MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hampir seluruh rencana pembangunan di Kota Medan tahun ini, ditunda pelaksanaannya menyusul pandemi Covid-19 yang melanda Kota Medan. Pemko Medan harus merelakan hampir seluruh rencana kegiatan pembangunan, khususnya proyek fisik di Kota Medan.
“Mau tidak mau rencana harus diundur. Kondisi tidak memungkinkan untuk melakukan pembangunan saat ini,” ucap Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Irwan Ritonga, kepada Sumut Pos, Kamis (25/6).
Pemko Medan, lanjutnya, telah mengalihkan sebagian besar anggaran, khususnya anggaran untuk pengadaan dan pembangunan fisik yang dinilai tidak mendesak, untuk penanganan wabah Covid-19. “Fokus saat ini penanganan Covid-19. Rencana pembangunan fisik ditunda hingga waktu yang belum ditentukan,” ujarnya.
Bila memungkinkan, kata Irwan, rencana pembangunan tahun ini dilaksanakan tahun depan. Karenannya, besar kemungkinan Pemko Medan tidak akan merancang banyak pembangunan tahun 2021. “ Tapi tetap tergantung pada kondisi pandemi Covid-19,” terangnya.
Konsep New Normal di tengah pandemi Covid-19, diharapkan dapat segera mengembalikan kondisi perekonomian masyarakat, tak terkecuali kondisi keuangan Pemko Medan yang tengah defisit.
“Pun begitu, bukan berarti Pemko Medan tidak akan melakukan pembangunan fisik sama sekali. Tahun ini, Pemko Medan melalui Dinas PU Kota Medan tetap berencana membangun jembatan Titi Dua Sicanang di Kecamatan Medan Belawan. Sementara pembangunan lainnya, seperti revitalisasi pendopo Lapangan Merdeka, perbaikan Skybridge, dan lain-lain, sepertinya memang harus ditunda,” jelasnya.
Pemko Medan melalui OPD terkait, juga tetap berupaya merehab-rehab kantor, pemeliharaan bangunan, jalan, drainase, dan pemeliharaan lainnya.
Menanggapi kondisi ini, anggota DPRD Medan dari Dapil II (Medan Utara), Abdul Rani, mengatakan sudah sepatutnya Pemko Medan tetap mempertahankan pembangunan jembatan Titi Dua Sicanang Belawan. Pasalnya, jembatan itu telah dua kali ambruk.
“Nggak mungkin ditunda lagi, jembatan itu sudah dua kali ambruk. Pembangunan jembatan Titi Dua Sicanang itu sifatnya urgent, urat nadi perekonomian rakyat Medan Utara khususnya masyarakat Sicanang dan sekitarnya,” jelas Abdul Rani.
Untuk itu, Pemko Medan diminta tetap merencanakan pembangunan Titi Dua Sicanang di tahun ini. Anggaran jangan sampai dipotong dan dialihkan untuk menangani wabah Covid-19.
“Anggaran jembatan Titi Dua Sicanang nilainya Rp15 miliar. Kita harapkan Pemko Medan tetap mempertahankan anggarannya, juga jangan dipotong. Supaya jembatan Titi Dua Sicanang tidak ambruk untuk ketiga kalinya,” pungkasnya. (map)
RAKOR BERSAMA KETUA KPK: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, didampingi Sekdaprov Sumut R Sabrina, Kepala Perwakilan BPKP Sumut Yono Andi Atmoko, dan OPD terkait, mengikuti rakor dan diskusi interaktif Ketua KPK RI, Firli Bahuri, dengan para Gubernur se-Indonesia secara virtual, Rabu (24/06).
RAKOR BERSAMA KETUA KPK: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, didampingi Sekdaprov Sumut R Sabrina, Kepala Perwakilan BPKP Sumut Yono Andi Atmoko, dan OPD terkait, mengikuti rakor dan diskusi interaktif Ketua KPK RI, Firli Bahuri, dengan para Gubernur se-Indonesia secara virtual, Rabu (24/06).
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis sejumlah daerah dengan angka korupsi tertinggi dalam lima tahun terakhir (2014 hingga 2019). Dalam rilis tersebut, Sumatera Utara menempati urutan keempat secara nasional, dan peringkat pertama di Pulau Sumatera sebagai provinsi terkorup.
Angka kasus korupsi di Sumut dalam lima tahun terakhir total 64 kasus. Urutan tiga teratas masing-masing pemerintah pusat dengan 359 kasus, Provinsi Jawa Barat 101 kasus dan Jawa Timur 85 kasus.
Untuk wilayah Pulau Sumatera, Sumut peringkat teratas, disusul Provinsi Riau dan Lampung pada urutan kedua dan ketiga. Masing-masing dengan 51 kasus dan 30 kasus. Data itu disampaikan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif Ketua PKK dengan Gubernur se-Indonesia yang dilakukan secara online pada Rabu (24/6).
KPK menyebut, kasus korupsi di sejumlah daerah didominasi suap fee proyek, pengadaan barang dan jasa, serta suap perizinan dan ketuk palu pengesahan APBD. Untuk itu, Firli meminta tak ada lagi kasus korupsi ‘ketok palu’ terkait APBD atau korupsi terkait pengesahan APBD di pemda. “Tolong, saya ingin sekali lagi jangan ada lagi ketok palu dalam rangka pengesahan APBD provinsi, kabupaten dan kota,” katanya.
Adapun 10 wilayah terkorup di Indonesia masing-masing Pemerintah Pusat (359 kasus), Jawa Barat (101 kasus), Jawa Timur (85 kasus), Sumatera Utara (64 kasus), DKI Jakarta (61 kasus), Riau dan Kepulauan Riau (51 kasus), Jawa Tengah (49 kasus), Lampung (30 kasus), Banten (24 kasus), Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Bengkulu, dan Papua (masing-masing 22 kasus).
Menanggapi data KPK tersebut, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menilai, data tersebut menunjukkan masih banyaknya pemimpin daerah dan juga jajarannya di Sumut yang tidak amanah dalam melakukan pekerjaan mereka.
Edy menyebut, tingginya angka korupsi ini dikhawatirkan membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah makin menipis. Dia berharap para pemimpin di daerah ini bisa berbenah, serta menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan jujur.
“Saya berharap zero (korupsi) untuk kita (Sumut) ini. Kalau masih korupsi terus, kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin akan turun. Saya harap para pemimpin ini jujur, benar, berani dan ikhlas,” ujar Edy, Kamis (25/6).
“Yang ditangkap KPK ini ‘kan pemimpin, enggak ada yang anak buah, pemimpinlah. Kalau pun ada anak buah, dampak dari tidak terkontrolnya dari pemimpin,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, Edy mengimbau seluruh seluruh pimpinan daerah untuk menerapkan nilai kejujuran, ketulusan, dan ikhlas dalam bekerja.
Hentikan Uang Ketok Palu
Edy Rahmayadi mengatakan, kalau kasus korupsi ‘ketok palu APBD’ masih terus terjadi, maka rakyat tidak akan sejahtera. Karenanya ia menekankan jangan ada lagi istilah uang ketok APBD yang menjerat kepala daerah hingga berujung ke jeruji besi.
“Kalau ini masih ada terus, ya tak selesai-selesailah kita ini,” katanya.
Ia menegaskan, tahun ini tak ada lagi pemberian suap dalam proses pembahasan APBD di Sumut. “Uang ketok palunya kita hilangkan. Jika tidak, Sumut akan terus menjadi zona merah KPK. Kalau masih korupsi terus, tentu para kepala daerah akan jelek di masyarakatnya,” ujarnya.
Menurut dia, terjadinya transaksi tak benar untuk menetapkan APBD, adalah akibat ketidakjujuran para pejabat terkait. “Keabsahan APBD itu memang harus ketok palu. Tapi kalau itu menjadi rekayasa, jadinya ketok palu itu tak benar,” ujarnya.
Menurut Edy, Sumut itu kaya. Semua ada di Sumut. “Tapi kenyataan kok miskin? Berarti ada yang salah di situ. Itulah yang kita perbaiki. Kalau korupsi masih terjadi juga, yang perlu dipenjara itu adalah kalian (wartawan). Karena kalian tak bisa mengontrol,” cetusnya.
Guna menghindari korupsi di Sumut, Edy menilai yang perlu diperhatikan adalah perencanaan kegiatan, setelah itu dipelajari dan dievaluasi. Jika rencananya dalam rangka menyejahterakan rakyat, selanjutnya masuk ke anggaran. Setelah dianggarkan, lalu dilaksanakan dan kemudian diawasi dengan ketat.
“Selanjutnya dilakukan pelaporan, dan kita pertanggungjawabkan di LKPJ. Prosesnya sudah benar. Yang tidak benar adalah kita, makanya kitanya yang perlu dibenarin,” pungkasnya.
Sebelumnya dalam Rakor dan Diskusi Interaktif dengan Ketua PKK tersebut, Gubsu Edy membeberkan beberapa upaya pencegahan korupsi di Sumatera Utara. Mulai dari penerapan transaksi non tunai, penerapan e-budgeting, e-planning, e-perizinan dan lainnya.
Pemprov Sumut juga telah melakukan diversifikasi kegiatan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dengan melakukan probity audit, audit forensik, audit kepatuhan, pembinaan reguler serta pembinaan sepanjang waktu dan berkelanjutan.
“Inilah yang kami lakukan. Ke depan mudah-mudahan korupsi tidak ada lagi di Sumut, kami berupaya untuk itu,” kata Gubernur.
Selain itu, kata Edy Rahmayadi, Pemprov juga terus meningkatkan koordinasi kerja sama, kemitraan dan sinergitas dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI dan Aparat Penegak Hukum (APH). Dilakukan juga standarisasi belanja rutin, penajaman fokus program dan kegiatan, optimalisasi PAD, inventarisasi dan pengamanan aset.
Pemberian penghasilan yang memadai pada pegawai, ketegasan dan percepatan pengembalian kerugian daerah serta penjatuhan hukuman disiplin bagi aparatur yang melakukan tindakan koruptif dan percepatan penanganan pengaduan masyarakat. “Saya apresiasi Ketua KPK telah melakukan pencegahan. Tolong kami dibantu pencegahan ini,” ujar Edy Rahmayadi. (prn/net/rel)
RAKOR: Asisten Administrasi Pemprov Sumut, Arsyad Lubis, mengikuti Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak di Sumut secara virtual di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Sumut, Rabu (24/6) malam.
RAKOR: Asisten Administrasi Pemprov Sumut, Arsyad Lubis, mengikuti Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak di Sumut secara virtual di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Sumut, Rabu (24/6) malam.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di tengah pandemi Covid-19, sebanyak 23 kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut) akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020.
Hal ini membuat penyelenggaraan Pilkada akan dilakukan berbeda dengan sebelumnya, yaitu harus dibarengi dengan protokol Covid-19 yang ketat.
Sebanyak 23 kabupaten/kota yang akan melakukan Pilkada serentak adalah Kota Binjai, Medan, Pematangsiantar, Tanjungbalai, Sibolga, Gunungsitoli, Kabupaten Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Karo, Pakpak Bharat, Labuhan Batu, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu Selatan, Samosir, Humbahas, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Nias, Nias Utara, Nias Barat, Nias Selatan.
Hingga 24 Juni 2020, mayoritas daerah-daerah tersebut telah terpapar Covid-19, hanya 6 daerah yang masih tergolong zona hijau. Selebihnya, 11 masuk zona merah dan 16 lainnya zona kuning.
“Pilkada kali ini istimewa. Kita melakukannya di tengah pandemi Covid-19, sehingga ada ketentuan-ketentuan yang berbeda dari Pilkada sebelumnya. Dua hal yang ditekankan pada Pilkada kali ini yaitu demokratis dan mencegah penyebaran Covid-19,” kata Asisten Pemerintah Pemprov Sumut Arsyad Lubis usai rapat daring dengan KPU Sumut, Bawaslu, Forkopimda dan stakeholder terkait, Rabu (24/6) malam.
Arsyad yang mewakili Gubernur Sumut Edy Rahmayadi di rapat daring bersama KPU mengatakan Pilkada di Sumut akan dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat agar penyebaran Covid-19 tidak meluas. “Pilkada tentu akan mengumpulkan masyarakat seperti di Tempat Pemungutan Suara (TPS), jadi protokol kesehatan harus dilakukan secara ketat, terutama di daerah-daerah zona merah,” tambah Arsyad, di Posko GTTP Covid-19 Sumut.
Dalam penerapannya, menurut keterangan Kadis Kesehatan Pemprov Sumut Alwi Mujahit, para petugas KPU dan Bawaslu di TPS harus dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD). Juga dilakukan rapid test kepada petugas KPU untuk memastikan mereka tidak terpapar Covid-19.
“Itu perlu dan sudah disampaikan KPU, Bawaslu dan petugas keamanan kalau mereka harus dilengkapi APD dan juga dilakukan rapid test. Selain itu, di TPS juga harus dilengkapi dengan tempat mencuci tangan, hand sanitizer, thermo gun, penerapan physical distancing dan semua harus pakai masker. Melalui diskusi kami dengan KPU, Pemda yang menyelenggarakan Pemilu menyediakan fasilitas tersebut,” kata Alwi.
Saat ini, KPU dalam tahapan penyusunan daftar pemilih kabupaten/kota. Tahapan ini berlangsung dari 15 Juni hingga 14 Juli 2020. Menurut keterangan Ketua KPU Sumut Herdensi Adnin, rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) tingkat provinsi akan selesai 18 Oktober 2020.
“Kita memulai tahapan-tahapan menuju Pilkada lanjutan dan sekarang sedang dalam tahap penyusunan daftar pemilih kabupaten/kota. Nanti, di bulan Oktober kita akan rekapitulasi DPT tingkat provinsi. 6 Desember Panitia Pemungutan Suara (PPS) selesai mengumumkan DPT di masing-masing daerah,” kata Herdensi
Partisipasi Menurun
Kepala BIN Sumut, Brigjen TNI Ruruh Setyawibawa, mengatakan yang perlu diwanti-wanti KPU, Pemda dan seluruh stakeholder adalah partisipasi pemilih. Menurutnya, dengan kondisi pandemi seperti saat ini ada kemungkinan partisipasi masyarakat menurun.
“Mudah-mudahan saya salah. Tetapi prediksi kami ada penurunan partisipasi pemilih bila penyebaran Covid-19 di Sumut masih masif. Ini yang perlu kita perhatikan bersama. Bila tingkat kepercayaan masyarakat meningkat kepada pemerintah dengan menurunnya kasus Covid-19 mungkin penurunan partisipasi pemilih tidak terjadi dan kita harap itu tidak terjadi,” tegas Ruruh. (rel)
Foto: Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut/Imam Syahputra
RAKOR: Asisten Administrasi Pemprov Sumut, Arsyad Lubis, mengikuti Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak di Sumut secara virtual di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Sumut, Rabu (24/6) malam.
MUNDUR: Japorman Saragih, mundur dari jabatan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, dengan alasan kesehatan. Plt Ketua diserahkan kepada Djarot Saiful Hidayat.
MUNDUR: Japorman Saragih, mundur dari jabatan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, dengan alasan kesehatan. Plt Ketua diserahkan kepada Djarot Saiful Hidayat.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di tengah statusnya sebagai tersangka kasus suap dari mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Japorman Saragih resmi mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua PDIP Sumut diberikan kepada Djarot Saiful Hidayat, mantan cagubsu pada Pilkada Sumut 2018 lalu.
“Melalui rapat ini, saya menyampaikan rasa syukur bahwa akhirnya DPP mengabulkan permohonan pengunduran diri saya.
sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut. Terhitung sejak akhir Juni 2020 ini saya tidak lagi bertindak sebagai Ketua DPD,” kata Japorman, saat memimpin Rapat Harian di Kantor DPD PDI Perjuangan Sumut, Jalan Jamin Ginting Medan, Kamis (25/6).
Japorman mengatakan, dirinya telah mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan Ketua DPD PDIP Sumut sejak Januari 2020 lalu. Namun baru di penghujung bulan Juni ini, DPP PDIP mengabulkannya.
Kabar diterimanya surat pengunduran diri, disampaikan langsung oleh Sekjend DPP Partai, Hasto Kristianto, kepada Japorman melalui jaringan telepon pada Selasa (23/6).
Japorman juga mengungkapkan alasan pengunduran dirinya tersebut disebabkan faktor ingin lebih dekat bersama keluarga, kesehatan, dan ingin fokus mengurusi usaha.
“Kalau saya tidak mengundurkan diri tidak ada kesempatan saya untuk bisa berlama-lama bersama keluarga yang selama ini sering saya tinggal untuk urusan politk. Faktor kesehatan juga menjadi alasan saya mundur dari jabatan partai. Juga agar bisa fokus mengurusi usaha saya yang lama terbengkalai. Karena itulah saya bermohon kepada Ibu Ketua Umum agar menerima pengunduran diri saya,” ungkapnya.
Lambatnya respon DPP terhadap permohonan pengunduran diri Japorman, ditengarai karena PDI Perjuangan khususnya Sumut masih sangat membutuhkan tenaga dan buah pikirannya.
PDI Perjuangan di bawah kepemimpinan Japorman Saragih telah menggapai banyak prestasi, di antaranya adalah memenangkan berbagai Pilkada di Sumut, menang Pemilu legislatif dan Pilpres tahun 2019, berhasil mengkonsolidasikan kekuatan partai menjadi satu kekuatan yang besar, dan telah membangun kantor partai yang cukup megah di Sumut yang saat ini menjadi Kantor DPD PDI Perjuangan Sumut di Jalan Jamin Ginting Medan.
DPP juga keberatan atas pengunduran diri Japorman Saragih, karena selama masa kepemimpinan Japorman, PDI Perjuangan dinilai telah mengalami kemajuan dan tren positif, mulai dari perbaikan sistem manajemen kepartaian, hingga perolehan suara pada Pemilu dan Pilkada yang terus naik secara signifikan.
Ditanya tentang kaitan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK dengan pengunduran dirinya, Japorman membantah. “Tidak ada soal itu saya mengundurkan diri,” katanya via seluler, Kamis (25/6).
Terhitung sejak akhir Juni 2020, Japorman tidak lagi menjabat sebagai pimpinan partai banteng moncong putih di Sumut. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua PDIP Sumut diberikan kepada Djarot Saiful Hidayat.
“Semoga Pak Djarot nantinya bisa lebih memajukan PDI Perjuangan di Sumut ke depan,” harap Japorman.
Diketahui awal Februari lalu, KPK menetapkan 14 tersangka baru dalam kasus suap yang menjerat Gubernur Sumut periode 2013-2018, Gatot Pujo Nugroho. Para tersangka itu adalah anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019. Dari belasan mantan dewan yang ditetapkan tersangka, satu di antaranya yaitu Japorman Saragih.
KPK menyatakan, bahwa belasan anggota dewan tersebut terbukti telah menerima suap dari Gatot Pujo Nugroho. (adz/prn)
VICON: Jubir GTPP Covid-19 Sumut, Whiko Irwan. memberikan keterangan pers melalui video conference, Kamis (25/6).
VICON: Jubir GTPP Covid-19 Sumut, Whiko Irwan. memberikan keterangan pers melalui video conference, Kamis (25/6).
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kabar gembira kembali datang dari penanganan pasien Covid-19 di Sumatera Utara (Sumut). Antara lain, jumlah pasien positif yang dinyatakan sembuh terus bertambah. Data terbaru, pasien sembuh bertambah sebanyak 18 orang. Sehingga keseluruhan berjumlah 291 orang.
Hal tersebut disampaikan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, Edy Rahmayadi, melalui Juru Bicara GTPP Covid-19 Sumut, Mayor Kes dr Whiko Irwan SpB, dalam keterangan pers secara live streaming, di Media Center, Kantor Gubernur Sumut, Medan, Kamis (25/6)n
“Hampir setiap hari ada saudara-saudara kita penderita Covid-19 yang sembuh. Alhamdulillah, hari ini 18 orang penderita Covid-19 di Sumut yang dirawat di rumah sakit rujukan berhasil disembuhkan. Jumlah ini merupakan rekor tertinggi penambahan jumlah pasien sembuh selama pandemi Covid-19 di Sumut,” ujar Whiko.
Whiko menjelaskan, penderita Covid-19 dinyatakan sembuh bila sudah tidak ada gejala klinis dan hasil pemeriksaan swab PCR ulang sebanyak 2 kali berturut-turut didapatkan hasil negatif. Harapannya dalam beberapa hari ke depan, penderita Covid-19 yang sembuh di Sumut akan semakin meningkat.
“Sedangkan bagi kita yang belum terpapar Covid-19, perlu diingatkan bahwa saat ini vaksin belum diproduksi secara massal. Untuk itu penting menerapkan protokol kesehatan,” tambah Whiko.
“Hendaknya kita jangan terlalu yakin kalau diri kita aman dari penularan virus corona. Bahkan mantan penderita Covid-19 tetap harus melaksanakan protokol kesehatan pencegahan. Karena pasien yang sembuh masih bisa sakit kembali akibat infeksi virus corona dengan varian yang berbeda,” terangnya.
Whiko pun menjelaskan cara memutus rantai penularan Covid-19 dapat dilakukan dengan melaksanakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dalam kehidupan sehari-hari, seperti menggunakan masker pelindung hidung dan mulut, jaga jarak 1-2 meter, cuci tangan dengan sabun dan air serta hindari kerumunan orang banyak.
“Sekali saja kita terindikasi Covid-19, maka kita wajib untuk melakukan isolasi diri, baik mandiri, di balai karantina ataupun di rumah sakit,” terangnya.
Kemudian Whiko menjabarkan orang-orang yang melaksanakan isolasi antara lain penderita Covid-19 terkonfirmasi dari hasil swab PCR, orang dengan gejala klinis Covid-19 baik ringan maupun berat (ODP, PDP), orang yang berkontak erat dengan penderita Covid-19 terkonfirmasi dan terakhir adalah orang dengan hasil Rapid Test Reaktif.
Berikutnya PDP dengan gejala klinis Covid, harus melakukan isolasi klinis di rumah sakit. Sebab kata dia, bisa saja PDP ini memiliki riwayat penyakit kronis seperti sakit jantung, paru-paru, gagal ginjal dan sebagainya, namun karena disertai gejala klinis Covid yang didapatkan dari hasil laboratorium serta radiologi maka yang bersangkutan ditetapkan sebagai PDP yang melaksanakan isolasi sampai hasil pemeriksaan swab PCR nya dinyatakan negatif.
Selanjutnya, tambah dia, bila hasil swab positif, maka status PDP nya menjadi Covid positif yang terkonfirmasi dan harus terus melaksanakan perawatan sampai dinyatakan sembuh. Whiko menegaskan, PDP memang belum dipastikan pasien Covid positif, namun PDP tetap harus melaksanakan isolasi.
“Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Karena bila PDP sejak awal tidak melaksanakan protokol isolasi. Tapi seandainya ternyata hasil swab di kemudian hari didapatkan positif, kita tidak bisa membayangkan betapa banyak orang yang akan tertular Covid-19 ini,” tandasnya.
Terkait perkembangan kasus Covid-19 di Sumut, hingga 26 Juni 2020 pukul 17.00 WIB, disebutkannya untuk pasien sembuh bertambah 18 menjadi 291 orang. Dari jumlah pasien yang sembuh tersebut, 8 orang di antaranya dirawat di RS Marta Friska, selebihnya dari RS GL Tobing dan RS rujukan lainnya.
Pasien meninggal bertambah 3 menjadi 83 orang. Sementara kasus positif bertambah 69 menjadi 1.356 orang orang melalui hasil pemeriksaan swab Polymerase Chain Reaction (PCR). Hari sebelumnya 1.287 orang.
Pasien Dalam Pengawasan (PDP) turun dari 199 menjadi 191 orang.
Sementara, untuk jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) juga terjadi secara signifikan dari 866 orang menjadi 1.109 orang. (ris/rel)
NEW NORMAL: Gubsu Edy Rahmayadi menjawab wartawan soal pembahasan ranpergub normal baru yang sudah rampung, di Rumah Dinas Gubsu, Kamis (25/6). Ranpergub akan dikirimkan hari ini ke Kementerian Kesehatan RI.
NEW NORMAL: Gubsu Edy Rahmayadi menjawab wartawan soal pembahasan ranpergub normal baru yang sudah rampung, di Rumah Dinas Gubsu, Kamis (25/6). Ranpergub akan dikirimkan hari ini ke Kementerian Kesehatan RI.
MEDAN, SUMUTPOS.Co – Setelah dibahas lebih dari target 14 hari pascaberakhirnya status Tanggap Darurat Covid-19 per 29 Mei lalu, akhirnya konsep pelaksanaan new normal di Sumut selesai. Draft rancangan peraturan gubernur soal tatanan hidup baru itu akan dikirim ke pemerintah pusat, hari ini. Jika disetujui, rencananya new normal di Sumut akan dimulai per 1 Juli 2020, atau pada pekan pertama Juli.
“BESOK (hari ini) sudah diberangkatkan ke Jakarta. Kita terlambat waktunya, karena pembahasan di kabupaten dan kota lama. Besok dikirim (ke pusat). Besok juga sudah disosialisasikan ke DPRD. Sehingga mudah-mudahan tanggal 1 Juli atau di minggu pertama Juli itu sudah bisa diberlakukan,” kata Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, menjawab wartawan di Medan, Kamis (25/6).
Draft Ranpergub New Normal di Sumut selesai, setelah 33 kabupaten/kota mengembalikan dan menyempurnakan draf dari aturan yang sudah dikirim ke mereka beberapa waktu lalu.
“Aturan new normal berbeda untuk daerah yang masuk dalam kategori zona hijau, kuning, dan merah. Jadi aturan new normal tidak bisa diterapkan dengan cara pukul rata. Berbeda aturan di mal maupun tempat pariwisata. Ini juga harus disetujui legislatif,” ujar Edy.
Mantan Pangkostrad ini mengatakan, tidak ada cara lain dalam mengatasin
lonjakan kasus penyebaran virus corona selain dengan menerapkan aturan new normal tersebut. Protokol kesehatan ini memang wajib diterapkan dengan harapan bisa memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Dalam menerapkan new normal dengan memprioritaskan protokol kesehatan, tentu ada aturan yang dibuat. Masyarakat yang melanggar aturan ini dapat diberikan sanksi. Bentuk sanksi yang diberikan ini akan disampaikan ke publik setelah mendapatkan persetujuan legislatif dan pusat,” katanya.
Untuk itu, Edy meminta seluruh kabupaten/kota melakukan sosialisasi dan edukasi aturan new normal kepada seluruh lapisan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, aturan yang diterapkan di setiap daerah itu tidak semua sama.
Sebelum aturan itu diberlakukan, Pemprov Sumut akan membahas aturan itu dengan DPRD Sumut.
Jika ada masukan saat sosialisasi draft new normal ke legislatif, pemprov tetap menerima. “Kita sosialisasikan, mana yang perlu dibenarin. ‘Kan tidak angka mati kayak kitab suci. Kita mengejar waktu,” katanya.
Setelah legislatif memberikan persetujuan, selanjutnya Pemprov Sumut akan mengajukan permohonan penerapan new normal ke Menteri Kesehatan. “Tidak ada cara lain selain menerapkan aturan new normal di tengah pandemi Covid-19. Masyarakat harus menerapkan dengan penuh disiplin,” sebutnya.
Disinggung mengenai pernyataan anggota DPRD bahwa Sumut belum pantas menerapkan normal baru, di mana saat ini tidak kurang dari 11 kabupaten/kota di Sumut masuk kategori zona merah, dengan kasus positif Covid-19 sudah di atas seribu orang, Edy menegaskan, sebaiknya jangan komentar dulu sebelum pegang data.
“Pemberlakuan normal baru (new normal) itu bukan terhadap status, hanya berbeda perlakuannya di zona merah dengan di zona hijau di zona kuning maupun oranye. Sebelum disosialisasi, jangan komentar dulu,” kata mantan Pangdam I/BB dan Pangkostrad tersebut.
Ketua Panitia Khusus Covid-19 DPRD Sumut, Akbar Himawan Buchari, mengatakan pansus belum ada menerima draf ranpergub tentang normal baru maupun ajakan pembahasan bersama GTPP Covid-19 provinsi, guna memberi masukan untuk penyempurnaan regulasi dimaksud. “Kalau kami belum ada ya, tetapi mungkin saja melalui pimpinan dewan,” ujarnya via Whatsapp, kemarin.
Sebelumnya, Anggota DPRD Sumut, Aulia Rizki Agsa, meminta Pemprov Sumut termasuk Pemko Medan, menunda rencana pemberlakuan normal baru di Sumut yang direncanakan mulai 1 Juli 2020.
“Trendnya saat ini semakin meningkat. Saya berharap Pemprovsu mengkaji ulang pemberlakuan new normal. Sembari itu, Pemprovsu dan juga Pemko Medan harus lebih meningkatkan upaya pencegahan penyebaran virus ini,” katanya.
Penentuan zona pada sebuah daerah didasarkan pada indikator-indikator kesehatan masyarakat, seperti indikator epidemiologi, indikator surveilans kesehatan masyarakat dan indikator pelayanan kesehatan.
Setidaknya ada empat kategori zona wilayah terkait Covid-19. Yakni, zona hijau, zona kuning, zona oranye, dan zona merah.
Zona hijau aman, yaitu risiko penyebaran virus ada tetapi tidak ada kasus positif, penyebaran Covid-19 terkontrol, risiko penyebaran tetap ada di tempat-tempat isolasi, perjalanan diperbolehkan, physical distancing aktivitas bisnis dibuka normal dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
Selanjutnya zona kuning, berarti risiko ringan, yaitu penyebaran terkendali tetap ada kemungkinan transmisi lokal, transmisi lokal tingkat rumah tangga bisa terjadi, kluster penyebaran terpantau dan tidak bertambah, masyarakat bisa beraktifitas diluar rumah dengan protokol kesehatan, physical distancing jika di luar rumah di semua aspek termasuk transportasi publik, perjalanan dengan protokol kesehatan diperbolehkan.
Zona oranye yakni risiko sedang, yaitu PSBB risiko tinggi penyebaran dan potensi virus tidak terkendali, transmisi lokal sudah terjadi dengan cepat, klaster–klaster baru mungkin bisa dipantau dan dikontrol melalui testing dan tracing agresif, masyarakat disarankan tetap berada di rumah, physical distancing jika di luar rumah di semua aspek termasuk transportasi publik, perjalanan dengan protokol kesehatan diperbolehkan.
Zona merah berarti risiko tinggi, yaitu PSBB penyebaran virus tidak terkendali, transmisi lokal sudah terjadi dengan cepat, wabah menyebar secara luas dan banyak klaster–klaster baru, masyarakat harus berada di rumah, perjalanan tidak diperbolehkan.
Data terbaru, di Sumut sudah ada 11 wilayah yang zona merah, 16 zona kuning, dan 6 zona hijau.
Belakangan, 2 kabupaten di Sumatera Utara mampu menekan penambahan kasus dan angka kematian terkait Corona dan berhasil keluar dari zona kuning menjadi zona hijau. Keduanya yakni Kabupaten Toba dan Labuhanbatu.
Sementara daerah yang berubah dari zona hijau menjadi zona kuning di Sumut yakni Kota Padangsidimpuan dan Kabupaten Tapanuli Utara.
Tentang penerapan new normal, Kementerian Perhubungan sebelumnya telah menetapkan empat zonasi yang digunakan dalam perlakuan pergerakan orang dan kendaraan dengan transportasi darat pada masa adaptasi kebiasaan baru (new normal), yakni Zona Merah, Oranye, Kuning, dan Hijau.
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, menjelaskan pergerakan orang dan kendaraan dalam masa adaptasi kebiasaan baru ini jika perjalanan dari zona yang berbeda maka harus mengikuti aturan dari zona yang terburuk. Petunjuk teknis tersebut tercantum dalam SE No. 11/2020 tentang pedoman dan petunjuk teknis penyelenggaraan transportasi darat pada masa adaptasi kebiasaan baru.
“Misalnya dari zona hijau menuju ke zona merah, maka ketentuan yang berlaku adalah dengan zona merah. Jika dari zona oranye ke zona hijau pun yang berlaku adalah ketentuan zona oranye,” katanya, belum lama ini. (prn/net/bbs)
GELEDAH: Binsar Simanjuntak bersama teman wanitanya WA digeledah Personel Polsek Pancur batu.
GELEDAH: Binsar Simanjuntak bersama teman wanitanya WA digeledah Personel Polsek Pancur batu.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Unit Reskrim Polsek Pancurbatu meringkus dua pengedar narkotik jenis sabu saat melintas di samping Katamso Land Jalan Brigjen Katamso, Kelurahan Kampung Baru, Medan Maimun, Selasa (23/6) malam. Demi mengelabui polisi kedua pengedar itu menyimpan sabu di dalam batang raket nyamuk.
Kedua pengedar sabu itu adalah Binsar Kariaman Simanjuntak (44) warga Jalan Bunga Rinte Perum Kluster, Simpang Selayang Medan Tuntungan, dan wanita berinisial WA (36) warga Jalan Sampali Gang Tawon, Percut Sei Tuan.
Kanit Reskrim Polsek Pancurbatu AKP Syahril Siregar menjelaskan, pihaknya mendapat informasi adanya pengedar narkoba yang baru saja bertransaksi di wilayah hukum Polsek Pancurbatu. Selanjutnya, ditugaskan personel untuk melakukan penyelidikan.
Setelah diselidiki, ternyata pengedar narkoba tersebut sudah tak lagi berada di wilayah hukum Pancurbatu. Karenanya, dilakukan pelacakan hingga diketahui keberadaannya sedang melintas mengendarai sepeda motor di kawasan Jalan Brigjen Katamso, Kelurahan Kampung Baru.
“Pelaku berhasil ditangkap di samping Katamso Land, setelah dilacak personel,” terang Syahril, Rabu (24/6).
Syahril menyebutkan, awalnya kedua pengedar ini berdalih tak memiliki narkoba. Namun, personel yang curiga dengan gelagat keduanya sehingga menggeledah barang bawaannya hingga didapati barang bukti narkoba tersebut dari dalam batang raket nyamuk yang dipegang oleh pelaku WA.
“Sepeda motor yang dibawa kedua pengedar ini digeledah, tetapi tak ditemukan narkoba. Kemudian, digeledah dan dibongkar raket nyamuk yang dibawa oleh WA ternyata ditemukan 6 bungkus plastik klip bening yang diduga berisi sabu,” sebutnya.
Kedua pengedar ini, lanjut Syaril, lalu diamankan dan diboyong ke Mapolsek Pancurbatu untuk proses pengembangan kasus dan proses hukum lebih lanjut.
“Keduanya masih dimintai keterangan oleh penyidik untuk didalami kasusnya. Selain barang bukti diduga narkoba, turut disita sepeda motor RX King warna hitam BK 3049 BI, hanphone tas sandang, dan 1 raket nyamuk tempat menyembunyikan narkoba yang diduga jenis sabu,” pungkasnya. (ris)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Diduga ribut soal pengutipan uang SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) atau bongkar muat, Jamaluddin Bangun (38) tewas ditikam Purnama Barus (45) di Pasar Delitua Jalan Stasiun Kecamatan Delitua, persisnya di depan Kedai Kopi Wak Min, Rabu (24/6) malam.
Informasi diperoleh Kamis (25/6), Jamaluddin Bangun (38) warga Desa Cinta Dame, Kecamatan Patumbak menderita luka tikaman di bagian dada sebelah kiri setelah duel dengan Purnama Barus (45) warga Jalan Argadusema, Kecamatan Delitua. Sebelum tewas, korban sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit (RS) Sembiring Delitua.
Disebutkan, duel maut hingga berujung kematian itu berawal saat pelaku tak terima dengan ulah korban yang masuk ke wilayahnya untuk melakukan pengutipan bongkar muat di pasar tradisional Delitua.
Pelaku menegur korban, akan tetapi korban tak terima hingga berujung duel. Saat berduel, pelaku yang kebetulan membawa pisau yang diselipkan di badannya lalu menikam ke dada sebelah kiri korban.
Seketika korban langsung terkapar, diduga tikaman pelaku mengenai bagian jantung. Melihat korban terkapar bersimbah darah, pelaku kemudian kabur. Mamin (58), pemilik Kedai Kopi Wak Min bersama warga sekitar berusaha menolong korban dengan melarikannya ke RS Sembiring. Namun, nyawa korban tak dapat tertolong. Selanjutnya, keluarga korban melaporkan ke Polsek Delitua.
Kanit Reskrim Polsek Delitua Iptu Immanuel Ginting mengungkapkan, dari laporan pengaduan keluarga korban kemudian turun ke lokasi kejadian.
”Sekira pukul 21.30 WIB mendapat laporan dari keluarga korban atas nama Ayen, bahwa telah terjadi penikaman dan korban sudah meninggal dunia di RS Sembiring. Mendapat informasi tersebut, personel meluncur ke rumah sakit dan mendapati korban sudah meninggal dunia dengan luka tusuk di dada sebelah kiri,” ungkapnya kepada wartawan.
Dari penyelidikan yang dilakukan, diketahui identitas pelakunya. Selanjutnya, mencari keberadaan pelaku.
“Sekitar pukul 23.36 WIB pelaku ditangkap tak jauh dari rumahnya di Jalan Argadusema, Kecamatan Delitua. Setelah itu, pelaku diboyong personel untuk proses hukum,” sambung Immanuel.
Ia menambahkan, pihaknya masih mendalami lagi kasus dugaan penganiayaan hingga berujung tewas tersebut.
“Motifnya diduga ada perselisihan dalam pengutipan uang SPSI, tapi masih didalami lebih lanjut,” tukasnya. (ris)
SIDANG: Taufik HM (layar monitor) menjalani sidang dakwaan dalam kasus dugaan korupsi dana sosialisasi di PN Medan, Kamis (25/6).
SIDANG: Taufik HM (layar monitor) menjalani sidang dakwaan dalam kasus dugaan korupsi dana sosialisasi di PN Medan, Kamis (25/6).
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Taufik HM (33) duduk sebagai terdakwa dalam sidang yang berlangsung virtual di ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (25/6).
Direktur PT Mitra Multi Komunication (MMK) ini, didakwa atas dugaan korupsi dana sosialisasi peningkatakan aparatur Pemerintahan Desa di Bapemas Pemprov Sumut tahun anggaran (TA) 2015 senilai Rp41,8 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Ainun, dalam berkas dakwaan menyebutkan, Taufik HM, bersama Edita DB Siburian (berkas terpisah) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa tahun 2015 Pemprovsu di Kantor Bapemas Sumut.
Terdakwa selaku Direktur PT Mitra Multi Komunication yang telah ditetapkan sebagai Penyedia Barang dan Jasa untuk kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas aparatur Pemerintahan Desa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 untuk paket zona 3, berdasarkan kontrak No 410/7191 PPK tanggal 5 November 2015. Kegiatan itu, dilakukan di sejumlah hotel di Sumut.
“Anggaran per zona didasarkan pada jumlah desa dan jumlah peserta, tiap desa terdiri dari tiga aparat desa yaitu kepala desa, sekretaris desa dan bendahara serta dua orang dari kantor camat yakni kasi pemerintahan dan kasi pemberdayaan,” kata Jaksa di hadapan Hakim Ketua Sri Wahyuni.
Namun, lanjut jaksa, pada saat pelaksanaan kegiatan ternyata nilai kesepakatan pembayaran Fullboard yang dibuat terdakwa selaku Perusahaan Penyedia Barang dan Jasa dengan pihak hotel tidak sebesar nilai harga satuan Fullboard yang dicantumkan perusahaan penyedia jasa lainnya dalam kontrak.
“Bahwa berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (K.A.P) Dr Tarmizi Achmad MBA CPA, CA berdasarkan surat Nomor : 060/KAP-TAPKKN/XII/2016 tanggal 13 Desember 2016 diperoleh perhitungan kerugian negara sebesar Rp788.720.000,00,” beber Jaksa.
Jaksa melanjutkan, nilai kegiatan pelatihan pengembangan kapasitas aparatur Pemerintahan Desa melalui dana Dekonsentrasi yang bersumber dari P-APBN Tahun anggaran 2015, diikuti peserta dari 25 kabupaten kota Propinsi Sumut dengan besar Anggaran Pagunya Rp41,8 miliar.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap jaksa.
Atas dakwaan jaksa, terdakwa melalui penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi. Sidang ditunda hingga Kamis pekan depan dengan agenda saksi dari jaksa. (man)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aksi pembakaran bendera PDI Perjuangan oleh sekelompok orang adalah perbuatan yang tak bisa ditolerir. Secara terang-terangan aksi itu menunjukkan kedangkalan dalam berpikir dan bertindak.
Demikian dikatakan Wakil Ketua PDI Perjuangan Sumut, Aswan Jaya dalam siaran persnya yang diterima sumutpos.co, Kamis (25/6/2020).
“Saat ingin membakar bendera, mereka teriak-teriaknya PKI tapi yang dibakar bendera PDI Perjuangan, jelas sekali mereka itu berakal pendek yang malas mikir, PKI dan PDI Perjuangan itu dua hal yang jauh berbeda,” kata Aswan Jaya.
Aswan juga mempertanyakan dari mana mereka mendapatkan bendera PKI? Aparat penegak hukum wajib menyelidiki dan menindak tegas siapapun yang mencetak, menyebarkan dan membawa bendera dan simbol organisasi terlarang.
“Dalam aksi pembakaran bendera PDI Perjuangan, mereka juga membawa bendera PKI, saya heran dari mana mereka mendapatkan bendera PKI itu. Apakah mereka juga punya jaringan atau mengetahui posko orang-orang PKI? Atau kalau mereka mencetaknya sendiri, berarti mereka sedang berbuat melanggar hukum dengan mencetak, membawa dan mengkampanyekan partai terlarang di Indonesia dan aparat hukum wajib bertindak,” tegasnya.
Aswan juga menyatakan keheranannya bahwa ada sekelompok kecil orang yang terlibat dalam aksi-aksi bodoh itu berteriak sebagai pembela Pancasila, tetapi simbol-simbol yang mereka gunakan seperti bendera, ikat kepala dan atribut lainnya, merupakan atribut kelompok yang anti Pancasila bahkan jauh sebelumnya pernah menyatakan bahwa Pancasila adalah thoghut, dan berhala yang menyesatkan dan mereka nyatakan ingin menggantikannya dengan azas yang lain.
“Aneh saja, kemarin teriaknya Pancasila thoghut, lalu ingin dirikan negara lain, sekarang tiba-tiba menjadi penjuang Pancasila, malah nuduh-nuduh partai berazaskan Pancasila adalah anti-Pansila, sungguh ini merupakan praktek kemunafikan yang luar biasa,” seru Aswan.
Sejak awal, dirinya yakin bahwa aksi-aksi membela Pancasila hanya komoditas politik murahan yang yang dilakukan oleh organisasi yang baru-baru ini dilarang dan dibubarkan di Indonesia karena bertentangan dengan Pancasila dan berafiliasi dengan organisasi yang juga telah dilarang dihampir seluruh negara Dunia karena selalu membuat kehancuran. “Sesungguhnya merekalah yang mirip dengan PKI karena sama-sama anti-Pancasila,” pungkasnya. (adz)