KARO, SUMUTPOS.CO – Setelah melewati proses yang panjang, pemekaran Desa Batukarang Kuta akhirnya terwujud. Pengesahan dan penetapan Desa Batukarang Kuta setelah terbit dan disetujuinya kode registrasi oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, melalui surat Nomor: 414.3/I/089 tertanggal 25 Oktober 2019. Dengan Kode Registrasi Desa Persiapan Batukarang Kuta 12.06.11.2012.0001.
Sedangkan Kode Registrasi Desa Induk Batukarang 12.06.11.2012. Menyusul pengesahan dan pemberlakuan Desa Batukarang Kuta, Bupati Karo Terkelin Brahmana, menyerahkan SK Pengangkatan Julius Sinulinggai sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Desa Batukarang Kuta, Senin (18/11) lalu di Jambur Rumah Kuta, Batukarang.
Agar masyarakat langsung bisa mengurus surat-surat administrasi, Terkelin langsung mengangkat Julius Sinulingga sebagai Pjs Kepala Desa Batukarang Kuta. “Sebenarnya, acara penyerahan SK ini seharusnya besok (kemarin, red). Berhubung ada tugas lain yang harus saya hadiri bersama Pak Gubernur, diserahkan hari ini (Senin),” ungkap Terkelin.
Terkelin menegaskan, dipercepatnya penyerahan SK Pjs Kades Batukarang Kuta, tidak mengurangi makna dan nilai. “Tapi, ingatlah apa yang ada sekarang ini, menjadi catatan sejarah bagi Batukarang Kuta,” jelasnya. Kepala Bagian Pemerintahan Desa, Eva Angela mengatakan, secara administrasi Desa Batukarang Kuta sudah aktif, dan dapat difungsikan dalam mengurus keperluan masyarakat sebagai perpanjangan tangan pemerintah.
Sementara itu, Kepala Desa (Induk) Batukarang, Roin Andreas Bangun, berterima kasih kepada Pemkab Karo dan masyarakat desa yang telah berjuang agar terjadi pemekaran wilayah Desa Batukarang. (deo/saz)
BERSAMA: Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Wagub Musa Rajekshah diabadikan bersama Bupati Deliserdang Ashari Tambunan usai menerima DIPA 2020.
BATARA TAMPUBOLON
BERSAMA: Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Wagub Musa Rajekshah diabadikan bersama Bupati Deliserdang Ashari Tambunan usai menerima DIPA 2020.
BATARA TAMPUBOLON
LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Bupati Deliserdang Ashari Tambunan, menerima Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2020 yang diserahkan langsung oleh Gunernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi di Aula Raja Inal Siregar, Komplek Kantor Gubernur Sumut, Selasa (19/11).
Hadir dalam kegiatan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tiarta Sebayang, Forkopimda Sumut, dan para bupati wali kota se-Sumut. Rincian DIPA tersebut, terdapat daftar alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa Tahun Anggaran 2020. Kabupaten Deliserdang menerima Rp2.417.551.946.000, dengan rincian Rp2.105.274.617.000 untuk transfer ke daerah, dan dana desa sebesar Rp312.277.329.000.
Selepas menyerahkan DIPA, Edy mengatakan, Sumut milik bersama, siapapun yang bertugas di Sumut, agar membangun Sumut, sehingga menjadi sejahtera dan anggaran yang dialokasikan bermanfaat untuk masyarakat.
Di samping itu, Edy berharap, petugas di lapangan secara berjenjang dapat melakukan tugasnya dengan baik, mulai dari bawah hingga pada pimpinan tertinggi. “Lakukan evaluasi secara menyeluruh agar tepat sasaran. Hindari praktik-praktik mark up dan korupsi. Karena jika kita benar, maka tidak ada yang harus ditakuti. Dan yang terakhir, lakukan pengawasan secara melekat,” pesan Edy. (btr/saz)
MADINA, SUMUTPOS.CO – Maraknya aktivitas pertambangan liar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara (Sumut), yang berlangsung sejak lama hingga saat ini, diduga kuat menjadi penyebab cacatnya beberapa orang, setidaknya dalam 5 tahun belakangan ini. Sebab pertambangan liar itu, diduga menggunakan zat kimia, yakni merkuri dalam pengoperasiannya.
Bupati Madina Dahlan Nasution, dalam suratnya ke Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, melaporkan sedikitnya ada 5 bayi di Kabupaten Madina yang lahir cacat, diduga dampak aktivitas pertambangan liar itu. Sementara berdasarkan catatan Pemkab Madina, jumlah bayi cacat mencapai 6 orang.
Menurut Edy, jumlah bayi cacat karena aktivitas pertambangan liar itu sudah 12 orang. Dia pun tampak geram dengan persoalan itu. Edy menegaskan, telah membentuk tim untuk menutup aktivitas pertambangan ilegal tersebut.
“Saya bentuk tim. Dan itu, tolong wartawan membantu. Apakah kalian tak kasihan melihat anak-anak korban seperti itu? Wartawan jangan memprovokasi masyarakat, malah menekankan merkuri itu berbahaya. Anak kita sudah 12 orang seperti itu, tolong kasihanilah,” tutur Edy menjawab wartawan, usai penyerahan DIPA di Kantor Gubernur Sumut, Selasa (19/11).
Edy menyebutkan, aktivitas pertambangan liar di Kabupaten Madina itu, menggunakan merkuri. Karenanya, aktivitas pertambangan itu harus dihentikan. Disinggung mengapa baru sekarang diseriusi penutupan, mengingat tambang liar di daerah itu sudah lama berlangsung? Dia mengaku tidak tahu. “Karena saya tidak tahu seperti itu. Saya cari 2 hari lalu, dan menemukan informasi itu. Makanya saya perintahkan kemarin, saya kumpul Forkopimda, saya perintahkan untuk diberhentikan (tambang liar). Harus segera, sehingga masyarakat terselematkan,” tegasnya.
Apakah penutupan tambang ilegal itu dilakukan menyeluruh untuk semua perusahaan tambang di Kabupaten Madina? Edy menyebutkan, bukan begitu yang dia maksudkan. “Kalau dia legal pasti Amdal sudah dilakukan. Kalau ilegal, itulah sembarangan operasionalnya itu,” jelasnya.
Sebelumnya, Bupati Madina, Dahlan Nasution menyebutkan, sedikitnya ada 5 bayi lahir (dalam laporan 6 bayi) dalam kondisi di luar kewajaran atau cacat, dalam 2 tahun belakangan (dalam laporan 5 tahun).
Berdasarkan dugaan para dokter, sebutnya, 5 bayi cacat itu merupakan dampak dari maraknya pertambangan liar di kabupaten tersebut. Untuk itu, Dahlan meminta semua pihak bertindak untuk menutup aktivitas pertambangan liar itu. Hal itu disampaikan Dahlan dalam suratnya, Nomor 005/3057/TUPIM/2019 tertanggal 15 November 2019, kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.
Bahkan berdasarkan pengakuan beberapa ibu dari bayi cacat itu, mereka saat hamil aktif bekerja di mesin pengolahan (galundung) menggunakan zat kimia sebagai tukang pencet (memisahkan batu halus). Sementara para ibu hamil itu tidak menggunakan sarung tangan. Pemakaian zat kimia dalam pertambangan ilegal itu, berdampak buruk bagi kesehatan, karena mencemari lingkungan air permukaan, air bawah tanah, maupun pertanian/perkebunan masyarakat.
Kemudian mesin pengolahan galundung antara 700-1.000 unit itu, kerap dioperasikan bersebelahan dengan rumah-rumah ibadah, sekolah-sekolah, rumah-rumah warga, maupun di seputaran lahan pertanian/perkebunan. (prn/saz)
TERIMA: Bupati Asahan diwakili Kadis Kesehatan Asahan Aris Yudhariansyah, menerima penghargaan Kabupaten Kota Sehat 2019 dari Mendagri dan Menteri Kesehatan di Gedung Kemendagri, Selasa (19/11).
TERIMA: Bupati Asahan diwakili Kadis Kesehatan Asahan Aris Yudhariansyah, menerima penghargaan Kabupaten Kota Sehat 2019 dari Mendagri dan Menteri Kesehatan di Gedung Kemendagri, Selasa (19/11).
SUMUTPOS.CO – Asahan menerima penghargaan Kabupaten Kota Sehat (KKS) 2019 kategori Swasti Saba Padapa untuk klasifikasi taraf pemantapan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penghargaan diberikan secara simbolis oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Mendagri Tito Karnavian di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (19/11).
Selain Asahan, 2 kabupaten lain, yakni Batubara dan Labuhanbatu, juga mendapat prestise serupa. Sementara Pematangsiantar, Sibolga, Tebingtinggi, dan Padangsidimpuan, menerima penghargaan untuk kategori Kota Sehat.
“Untuk Kabupaten Sehat, 3 kabupaten tersebut menjadi yang pertama mendapatkannya di Sumut,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Asahan Aris Yudhariansyah, kepada Sumut Pos, Selasa (19/11).
Aris yang mewakili Bupati Asahan Surya, saat menerima penghargaan tersebut, mengaku sangat mengapresiasi Kemenkes atas capaian kinerja yang pihaknya lakukan dalam beberapa tahun belakangan ini. Menurut dia, penghargaan ini dipersembahkan bagi segenap masyarakat Kabupaten Asahan, tim yang bekerja, dan juga mantan Bupati Almarhum Taufan Gama Simatupang.
“Ya, ini sesuai dengan visi dan misi Asahan, untuk mewujudkan masyarakat religius, sehat, dan mandiri. Penghargaan ini juga merupakan aspirasi kami kepada bupati yang lama. Isu-isu kabupaten sehat sudah lama, tapi belum diimplementasikan. Mudah-mudahan melalui apresiasi yang kami terima ini, bisa mewujudkan cita-cita Buya Taufan Gama, menjadikan Asahan sebagai kabupaten sehat,” jelas Aris.
Pihaknya berkomitmen kuat untuk mencapai prestasi lebih membanggakan, sebab kategori penghargaan yang diraih saat ini, masuk kategori standar. Perlu diketahui, selain Padapa terdapat 2 kategori lain pada penghargaan ini yakni, Wiwerda untuk kualifikasi pembinaan (3 tatanan), dan Wistara untuk kualifikasi pengembangan (5 tatanan). “Asahan baru dapat yang standar (Swasti Saba Padaba).
Namun kami akan terus memacu kinerja supaya dapat memperoleh prestasi yang lebih baik lagi dalam kategori penghargaan ini,” harapnya. Dia juga menuturkan, reward ini bukanlah lomba. Sementara untuk mendapat penghargaan KKS tersebut, mesti menjalani verifikasi yang dilakukan pemerintah provinsi, dan pusat. “Dan tahun ini, ketujuh kabupaten kota itu saja yang lulus verifikasi. Harapan kami, melalui penghargaan ini dapat mewujudkan Sumut Bermartabat di bidang kesehatan, sebagaimana cita-cita Pak Gubernur,” kata Aris.
Pihaknya juga siap semakin meningkatkan pelayanan kesehatan melalui penghargaan yang diterima ini. “Terutama dengan adanya prestasi ini kami mampu mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) atau program pembiayaan gratis bagi masyarakat Asahan, di bawah komando Pak Surya, sebagai bupati yang juga memiliki komitmen kuat untuk itu,” beber Aris.
Penghargaan ini adalah apresiasi pemerintah pusat pada pemda yang sudah menyelenggarakan KKS sesuai peraturan bersama menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34/2005 dan Nomor 1138/Menkes/PB/VII/2005. Sebelumnya Pemprov Sumut pada Maret 2019, sudah mengusulkan Kabupaten Asahan ke Kemenkes, guna mengikuti penghargaan tersebut, setelah dinilai lulus verifikasi di tingkat provinsi. (prn/saz)
Dua terdakwa kasus kepemilikan 100 butir pil ekstasi dituntut jaksa dengan hukuman masing-masing 11 tahun penjara. Kedua terdakwa yakni, Sehdo Gautama alias Sedo dan Hendra Frenky alias Hendra. Keduanya tampak pasrah saat mendengarkan tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Rahmi Safrina.
“Meminta kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini, menghukum kedua terdakwa selama 11 tahun penjara denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara,” kata jaksa Rahmi Safrina di ruang Cakra 4, Selasa (19/11).
Jaksa menilai kedua warga Jalan Kapten Patimura, Gang Sawo, Kelurahan Petisah Hulu, Kecamatan Medan Baru tersebut, terbukti melanggar pasal 114 (2) juncto pasal 132 (1) UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, Hakim Ketua Dominggus Silaban menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pledoi (pembelaan) dari terdakwa.
Diketahui, kasus ini bermula saat terdakwa Sedo dihubungi seseorang yang akan membeli ekstasi pada bulan Juli 2019.
Saat pembeli ingin memesan pil ekstasi sebanyak 200 gram, terdakwa Sedo berkata kepada pembeli bahwa ekstasi tersebut belum ada dan akan dikabari ekstasi apabila sudah ada.
Selanjutnya, menanggapi pesanan pembeli tersebut, terdakwa Sedo menghubungi terdakwa Hendra untuk menanyakan persediaan ekstasi itu.
Seminggu kemudian, tepatnya pada 7 Juli 2019 sekira pukul 23.30 WIB, terdakwa Hendra menghubungi terdakwa Sedo. Hendra mengaku ekstasi sudah ada dengan harga perbutirnya Rp130 ribu dari harga si penjual.
Namun kedua terdakwa menaikan harga pil ekstasi kepada pembeli dengan harga perbutirnya Rp150 ribu. Apabila laku terjual sebanyak 100butir maka akan mendapatkan masing-masing Rp1 juta.
Kemudian, keesokan harinya si pembeli datang bertemu dengan terdakwa Sedo di Gang Saoh dan mereka hendak menjemput ekstasi itu. Lantas, kedua terdakwa dan si pembeli berjumpa di pinggir Jalan Kuali.
Setelah itu, terdakwa Hendra menyerahkan sebuah bungkusan plastik tembus pandang berisi pil ekstasi warna hijau kepada si pembeli.
Kemudian, pembeli melihat bungkusan yang berisikan pil ekstasi tersebut. Saat itu juga, beberapa orang yang mengaku polisi datang menangkap kedua terdakwa. Ternyata, pembeli ekstasi itu juga seorang petugas polisi yang menyaru.
Dari penuturan terdakwa, mereka mendapatkan pil ekstasi itu dari seorang temannya yang bernama Dian. Kedua terdakwa bersama barang bukti dibawa ke kantor Direktorat Reserse Narkoba Polda guna proses penyidikan lebih lanjut.(man/ala)
LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Personel Satres Narkoba Polres Langkat meringkus M. Nasir (31), Senin (18/11) sekira pukul 07.00 WIB. Pasalnya, warga Dusun Syuhada, Desa Matang Kumbang, Kecamatan Bhaktiya, Kabupaten Aceh Utara ini membawa narkotika jenis sabu seberat 79.07 gram.
“Ya benar, Tim Opsnal Unit II menangkap tersangka di Jalinsum Medan-Aceh Dusun Sidomulio Desa Kwala Begumit Kecamatan Stabat Langkat,” kata Kasat Narkoba Langkat AKP Adi Hariono, SH kepada Sumut Pos, Selasa (19/11).
Seperti biasa, penangkapan tersangka berawal dari informasi masyarakat. Informan menyebut tersangka membawa sabu dari Aceh dengan menumpang bus Pusaka bernopol BL 7714 PB menuju Medan.
Petugas Satres Narkoba kemudian berkordinasi dengan personel Satlantas di Pos Lantas Sungai Karang. Persis pukul 07.00 WIB, Bus Pusaka tersebut melintas dan langsung dihentikan team opsnal.
“Setelah dilakukan pemeriksaan badan, petugas menemukan barang bukti 1 bungkus plastik warna hitam. Di dalamnya berisi shabu seberat 79.07 gram yang disembunyikan M. Nasir di dalam celana dalamnya,” kata AKP Adi Hariono.
Kepada petugas, tersangka mengaku disuruh seorang pria yang akrab disapa Ijek warga Aceh Timur. Rencananya sabu tersebut akan diantarkan ke Medan dengan upah Rp1 juta sekali antar.
Apabila telah tiba di Medan, Ijek akan menghibunginya kembali. Selanjutnya tersangka disuruh mengantarkan barang haram tersebut setelah menerima petunjuk dari Ijek.
“Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan pengembangan, tersangka kini telah diamankan di Mapolres Langkat,” pungkasnya. (yas/ala)
PERLIHATKAN: Abang dan adik pengedar narkoba kompak perlihatkan barang bukti.
SOLIDEO/SUMUT POS
PERLIHATKAN: Abang dan adik pengedar narkoba kompak perlihatkan barang bukti.
SOLIDEO/SUMUT POS
KARO, SUMUTPOS.CO – Personel Satres Narkoba Polres Tanah Karo kembali membekuk dua pengedar narkoba. Kali ini giliran abang adik yang bernasib apes. Bahkan kaki keduanya tepaksa dilumpuhkan dengan timah panas.
Kedua pelaku masing-masing, Usaha Sitepu (42) warga Desa Suka Pengulun, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo dan adiknya Rudi Sitepu (35) warga Desa Suka Pilihen, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
Penangkapan keduanya berawal pada Jumat (15/11) sekira pukul 00.00 WIB. Tengah malam itu, Kasat Narkoba AKP Ras Maju Tarigan, SH bersama anggotanya mendapat info dari masyarakat yang menyebut kedua abang beradik ini tengah mengantongi barang terlarang.
Keduanya diketahui berada di sebuah warung kopi di Desa Suka Mbayak, Kecamatan Tiga Panah, Karo. Untuk memastikan kebenaran info tersebut, setengah jam kemudian polisi pun tiba di lokasi.
Saat itu, polisi melihat kedua pelaku. Petugas pun mendekati keduanya dan langsung melakukan penangkapan serta penggeledahan.
“Ditemukan barang bukti 5 paket plastik klip bening berisi narkotika Golongan I jenis sabu dengan berat brutto 7,5 gram, satu unit handphone Nokia warna hitam milik Rudi Sitepu, satu unit handphone Nokia warna biru laut milik Usaha Sitepu, satu unit handphone android warna hitam milik Usaha Sitepu, satu unit timbangan elektrik merk Aplle, sebuah gunting, 2 buah mancis, sebungkus rokok Sampoerna berisi kaca pirex, uang tunai sebesar Rp.375.000,- diduga hasil penjualan sabu,” kata AKP Ras Maju Tarigan.
Selanjutnya, petugas melakukan pengembangan kasus dengan menggeledah rumah pelaku di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
Dari penggeledahan tersebut ditemukan barang bukti berupa 7 paket ganja meliputi akar, ranting, daun, dan biji seberat150 gram. Kemudian, 1 paket plastik klip berisi sabu seberat 1,11 gram, 1 bungkus plastik klip kosong, slip bukti transfer Bank BRI, kotak timbangan elektrik, 1 buah kaleng roti unibis dan 1 buah helm merk variant.
Saat dilakukan penangkapan, kedua tersangka yang merupakan residivis kasus narkoba ini sempat berusaha melarikan diri dan melawan petugas. Rembakan peringatan kemudian dilepaskan petugas.
Namun, keduanya tidak menggubris peringatan itu. Akhirnya, petugas terpaksa menembak kedua kaki tersangka. Selanjutnya, dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pengobatan, lalu dibawa ke kantor Satresnarkoba Polres Tanah Karo untuk proses penyidikan selanjutnya. (deo/ala)
DAKWAAN: Rosmery Simamora dan Jonni Aritonang, terdakwa pemalsuan data asuransi kematian menjalani sidang dakwaan, Selasa (19/11).
AGUSMAN/SUMUT POS
DAKWAAN: Rosmery Simamora dan Jonni Aritonang, terdakwa pemalsuan data asuransi kematian menjalani sidang dakwaan, Selasa (19/11).
AGUSMAN/SUMUT POS
SUMUTPOS.CO – Rosmery br Simamora (45) dan Jonni Samson Aritonang alias Jonni Samson Tua, kompak menjalani sidang perdana. Keduanya didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) memalsukan data kematian untuk pengurusan asuransi di PT Avrist Assurance (AA).
DALAM dakwaan JPU Sri Hartati, disebutkan pada Juni 2018 lalu, terdakwa Rosmery mendatangi terdakwa Jonni Aritonang. Terdakwa Rosmery mengatakan kepada terdakwa Jonni, dapat mengurus ibu kandungnya atas nama Mery Christina Sitanggang menjadi nasabah di PT Avrist Assurance dengan menggunakan surat-surat yang di palsukan.
Kedua terdakwa oknum bidan dan buruh ini, bersama Wulandari (belum tertangkap), mengetahui bahwa Mery Christina Sitanggang telah meninggal dunia pada tanggal 04 Juni 2017.
“Kesepakatan bersama antara terdakwa dan Wulandari, apabila klaim asuransi kematian Mery Christina Sitanggang berhasil dibayarkan maka uang asuransi akan dibagi 3 dengan rincian masing-masing mendapatkan sebesar Rp150.000.000,” ucap Jaksa di hadapan Ketua Majelis hakim Erintuah Damanik di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (19/11).
Lebih lanjut, pada Juli 2017 terdakwa Rosmery kembali datang kerumah terdakwa Jonni untuk meminta dokumen kartu keluarga (KK) dan KTP, sebagai syarat mendaftarkan Mery Christina Sitanggang menjadi nasabah.
Setelah surat-surat untuk menjadi nasabah dilengkapi oleh terdakwa, selanjutnya Mery Christina Sitanggang didaftarkan menjadi nasabah di PT AA oleh Wulandari pada bulan Juli 2018 dengan tujuan asuransi prosteksi investasi.
Pada tanggal 12 Desember 2018, kedua terdakwa bersama Wulandari mendaftarkan klaim asuransi tersebut ke PT AA. Namun, saat melengkapi berkas, ternyata perbuatan kedua terdakwa dan Wulandari diketahui oleh pihak PT AA.
Atas adanya laporan dari pihak investigator PT AA dan akibat perbuatan terdakwa tersebut pihak PT AA mengalami kerugian materil atas dibayarkannnya anggaran penugasan untuk investigasi sebesar Rp155.289.200.
HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai PDI Perjuangan Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Dosmar Banjarnahor legowo, partainya tidak masuk pada alat kelengkapan dewan (AKD) sebagai pimpinan komisi. Seyogianya, PDIP dapat menduduki kursi pimpinan ko misi, karena memiliki suara terbanyak di DPRD Humbahas dengan 7 kursi.
Dosmar menilai, masalah dalam pemilihan pimpinan di AKD itu, sudah hal yang lumrah. Dan itu menurutnya merupakan dinamika politik di DPRD.
“Iya, itu biasa. Harus terima, tidak ada di situ tidak legowo,” ungkap Dosmar, usai penyampaian Nota Pengantar Keuangan Ranperda APBD Humbahas 2020 di Kantor DPRD Humbahas, Selasa (19/11).
Dosmar yang juga Bupati Humbahas, mengaku tidak mempermasalahkan siapa-siapa saja yang menjadi pimpinan di AKD. Menurutnya, keputusan yang sudah terlaksana tidak dapat dicampuri dan harus disyukuri. “Dulu pun PDIP pemenang 2014, tapi kami tidak bisa duduk sebagai Ketua DPRD, maupun ketua komisi. Jadi itu biasa saja, politik ada kalah menang. Tidak semua menang, mesti ada yang kalah,” jelasnya.
“Jadi, itu sudah kewenangan legislatif, tidak mungkin masuk ke dapur mereka. Syukuri apa yang ada,” imbuh Dosmar.
Perlu diketahui, pasca dilantiknya 2 unsur pimpinan DPRD Humbahas 2019-2024, yakni Ramses Lumbangaol (Ketua DPRD) dan Marolop Manik (Wakil Ketua), sebanyak 25 anggota DPRD Humbahas melanjutkan rapat pembentukan AKD Periode 2019-2021.
Dari AKD itu, DPRD Humbahas mengesahkan komposisi anggota dan pimpinan bagi sejumlah komisi dan badan, sebanyak 5 kursi, belum lama ini. Dari 5 kursi AKD, partai gabungan Golkar dan Nasdem pimpin ketua komisi. Sedangkan PDIP kosong.
Ketua Komisi A, Bresman Sianturi (Demokrat) dari Fraksi Gerindra Demokrat. Wakil Ketua, Normauli Simarmata (Nasdem), Sekretaris Laston Sinaga (Golkar).
Ketua Komisi B, Marsono Simamora (Nasdem). Wakil Ketua, Bantu Tambunan (Golkar), sedangkan Sekretaris, Poltak Purba dari Fraksi Persatuan Solidaritas, yang merupakan gabungan Perindo dan PSI.
Ketua Komisi C, Manaek Hutasoit (Golkar). Wakil Ketua, Moratua Gajah (Gerindra) dari Fraksi Gerindra Demokrat.
Sementara untuk 2 badan, yakni Badan Kehormatan Dewan diketuai Robertho Simanullang (Hanura), Wakil Ketua Bantu Tambunan (Golkar), dan anggota Jimmy Togu Purba (Gerindra). Untuk Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), di ketuai Guntur Simamora (Perindo), Wakil Ketua Marolop Situmorang (Golkar). (mag-12/saz)
MELINTAS: Pengendara sepedamotor melintas di atas jalan Gang Ka’bah, Dusun VI, Desa Manunggal, Kabupaten Deliserdang yang belum diaspal.
MELINTAS: Pengendara sepedamotor melintas di atas jalan Gang Ka’bah, Dusun VI, Desa Manunggal, Kabupaten Deliserdang yang belum diaspal.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polda Sumut (Poldasu) masih mendalami dugaan penyimpangan atau penyelewengan pengunaan dana desa fiktif atau desa siluman. Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, tim dari Poldasu sudah turun ke lapangan melakukan penyelidikan dan saat ini masih dalam proses. Sebab, harus dilakukan pendalaman terlebih dahulu apakah memang itu desa fiktif.
“Masih dalam penyelidikan tim penyidik, belum mendapat hasilnya. Kita tunggu saja hasilnya dan nanti akan disampaikan,” kata Tatan diwawancarai di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan, Selasa (19/11).
Tatan mengaku, program-program atau kebijakan pemerintah pusat yang tidak tepat sasaran maupun disalahgunakan pasti akan dilakukan penyelidikan. Berapa desa yang terindikasi terjadi penyimpangan penggunaan dananya? Tatan mengatakan masih dalam penyelidikan.
“Seluruh desa (di Sumut) kita selidiki. Mudah-mudahan tidak ada, tapi kalau ada tetap kita proses,” ujarnya singkat.
Sebelumnya, Polda Sumut diminta melakukan penyelidikan terkait dugaan dana desa fiktif yang terindikasi terjadi di Desa Kapokapo, Pulau Bawa Kecamatan Sirombu, Kabupaten Nias Barat.
“Saya kira, untuk ini kepolisian sudah harus mengambil langkah-langkah. Kalau ingin serius membersihkan korupsi. Ombudsman siap berkordinasi untuk menegakkan hukum ini,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut), Abyadi Siregar, Minggu (10/11).
Abyadi menyebutkan, ditemukan desa siluman di Kabupaten Nias Barat berawal dari laporan warga Desa Sirombu, Kecamatan Sirombu. Dalam laporan yang dilayangkan, masyarakat keberatan dengan pembangunan sarana dan prasarana olahraga di desa mereka. Namun, fasilitas umum itu tercatat dan memiliki Desa Kapokapo.
“Kita menerima laporan dari masyarakat Desa Sirombu pada Agustus 2018. Karena ditemukan ada dikeluarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di desa tersebut, untuk sarana dan prasarana olahraga,” sebut Abyadi.
Dijelaskan dia, dari hasil laporan tersebut, pihaknya melakukan investigasi. Hasilnya, ditemukan Desa Kapokapo tidak berpenduduk dan sudah ditinggali oleh penghuninya sejak tahun 2004, pasca tsunami terjadi di desa tersebut.
Setelah ditelusuri tim Ombudsman Sumut, ditemukan IMB berdasarkan surat rekomendasi dari Sekda Nias Barat no 050/2601 tertanggal 6 Agustus 2018. Kemudian, surat rekomendasi itu, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Kabupaten Nias Barat mengeluarkan surat IMB No. 067/0046/VIII/IMB/PM-PTSP/2018 tanggal 6 Agustus 2018.
“Aneh juga, Desa Kapokapo sudah ditinggalkan oleh masyarakat sejak terjadi tsunami. Sekarang desa itu tidak berpenghuni dan kami lihat langsung di lokasi dijadikan kebun kelapa,” tutur Abyadi.
Hal tersebut diketahui, setelah tim Ombudsman langsung mendatangi Desa Kapokapo pada 14 Desember 2018 lalu. Abyadi mengungkapkan, untuk sampai di lokasi harus menempuh perjalanan melalui laut dengan menumpang kapal dan jarak tempuh sekitar 90 menit.
“Saat di Nias Barat, kami juga mendatangi Kantor Pemkab untuk konfirmasi langsung dan melakukan pertemuan dengan pihak-piha terkait. Meski tidak dihadiri Sekda yang lama, Saba ’eli Gulo yang mengeluarkan rekomendasi surat IMB itu,” tutur Abyadi.
Setelah menerima laporan indikasi Desa Siluman, tambah Abyadi, sudah dua kali mengkonfirmasi langsung kepada Saba’eli Gulo. Namun tidak ada jawaban. Begitu juga mengundang bersangkutan untuk datang ke Kantor Ombudsman Sumut di Kota Medan sebanyak dua kali, juga tidak direspon.
“Mungkin sudah takut dia, karena tahu dia salahnya dimana,” kata Abyadi.
Dari data yang diterima Obudsman Perwakilan Sumut, tahun 2017 Pemerintah Desa Kapokapo menerima kucuran dana desa sebesar Rp755 juta dan tahun 2018 sebesar Rp693 juta.
“Bagaimana mereka melakukan itu dan bagaimana mereka mempertanggungjawabnya? Seharusnya, pemerintah itu jujur dan tidak mencuri,” cetus Abyadi.
Ia menambahkan, desa siluman ini sangat merugikan keuangan negara. Presiden Joko Widodo sudah menginstruksi jajaran Polri untuk segera melakukan tindakan hukum.
Termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), untuk ikut menelusuri seluruh wilayah Indonesia diduga masih ada indikasi dana desa fiktif terjadi.
“Ini sangat merugikan keuangan negara, tanpa tidak ada kejelasan keuntungan bagi masyarakat. Presiden komitmen untuk memproses kasus-kasus ini melalui polisi,” tandasnya. (ris/ala)