakangan menteri agama itu makin rajin road show dan silaturahmi ke sejumlah tokoh senior partai serta pengurus daerah PPP di berbagai wilayah.

SDA telah bertemu, antara lain, pengurus wilayah dan cabang se-Bali. Pertemuan yang dilangsungkan di Hotel Inna Sindhu Beach, Sanur, Bali, Jumat lalu (10/6) tersebut, kabarnya, juga merupakan bagian dari penggalangan dukungan. Saat itu SDA didampingi sejumlah petinggi PPP yang tercatat sebagai orang-orang dekatnya.(dyn/c3/agm/jpnn)

Densus 88 Tangkap Ipar Dulmatin

JAKARTA- Menjelang pembacaan vonis Abu Bakar Ba’asyir pada 16 Juni nanti, Densus 88 makin bersemangat melakukan serangkaian penangkapan terhadap orang yang diduga teroris. Operasi korps berlambang burung hantu itu dilakukan di Jakarta, Pekalongan (Jateng), dan Kalimantan Timur. Orang-orang tersebut terkait dengan jaringan kelompok Palu yang menembak polisi.

Mabes Polri berjanji mengumumkan secara detail hasil penangkapan-penangkapan itu pekan depan. “Secara lengkap baru disampaikan Selasa (14/6),” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar kemarin.  Dia menyatakan divisi humas belum diberi tahu secara detail mengenai operasi itu.
“Masih di Densus,” katanya. Berdasar informasi yang dihimpun koran ini, enam orang ditangkap di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Yakni, STN, WTY, JMT alias QMD, UMR, PMN, dan BSP.

Enam orang itu rata-rata masih berusia muda, kelahiran 1977 sampai 1984. Selama ini mereka tinggal di Jakarta, mengontrak rumah di beberapa wilayah. Termasuk Kemayoran, Jakarta Pusat, Tambora, Jakarta Barat, dan Kramat Pulo Raya.

Dua orang lagi ditangkap di Pekalongan pada Kamis (9/6) menjelang tengah malam. “Ya, ada adiknya Dulmatin,” kata sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) kemarin. Adik Dulmatin itu bernama Hary Kuncoro. Dia adalah adik Istiadah, istri Dulmatin. Jadi, Hary merupakan adik ipar Dulmatin. (rdl/c5/nw/jpnn)

Sahabatku Irfan Sulaiman

“Dik Sunaryono, barusan tadi  saya kontak telpon Suhaili, antara lain dia bilang bhw Irfantelah meninggal pd tgl  7 April yg lalu  pd usia 73 thn. Dik  Sunaryono  sendiri  sehat-sehat  saja ya Dik. Salam  sejahtera unk  sekeluarga  di sini. Tetap  saja  dr ST &J.”
Aku terhenyak  dari berbaringku sore itu. Innalilahi  wa Inailaihi rojiun, bisikku. Jadi  Mas  Irfan  telah meninggal dunia. Ini berita tentang  seseorang yang tinggal  di Banyuwangi,  datangnya melalui SMS  dari Jerman. Walau aku tahu  SMS ke Jerman  lebih mahal tarifnya  dari tarif  SMS  di dalam negeri,  aku jawab  pula  SMS itu  dengan “Innalilahi”. SMS  datang  dari Sas Soeprijadi Tomodihardjo yang dulu sering menelepon dari Jerman.

Cerpen   Sunaryono Basuki Ks

Hanya dua  orang yang pernah meneleponku  dari luar negeri, yang seorang  lagi  adalah  Made Widana  dari Paris. Bekas  mahasiswaku itu  sekarang  sudah kaya-raya,  dan  selalu bercerita mengenai sukses  bisnisnya. Celakanya,  kalau dia menelepon bisa  setengah  jam lebih, padahal aku  lekas merasa capek  bila  harus  duduk menerima telpon  selama itu. Kata  Widana,  dia  membeli kartu telepon  delapan puluh Euro. Entah  berapa  rupiahnya dan  walaupun  andaikata  di Indonesia  ada kartu “murah”  semacam itu, aku  takkan mampu membelinya apalagi aku  tidak punya  telepon yang bisa  aku  hubungi. Walau  Widana dan Pak Soeprijadi menelpon, aku  tidak tahu  berapa nomor telpon rumahnya. Tetapi sayangnya, setiap  saat  Widana  menelepon bukan menanyakan keadaanku tetapi malah  menyarankan  aku berbisnis  buku  lewat internet.
“Bisnis  konvensional sudah ketinggalan jaman.”

Tetapi dia  tidak  mau tahu bahwa ongkos  kirim buku per pos  sangat mahal di Indonesia, bisa-bisa  harga  per-eks  buku lebih  mahal dari harga  di toko buku. Padahal kalau aku  harus  menjual  buku-bukuku,  aku harus membeli  lebih dulu dari penerbit,  dan hal itu perlu modal besar.

Jadi  aku sudah tua. Aku  tidak  tahu kalau Irfan ternyata lebih tua  dariku. Usiaku  hampir  tujuh puluh tahun, dan  Irfan ternyata sudah berusia  tujuh puluh tiga tahun. Kami  bertiga  teman akrab: Hermanadi, Irfan  dan diriku. Kebetulan Hermanadi  tinggal di Jalan Kaliurang  Barat  di rumah pakdenya,  dan  aku di Jalan Lebaksari  yang hanya  selangkah  dari Kaliurang. Sedangkan Irfan  mondok  di Jalan Nongkojajar Gang III. Jalan  Nongkojajar merupakan  cabang  dari Jalan Lebaksari. Karena pondokannya paling dekat  dengan rumahku, maka  aku pun  paling sering  berkunjung  ke pondokannya.

Pondokannya  terletak di ujung gang  dengan sebatang pohon besar, kalau tidak  salah pohon mangga. Dan bila malam tiba, pohon mangga itu berbuah ayam. Ayam-ayam peliharaan induk semang Irfan  tidak  dikandangkan tetapi secara “tahu diri” menempatkan dirinya  di cabang-cabang pohon mangga itu.
“Banyak ayamnya, Fan?”  pernah  aku tanya.
“Wah. Ibu  saja tidak tahu.”

Yang membuatku dekat  dengan Irfan  mungkin  kegemarannya  menulis puisi. Aku juga  dan aku berhasil mengajaknya mengirim puisi  ke ruang remaja  Majalah Trio. Pengasuhnya mula-mula  Mbak Surtiningsih  WT, istri Pak  Sukanto SA  sastrawan terkenal. Namun  kemudian  ruang itu  diasuh oleh  seorang mahasiswi Fakultas  Sastra UI yang bernama Edi  Sedyawati. Kak Edi panggilannya.1

Dan   beberapa sajaknya  dimuat juga  di ruang remaja itu. Aku  sendiri menulis  cerita pendek,  yang kuingat berjudul “Jambangan Bunga  Anyelir”  dan  juga menulis  komentar pendek mengenai tukang catut karcis  bioskop  di Malang.  Mungkin karena  sama-sama  menyukai  dunia karang-mengarang kami  akrab,  lebih akrab dibanding dengan Hermanadi. Tetapi  kelebihan Hermanadi, dia pemain bulutangkis yang hebat. Ini mungkin gara-gara rumah pak de-nya  berhalaman luas  dan  tiap  sore dia  bisa berlatih  bulutangkis  bersama  para  sepupunya.
Tetapi kami bertiga  pernah  terlibat  di dalam  satu peristiwa  sastra.  Pada  suatu hari libur kami bertiga melancong  ke Surabaya, menginap  di rumah kakak Irfan di Jalan Raya Gubeng. Bukan rumah  sebenarnya, tetapi  sebuah garase  yang  diubah menjadi tempat tinggal.  Rumah kecil itu  terletak di bagian belakang  sebuah rumah besar  yang penghuninya  bermacam-macam.

“Di depan  situ tinggal Pak Soeprijadi,” kata kakak Irfan.
“Oh, sastrawan terkenal itu. Saya tahu namanya,” kataku.
“Ayo  ke sana  saja berkenalan,” katanya.
“Malu, Mas.”
Aku  kenal  dengan Pak Soeprijadi melalui  surat saja. Dia menjadi  redaktur ruang budaya  sebuah koran  dan aku mengirim  sajak  ke  ruang itu  dan dimuat. Beberapa yang dimuat,  walau aku menggunakan nama samaran yang kemudian ditandai  oleh Dr Uriel  Kratz  di dalam buku bibliografi  sastra  yang diterbitkan  oleh UGM Press. Kebetulan   waktu  buku itu  sedang  disusun,  aku berkunjung  ke kantor Pak Kratz  di School of Oriental  and African  Studies,  di London. Dengan menyodorkan  calon buku yang  tebal sampai dua  jilid, Pak Kratz bertanya: “Apa  Bapak menggunakan nama lain?”

Lalu  aku menuliskan  nama-nama  samaranku  di atas  kertas  yang disodorkan  padaku dan kemudian Pak Kratz mencari di  konsep bukunya  dan langsung menandainya.  Karena itu  dalam bukunya nanti,  di mana  namaku muncul  diberi tanda: “lihat nama ini”.

Di Surabaya  aku tetap tak  berani bertemu Pak Soeprijadi, namun  aku berkunjung ke rumah Pak Lutfie Rachman,  seniman  serba bisa.  Dia penyair, pelukis, dan  redaktur  sastra,  dan bahkan kelak menjadi pemain  sandiwara  tv. Ternyata  di rumahnya di  sebuah gang,  dia  sedang  sakit  namun  sangat senang akan kunjungan kami.
“Bisa  minta tolong, ya?” pintanya.
“Apa, Pak?”
“Siaran di  RRI.”

“Lho kan  biasanya Bapak yang siaran?”
“Saya  sakit begini, kepala  cekot-cekot. Nanti  saya  kasih   surat pengantar  dan ini naskahnya. Pelajari dulu. Datang ke  studio  setengah  jam  sebelumnya.”

Lelaki itu  dalam posisi  duduk  di atas tikar menyodorkan  ketikan  sejumlah  sajak,  lengkap  dengan komentar  kritisnya. Komentar itu  tentu  telah  disiapkan oleh Pak Lutfie.

“Nanti  Dik Bas jadi pembawa  acara dan pembaca kritik,  sedangkan  adik  membaca puisi.”
Kulihat  Hermanadi  senyum-senyum. Seumur-umur dia  tidak  pernah berhubungan  dengan  puisi  dan malam itu  dia harus  berdeklamasi  di radio, tidak tanggung-tanggung: di RRI Surabaya. Pendengarnya  bukan  saja penduduk  Surabaya  sebab jangkauan  siarannya sangat luas.

Siang itu  di tempat tinggal kakak Irfan  kami tidak tidur  tetapi berlatih menjadi pembaca puisi dan aku  menjadi pembaca  acara. Aku mengisap  rokok  Bantoel biru yang baru  saja  kubeli di Malang. Aku bukan perokok, tetapi ingin merasakan sendiri  apa enaknya merokok. Irfan  dan Hermanadi ikut-ikutan menghisap  rokok. Malam itu kami serasa menjadi bintang. Entah siapa  di antara teman-teman kami yang mendengar siaran itu. Pasti mereka gempar.

Celakanya, sesaat  sebelum  sajak  habis  dibacakan, teryata  masih  ada  sisa  sepuluh menit.  Aku  pada akhir acara  menambahkan sajakku  sendiri (sajakku  memang  sering  disiarkan  dalam siaran ini oleh Pak Lutfie. Tentu  saja  operator  yang memegang naskah  bingung. Lagu penutup sudah  disiapkan hendak diputar tetapi masih  ada  suara pembawa  acara. Begitu kami keluar dari studio, kami disambut dampratan. Kami  hanya  diam  saja  karena  merasa bersalah namun di dalam  hati  bangga  sebab sudah berhasil mengudara lewat RRI Surabaya. Saat melintas  di  jembatan  di atas Kali Mas,  aku menghisap  rokokku  dalam-dalam. Tak tanggung-tangung, rokok cap Bentoel  yang  selalu dikejar pecandu  rokok. Mulutku hanya mampu merasakan  pahit. Tidak  ada  secuil kenikmatan pun.  Lalu,  rokok yang masih menyala itu aku lempar ke sungai. Bungkus  rokok yang masih berisi  juga kulempar.
“Selamat tinggal rokok!” dengan  gaya  seorang  deklamator. Dan  semenjak  saat itu aku tidak lagi merokok. Kalau  temanku  menawariku rokok,  aku hanya  mengambil kotaknya dan mencium baunya. Cukup  begitu.

Sejak  kami berpisah, aku menempuh kuliah  di Jakarta, kami tak pernah  bersurat. Aku benar-benar kehilangan jejak Irfan. Apakah dia pulang kampung  atau masih tinggal di  Malang  dan  mungkin menempuh kuliah, aku tak tahu. Sampai aku  sudah menjadi  sarjana  dan bekerja  di Bali. Pada  suatu hari  bus  siang yang kutumpangi  dari Surabaya-Singaraja  berhenti mengisi  bensin  di sebuah  pompa bensin  sebelum bus  masuk ke terminal feri Ketapang. Aku kebetulan  duduk  di  dekat  pintu  depan kiri. Kulihat  lelaki yang melayani mengisi  bensin  mirip Irfan. Aku tidak  yakin  itu dia, dan aku juga tidak  turun menanyainya apa dia Irfan. Peristiwa tersebut berlalu  dan  sejak itu dengan  dibukanya trayek  bus malam Jayakatwang  aku tidak lagi  tahu  di mana  bus berhenti mengisi bensin. Rasanya  di  pompa bensin yang jauh  sebelum bus masuk ke  wilayah Banyuwangi.

Lalu aku bisa  berhubungan dengan mas Soeprijadi  yang alamat e-mail-nya  kuminta  dari redaktur  sebuah koran yang memuat cerpennya. Dari alamat e-mail itu dia mendapatkan  nomor telpon rumahku. Dan  dari hubungannya  dengan Suhaili Cordiaz, kakak Irfan, akupun mendapatkan nomor  telpon Irfan di Banyuwangi. Ketika kutelpon  dia,  kudengar suara  kegembiraan  yang luar biasa karena bertemu  dengan teman lama. Aku juga  bertanya apakah  dia pernah bekerja  di  pompa  bensin dekat terminal feri Ketapang. Ternyata memang demikian. Aku merasa  sangat menyesal  kenapa  saat itu aku tidak turun  dari bus  dan menyapanya. Kalau begitu, pasti  kami bisa  bertemu lebih lama, apalagi ketika  aku sering pulang ke Malang membawa mobil  sendiri, pasti aku bisa menengoknya  di Banyuwangi. Konon,  dia juga menjadi mubaligh.

Sekarang, kami sudah benar-benr berpisah  dan aku hanya mampu mendoakan agar arwahnya  diterima  di tempat  sebaik-baiknya  di sisi Allah. Amin.***

Singaraja, 25 Mei  2011
(Kado ulang tahun ke-68 untuk istriku: I Gusti Ayu Made Darika, tepat pada 5 Juni 2011)