Rektor UNA Prof Ibnu Hajar M.Si saat mengalungkan cenderamata ulos kepada Mr Kinnichi Hamaya. (F/IST)
ASAHAN, SUMUTPOS.CO – Universitas Asahan (UNA) menerima kunjungan Mr Kinnichi Hamaya sebagai Official Representative di Sumitomo Foundation Japan, salah seorang perwakilan Yayasan non pemerintah (NGO) dari Negara Jepang, Sabtu (13/7). Kunjungan ini terkait penjajakan tentang rencana kerjasama kedua belah pihak.
Rektor Universitas Asahan Prof Ibnu Hajar MSi mengatakan, momentum kerjasama ini sangat bagus untuk kampusnya yang disebut-sebut tengah berakselerasi untuk memajukan UNA menjadi kampus terkemuka di wilayah Pantai Timur Sumatera, setelah akreditasi institusi UNA kini meraih predikat B. Ia menyampaikan kebanggaannya terhadap semua pihak yang bisa dengan cepat menangkap peluang lewat kerjasama ini.
“Kerjasama ini bisa mendorong dengan cepat kualitas dosen maupun mahasiswa kita untuk mengembangkan penelitian dengan skala Internasional. Meningkatkan motivasi akademik dan sains mahasiswa di Universitas Asahan,” ujar Rektor Prof Ibu Hajar dalam sambutannya.
Dalam kesempatan ini, Mr Kinnichi Hamaya selaku Official Representative di Sumitomo Foundation Japan membuka dialog interaktif bersama dosen dan mahasiswa Universitas Asahan di aula fakultas hukum. Dalam kesempatannya, Hamaya membeberkan semua terkait peluang kerjasama dan kolaborasi dalam hal penelitian antara Universitas Asahan dengan Sumitomo Foundation Japan.
Ia juga mengajak mengajak dosen, laboran, dan mahasiswa UNA untuk menulis proposal penelitian dan mengajukan ke Sumitomo Foundation Japan, untuk turut bersaing mendapat Research Grant yaitu dukungan dana penelitian.
Irwansyah, salah satu mahasiswa yang turut hadir dalam dialog tersebut menyambut baik atas pemaparan dan sosialisasi oleh Mr. Kinnichi Hamaya.
“Sebagai mahasiswa, kami sangat berbangga sekali kampus bisa mendatangkan peluang hibah penelitian ini dari luar negeri. Kami merasa terus dimotivasi untuk berprestasi dengan sumberdaya dan dukungan dari kampus,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Rektor Universitas Asahan menyematkan cenderamata ulos kepada Mr Kinnichi Hamaya sebagai ucapan selamat datang. Kegiatan ini tidak hanya dihadiri para dekan, mahasiswa juga antusias mengiuti acara. (per/ahu/ma/msg/sp)
Walikota Gunung Sitoli saat mengunjungi Pemkab Tapsel untuk menjalin kerjasama. [Amran Pohan/Metro Tabagsel]
TAPSEL, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Gunung Sitoli menggelar study banding ke Pemkab Tapsel, Senin (15/7/19). Pada kesempatan itu, Walikota Gunung Sitoli dan Bupati Tapsel menandatangani kerjasama tentang pembangunan daerah, terkait soal E-Planning dan E-Budgeting.
“Dasar MoU ini atas arahan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Utara VM.Ambar Wahyuni,” ungkap Wali Kota Gunung Sitoli Lakhomizaro Zebua.
Dikatakan, Tapanuli Selatan seperti yang disampaikan BPK RI, adalah salah satu daerah tingkat dua di Sumatera Utara, menerapkan sistem perencanaan pembangunan dan sistem penganggaran secara elektronik.
“Dan sudah terintegrasi menggunakan aplikasi tersendiri dan cukup baik,” ucap Zebua.
Sehingga, Pemko Gunung Sitoli menggelar study banding sekaligus menjalin kerja sama agar bisa ‘belajar’ dan mengadopsi sistem E-Planning dan E-Budgeting yang telah dibangun dan diterapkan di Tapsel.
“Dengan ilmu yang diserap dari Tapanuli Selatan kita (Pemko Gunung Sitoli) dalam pengelolaan keuangannya dapat meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berturut seperti Tapanuli Selatan,” ungkapnya.
Menurut Zebua, Pemkab Tapanuli Selatan di bawah kepemimpinan Bupati Syahrul M Pasaribu merupakan daerah yang meraih opini WTP lima berturut-turut, yaitu 2014, 2015, 2016, 2017, 2018.
“Atas kerjasama ini kami (Pemko Gunung Sitoli) mengucapkan terimakasih kepada Pemkab (Bupati) Tapanuli Selatan. Semoga Gunung Sitoli semakin maju khususnya mengelola E-Planning dan E-Budgeting,” pungkasnya.
Sementara Bupati Tapsel H Syahrul M Pasaribu menyebut, Pemkab Tapsel akan terus melakukan inovasi baru dan akan melakukan terobosan-terobosan mengikuti era digitalisasi 4.0.
“Kita harus mengikuti perkembangan digitalisasi agar tidak tertinggal, dan target hingga 2020 akan membangun aplikasi E-Kinerja,” terangnya.
Aplikasi e-planning dan e-budgeting di Tapsel sudah terintegrasi antar seluruh OPD yang terdiri dari 45, fitambah 16 Puskesmas dan 317 SD dan SMP dengan aplikasi E- BOS.
Penandatangan “MoU” itu disaksikan Wakil Bupati Tapsel Aswin Efendi Siregar, Sekda Tapsel Parulian Nasution, Kepala BPKAD Tapsel Ahmad Buchori, Ketua Bappeda Abadi Siregar, Kakan Kesbang Hamdy Pulungan, Kepala BPKAD Gunung Sitoli, Kepala Bappeda Gunung Sitoli dan sejumlah pejabat kedua daerah tersebut. (ran/mtb/msg/sp)
Kapolres Labuhanbatu AKBP Frido Situmorang didampingi Kasat Reskrim AKP Jamakita Purba saat memaparkan barang bukti rokok tanpa pita cukai di Mapolres Labuhanbatu. [Budi/Metro Asahan]
RANTAUPRAPAT, SUMUTPOS.CO – Ribuan bungkus rokok tanpa pita cukai merk Luffman diamankan Polres Labuhanbatu di Jalan WR Supratman Kelurahan Padang Matinggi, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu.
Rokok yang diangkut mobil barang truk Fuso Expedisi bernomor polisi BL 8845 PZ akan diselundupkan melewati Kabupaten Labuhanbatu, rencananya akan menuju Medan, Sumatera Utara.
Kapolres Labuhanbatu AKBP Frido Situmorang SIK dalam konfrensi pers mengatakan, penangkapan truk Fuso berwarna kuning putih, yang mengangkut rokok non cukai itu, berkat informasi dari masyarakat.
“Berdasarkan informasi dari masyarakat, kemudian kita lakukan pemeriksaan dan penangkapan terhadap truk tersebut,” papar kepada sejumlah wartawan di Mapolres Labuhanbatu, Rabu (17/7/19).
Dijelaskan, dari hasil penangkapan diamankan 158 kotak kardus berisi rokok non cukai merk Luffman, berikut satu unit truk tronton fuso BL 8845 PZ beserta supir truk bernama Baktiar dan kerneknya bernama Zulfensi Irawan keduanya warga Aceh.
Sesuai hasil pemeriksaan yang dilakukan, supir Baktiar mengaku bahwa rokok itu diangkut dari rumah kosong daerah perbatasan Riau – Jambi dengan tujuan Medan. Yang di dapat dari Amir warga Jambi dengan upah apabila sampai tujuaan sebesar Rp 10 juta.
“Barang bukti rokok tanpa pita cukai, supir, kernek dan truk Fuso tersebut akan kita serahkan ke pihak Bea Cukai Teluk Nibung Tanjung Balai,” tandas Frido.
Sementara, Baktiar selaku supir truk yang membawa rokok ilegal tersebut, mengaku tidak mengenal pemilik yang menyuruh mengangkut rokok tersebut.
“Saya gak kenal sama yang menyuruh bawa, awalnya katanya itu permen, setelah ditangkap polisi baru saya tau itu berisi rokok dalam kotak,” sebutnya. (bud/rah/msg/sp)
Koordinator Komisi III DPRD Kota Sibolga Jamil Zeb Tumori.
SIBOLGA, SUMUTPOS.CO – Ada yang menarik pada pembahasan laporan keuangan dari APBD Pemko Sibolga tahun 2018 di gedung DPRD Kota Sibolga, Rabu (17/719). Komisi III menemukan adanya anggaran Dinas Kominfo yang ‘hilang’ atau mungkin berpindah, yanng sebelumnya dianggarkan Rp3.200.000.000 menjadi Rp1.800.000.000.
Hal tersebut dikatakan Koordinator Komisi III DPRD Kota Sibolga Jamil Zeb Tumori di sela-sela kunjungannya bersama beberapa anggota Komisi III lainnya di ruang Comment Center milik Dinas Kominfo Sibolga.
Menurutnya, anggaran Rp3,2 miliar yang mereka alokasikan ke Dinas Kominfo tersebut sebagai bentuk dukungan mereka untuk menjadikan Sibolga menjadi Smart City yang berbasis internet.
“Saya dan kawan-kawan pernah menganggarkan Rp3.200.000.000 untuk Kominfo. Tapi ketika ada pertanggungjawaban, saya heran. Kenapa anggarannya hanya Rp1.800.000.000. Karena saat ini kita lagi membahas laporan keuangan dari APBD 2018. Kita juga mendorong untuk mewujudkan mimpi kita ini, bagaimana Sibolga ini menjadi kota smart city, kota internet,” kata Jamil diamini anggota Komisi III lainnya.
Menurutnya, hal tersebut akan dia pertanyakan pada pandangan umum sidang paripurna yang akan datang.
“Justru saya nanti akan bertanya dalam pandangan umum DPRD Kota Sibolga, kenapa anggaran Dinas Kominfo itu diturunkan. Berarti sudah berpindah legislatif ke eksekutif. Berarti ada dinas yang merancang ide, gagasan kesepakatan kita dari awal, sehingga berpidah anggaran tersebut,” ketusnya dengan nada kesal.
Meski demikian, Jamil mengaku DPRD akan terus mendukung Dinas Kominfo untuk menjadikan Sibolga sebagai Smart City, dengan cara mengalokasikan anggaran yang memadai. Sehingga kedepannya, seluruh SKPD dan anggota DPRD dalam setiap pemaparan tidak lagi menggunakan buku melainkan menggunakan Laptop atau Ipad.
“Pengajuan anggaran, kita akan dorong Kominfo ini untuk menjadikan Sibolga Kota modern. Pertanggung jawabannya nanti kedepan, SKPD itu tidak lagi membawa buku, tapi membawa laptop, Ipad. Kedepannya juga, setiap pandangan umum, DPRD akan menyiapkan foto-foto, visual dan menjelaskan langsung. Kota yang cerdas dan modern. Ketika di laut pun, nelayan sudah bisa mengakses. Kita akan mengadakan sosialisasi kepada nelayan, bagaimana cara menggunakan Qlue (aplikasi layanan pemerintah berbasis sosial media),” katanya.
Sekilas, Jamil mengapresiasi komitmen Wali Kota Sibolga di tahun 2018 yang lalu, yang akan menjadikan Sibolga menjadi kota internet. Seperti yang sudah berjalan saat ini. Dimana, warga Sibolga yang punya kendala dengan layanan pemerintah dapat langsung melaporkannya lewat aplikasi atau sambungan telepon yang telah disediakan.
“Pada tahun 2018 ini, ada sebuah komitmen yang bagus dari walikota, agar nanti Sibolga ini menjadi kota Internet. Konek antara SKPD-SKPD, pengaduan-pengaduan bisa langsung disampaikan kepada pemerintah kota melalui program Qlue, foto, sampaikan di sini. Contoh misalnya terjadi kebakaran, foto kemudian kirimkan ke sini akan ditindaklanjuti langsung ke pemadam kebakaran,” katanya.
“Atau hubungi ke 112, akan diterima 6 operator yang sudah disiapkan. Kami berharap dua minggu lagi, ini akan tersambung ke semua SKPD. Kalau pemerintah tidak sanggup menaikan angka pendapatan masyarakat, minimal pemerintah mampu menurunkan pengeluaran masyarakat dibidang internet, jadi sudah gratis nanti,” katanya lagi seraya menambahkan, saat ini Pemko Sibolga telah memasang 10 titik hotspot gratis yang tersebar di seluruh Kota Sibolga. (ts/nt/msg/sp)
FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS/jpg
SIDANG: Suasana di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta. Rabu (12/12), majelis hakim kembali menyidangkan lima mantan anggota DPRD Sumut dengan menghadirkan saksi terdiri dari para mantan pimpinan dewan yang telah divonis dalam kasus penerimaan suap dari mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho.
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Enam mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dituntutn
4 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (17/7). Keenam mantan anggota dewan itu masing-masing, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring, Arlene Manurung, dan Syahrial Harahap.
“Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata jaksa Luki Dwi Nugroho saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (17/7).
Jaksa juga menuntut para terdakwa membayar denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Kemudian, jaksa menuntut agar Tonnies membayar uang pengganti sebesar Rp640 juta, Tohonan sebesar Rp622,5 juta, Murni sebesar Rp507,5 juta, Dermawan sebesar Rp307,5 juta, Arlene sebesar Rp440 juta, dan Syahrial sebesar Rp477,5 juta.
Jaksa juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak para terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak para terdakwa selesai menjalani masa pidana pokoknya. Jaksa menganggap, enam anggota DPRD Sumatera Utara terbukti menerima suap dari mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Gatot divonis enam tahun penjara dan denda Rp200 juta serta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Kamis (24/11/2016).
Menurut jaksa, Tonnies menerima Rp865 juta, Tohonan sebesar Rp772 juta, Murni menerima Rp527 juta, Dermawan sebesar Rp577,5 juta, Arlene dan Syahrial menerima Rp477,5 juta.
Uang tersebut diberikan agar mereka memberikan pengesahan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2012, dan pengesahan APBD Perubahan TA 2013.
Selain itu, agar memberikan persetujuan pengesahan APBD TA 2014 dan APBD Perubahan TA 2014. Kemudian, persetujuan pengesahan APBD TA 2015.
Mereka dianggap terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.(kpc/bbs/ala)
Sekda Tapteng Hendri Susanto Lumbantobing didampingi Asisten III Herman Suwito saat menyosialiasikan Perbup kepada Pimpinan OPD. [Darwis Halawa/New Tapanuli]
TAPTENG, SUMUTPOS.CO Sesuai Peraturan Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Tapteng akan diberikan sanksi bila tidak disiplin.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Pemkab Tapteng Hendri Susanto Lumbantobing saat menggelar sosialisasi Peraturan Bupati Tapteng nomor 48 tahun 2019 dan perubahan atas Perbup nomor 6 tahun 2019 dan berdasarkan PP 53, di Aula Cendrawasih Kantor Bupati Tapteng, Selasa (16/7) kepada seluruh Pimpinan OPD di Pemkab Tapteng.
“Jika ASN tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama satu hari tidak diberikan tambahan penghasilan selama satu bulan, dan jika tidak masuk kerja selama dua hari tanpa keterangan yang sah, maka tidak diberikan penghasilan tambahan selama dua bulan,” ujar Hendri.
Dijelaskan juga, dalam perubahan Peraturan Bupati (Perbup) Tapanuli Tengah nomor 6 tahun 2019 menjelaskan, bahwa jika seorang PNS tidak masuk kerja selama tiga hari tanpa keterangan yang sah secara berturut-turut, maka PNS tersebut tidak diberikan tambahan penghasilan selama tiga bulan atau satu triwulan.
Kemudian, lanjut Hendri, PNS yang menjalani cuti persalinan kesatu dan kedua tetap diberikan tambahan penghasilan, lalu jika PNS tidak melaksanakan apel pagi sebanyak satu kali, maka dikurangi 20 persen dari besaran tambahan penghasilan aspek kehadiran. Jika tidak melaksanakan apel sore sebanyak satu kali, maka dikurangi 20 persen dari besaran tambahan penghasilan aspek kehadiran.
“Mari sama-sama melaksanakan tugas kita, dan meningkatkan disiplin, baik yang punya jabatan maupun yang tidak punya jabatan. Tolong apel pagi maupun sore diaktifkan kembali di unit kerja masing-masing,” katanya.
Untuk itu, Hendri meminta kepada seluruh Pimpinan OPD untuk mensosialisasikan Perbup Tapteng tersebut di unit kerja masing-masing. “Kepada semua pimpinan OPD nanti ini tolong sosialisasikan ke bawah, ini mengikat kepada kita seluruhnya,” tegasnya.
Atas keluarnya Perbup Tapteng itu, para Pimpinan OPD di Pemkab Tapteng juga diminta untuk melakukan rekap daftar kehadiran ASN dan melaporkannya tiap minggu. “Menyerahkan laporan daftar kehadiran kepada Bupati Tapteng melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setiap minggu. Khususnya Pak Kadis Pendidikan, sampai dengan sekolah tingkat SMP dan SD, ibu Kadis Kesehatan hingga Puskesmas dan Pustu,” tuturnya.
Dia juga mengingatkan, apabila ada Pimpinan OPD yang tidak melakukan laporan daftar kehadiran itu, nantinya akan menjadi penilaian tersendiri bagi Bupati Tapteng. “Apabila pimpinan SKPD atau OPD tidak melaporkan kepada Bupati, maka Bupati akan mengambil tindakan tersendiri kepada pimpinan OPD, jadi tolong ini dilakukan sungguh-sungguh,” katanya.
Selain itu, kepada Pimpinan OPD juga diminta untuk segera melaporkan apabila ada ASN yang tidak pernah masuk kerja. “Kepada pimpinan OPD, tolong segera dilaporkan kepada Bupati, yang ada PNS atau ASN yang tidak pernah masuk kerja di unit kerja masing-masing, sebelum Bupati langsung mengetahui,” ucapnya. (dh/nt/msg/sp)
istimewa
KERAMBA: Keramba jaring apung (KJA) yang ada di perairan Danau Toba.
istimewa KERAMBA: Keramba jaring apung (KJA) yang ada di perairan Danau Toba.
SAMOSIR, SUMUTPOS.CO – Pencemaran Danau Toba yang tahun lalu dinilai sudah dalam level parah versi kajian Bank Dunia, ditindaklanjuti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan program revitalisasi. Danau Toba masuk salahsatu dari 15 revitalisasi 15 danau prioritas untuk tahun anggaran (TA) 2020/2021.
“Posisinya saat ini masih tahun penganggaran, hanya belum final. Untuk memenuhi dananya (revitalisasi 15 danau prioritas, Red), kami coba cari loan (pinjaman) dari Bank Dunia,” kata Kepala Bidang Sungai, Danau, Embung Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Naswardi, Rabu (17/7).
Sementara, anggaran untuk TA 2019/2020 senilai Rp500 miliar digunakan untuk merevitalisasi 10 dari 15 danau prioritas. Dua di antaranya ditangani dengan skema multi years (tahun jamak) tiga tahun yang hingga saat ini masih berjalan. Kedua danau ini adalah Danau Toba di Sumatera Utara, dan Danau Tempe di Sulawesi Selatan.
Adapun lima danau lainnya yang masih belum tertangani, menurut Naswardi, akan disesuaikan dengan kebijakan prioritas berdasarkan pertimbangan per kasus.
Naswardi menjelaskan, parameter sebuah danau mendesak ditangani segera adalah jika kondisi kerusakannya sudah benar-benar parah, seperti penurunan kualitas air danau, kerusakan daerah tangkapan air, penurunan keanekaragaman hayati, banjir dan erosi di sempadan danau, dan sedimentasi atau pendangkalan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah NAsional (RPJMN) 2015-2019 eksistensi danau merupakan salah satu prioritas karena mendukung ketahanan air Nasional.
Ada 15 danau yang menjadi prioritas direvitalisasi yakni Danau Toba, Danau Rawapening (Jawa Tengah), Danau Rawadanau (Banten), Danau Batur (Bali), Danau Kerinci (Jambi), Danau Singkarak (Sumatera Barat), dan Danau Poso (Sulawesi Tengah).
Kemudian Danau Danau Cascade Mahakam (Kalimantan Timur), Danau Melintang dan Danau Tondano (Sulawesi Utara), Danau Tempe-Danau Matano (Sulawesi Selatan, Danau Limboto (Gorontalo), Danau Sentarum (Kalimantan barat), Danau Jempang (Kalimantan Timur), dan Danau Sentani (Papua).
Naswardi juga mengatakan, untuk Danau Toba, saat ini pihaknya tengah melakukan pelebaran alur antara Pulau Sumatera dan Pulau Samosir yang tadinya berukuran 25 meter menjadi lebih dari 70 meter. Dengan begitu, nantinya akan memungkinkan kapal besar masuk mengelilingi Pulau Samosir sebagai objek pariwisata. “Kita sudah lakukan di Danau Toba, pelebaran alur Tano Ponggol,” kata Naswardi.
Nantinya pada tahun depan, Kementerian PUPR juga akan melebarkan jembatan Tano Ponggol. Jembatan akan mengikuti pelebaran alur yang telah ditetapkan di Tano Ponggol, atau akan dibuat membentang sepanjang sekitar 80 meter. Saat ini memang dalam merevitalisasi Danau Toba sebagai potensi objek pariwisata terdapat beberapa kendala yang ditemui. Beberapa diantaranya yakni Kerambah Jaring Apung, dan juga sedimentasi yang cukup tinggi.
Selain itu, banyaknya yang membuang limbah ke Danau juga menjadi masalah tersendiri yang memengaruhi kwalitas air di Danau Toba. Menurut Naswardi hal seperti ini dibutuhkan sinergitas antar instansi dalam penanganannya. “Kita berharap ada peraturan bahwa danau itu bukan tempat pembuangan segalanya. Artinya sumbernya kerambah jaring apung, kemudian limbah domestic, limbah rumah tangga, kemudian juga sedimentasi itu yang percepat kualitas air dan pendangkalan di Danau Toba. kita harus menata bagaimana supaya limbah tidak langsung ke danau,” ujarnya.
YPDT: Pemerintah Jangan Hanya Janji
Masih terkait persoalan pencemaran Danau Toba yang diproyeksikan menjadi satu dari 5 destinasi pariwasata superprioritas nasional, Yayasan Pecinta Danau Toba (YPDT) melihat, sejak 2015 sebenarnya sudah diributi. Namun hingga kini belum ada sikap tegas pemerintah daerah dan lembaga hukum terkait, untuk memberi sanksi dengan menghentikan kegiatan perusahaan-perusahaan yang mencemari Danau Toba.
Sekretaris Eksekutif YPDT, Joe Marbun mengatakan, ada dua perusahaan besar yang diduga mencemari Danau Toba. Yakni PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka. Keduanya perusahaan yang mengoperasikan keramba jaring apung (KJA).
“Hasil investigasi yang dimiliki YPDT setelah menyurati 7 kabupaten/kota di kawasan Danau Toba, ternyata hanya dua perusahaan KJA itu yang resmi, selebihnya ilegal. Jumlah yang ilegal ini kita yang tidak tahu, karena kebanyakan memakai masyarakat untuk mengelabui dan membenturkan masyarakat lain yang geram dengan keberadaan KJA di Danau Toba,” ungkap Joe, Rabu (17/7).
Menyikapi niatan pemerintah mengentaskan masalah pencemaran Danau Toba, YPDT memberi apresiasi. Tapi mereka belum yakin niatan itu bakal diwujudkan maksimal. Alasannya, YPDT sendiri sudah memperjuangkan masalah Danau Toba sejak 2015. “Pemerintah pada masa Menko Maritim Rizal Ramli, menyatakan paling lambat Desember 2016 akan ditangani. Dilanjutkan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang berjanji akan menuntaskan masalah pencemaran air Danau Toba. Namun hingga kini mandeg tanpa kepastian,” ungkapnya.
Atas dasar itu, YPDT menggugat perusahaan-perusahaan yang ada di Danau Toba. Gugatan dilayangkan terhadap izin operasional PT Suri Tani Pemuka ke Badan Koordinasi Penanaman Modal di PTUN Medan, yang dimenangkan YPDT. PTUN dalam putusannya agar izin operasional perusahaan ini dicabut.
“Namun kenyataannya perusahaan KJA ini tetap beroperasi di sekitar Tigaras. Kita menggugat izin usahanya karena tidak relevan dengan kebijakan pemerintah yang menyatakan air Danau Toba itu baku mutunya kelas 1. Sementara budidaya ikan hanya diperbolehkan di air dengan baku mutu air kelas 2 sampai kelas 3,” sebut Joe.
Selanjutnya di PTUN Jakarta Pusat, YPDT juga menggugat BKPM terkait ijin usaha PT Aquafarm dengan dalil yang sama. Budidaya KJA di Danau Toba dinilai tidak relevan dengan ketentuan pemerintah itu.
“Namun hakim PTUN Jakarta beralasan tidak dapat mengadili perkara tersebut karena perdata. Tapi kita menganggap itu permainan. Karena pada waktu yang sama kita menggugat ke PN Jakarta Pusat. Pada saat putusan sela dikatakan, mereka tidak berwenang mengadili perkara itu. Mereka menyebut ini wewenang PTUN,” katanya.
“Jadi saling lempar bola. Tapi pada prinsipnya gugatan kita layangkan gugatan ketika pemerintah tak melaksanakan janjinya,” sebutnya.
Belakangan muncul janji Menko Maritim untuk menindaklanjuti masalah pencemaran Danau Toba, pascahasil penelitian Bank Dunia yang menyebut Danau Toba tercemar parah di November 2018.
“Harapan kita adalah bagaimana pemerintah segera merealisasikan janjinya. Keseriusan pemerintah harus menjadi perhatian masyarakat. Harusnya langkah pemerintah saat ini tidak sekadar janji, tapi bersikap menyelesaikan masalah Danau Toba. Agar tidak menjadi kontra produktif dengan niatan pemerintah menjadikan Danau Toba destinasi wisata superioritas,” pungkas Joe.
DLH Sumut Harus Mengawasi
Para pengusaha ‘nakal’ diduga kerap membuang hasil limbahnya di sekitaran Danau Toba. Untuk itu, pemerintah provinsi melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) didorong untuk intens melakukan pengawasan terhadap para perusahaan di kawasan Danau Toba.
“Mestinya setiap triwulan, DLH Sumut selaku penanggung jawab instansi lingkungan hidup di Sumut, melakukan rapat koordinasi dan cek ke lokasi guna mengawasi pencemaran lingkungan ataupun limbah-limbah perusahaan di Danau Toba. Ini perlu didorong terus karena masih sering kita mendengar berita dan aspirasi masyarakat, bahwa air danau sering tercemar akibat limbah-limbah dari perusahaan yang beroperasi di kawasan Danau Toba,” kata anggota Komisi D DPRD Sumut, Baskami Ginting kepada Sumut Pos, Rabu (17/7).
Baskami mengungkapkan, kasus PT Allegrindo Nusantara sebagai perusahaan ternak babi dan PT Aquafarm Nusantara sebagai pengusaha ikan keramba, dapat dijadikan contoh kasus bahwa masih terdapat perusahaan yang beroperasi di kawasan Danau Toba yang mencemari lingkungan.
“Pemda se-kawasan Danau Toba juga harus proaktif melakukan pengawasan, dengan DLH Sumut selaku penanggung jawab terus yang memonitoring kinerja mereka. Lakukan juga pengecekan rutin per triwulan ke lokasi-lokasi perusahaan itu, supaya lingkungan di Danau Toba tetap terjaga kebersihan dan kesuciannya,” katanya.
Menurutnya, pengawasan DPRD Sumut juga lemah dan selama ini tidak pernah meninjau langsung ke lapangan. Karena itu ke depan ia akan mengusulkan kepada anggota dewan periode 2019-2024, untuk mengevaluasi kondisi lingkungan di kawasan Danau Toba secara besar-besaran.
“Selama ini kami hanya mengundang rapat DLH Sumut saja bila ada laporan tentang pencemaran lingkungan di Danau Toba. Ke depan kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Selain mengundang instansi-instansi terkait itu, perlu ada komitmen seluruh dewan untuk pelestarian Danau Toba berikut kawasannya,” kata politisi PDI Perjuangan itu.
Kepala DLH Sumut, Binsar Situmorang tidak merespon upaya konfirmasi vua telepon selulernya.
Kabid Penataan dan Peningkatan Lingkungan Hidup DLH Sumut, Rismawati mengatakan, masalah PT Allegrindo Nusantara sebaiknya diklarifikasi langsung kepada Binsar. “Alegrindo bukan bidang saya,” katanya. (dvs/prn/kps)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tujuh komisioner KPU Provinsi Sumut mendapat peringatan keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggaran.
Pemilu (DKPP). Bahkan, Yulhasni harus merelakan jabatan Ketua KPU Sumut dilepas. Benget Manahan Silitonga juga dicopot dari jabatan Divisi Teknis.
Informasi yang diperoleh Sumut Pos dari halaman resmi DKPP, ketujuh komisioner KPU Sumut itu dijatuhkan sanksi atas pengaduan Caleg DPR RI dari Partai Golkar, Rambe Kamaruzzaman. Di mana, kasus yang berawal dari saling tuding penggelembungan suara tersebut dicoba diselesaikan oleh KPU Sumut dengan meminta agar KPU Nias Barat melakukan penghitungan ulang dengan membuka kotak suara.
Hal ini justru dianggap sebagai bentuk keberpihakan oleh Rambe Kamaruzzaman dan kemudian mengadukan hal itu ke DKPP. Menurut DKPP, yang dilakukan KPU Sumut dan jajarannya tersebut merupakan bentuk keberpihakan kepada caleg DPR-RI dari Partai Golkar lainnya, Lamhot Sinaga, yang hanya melaporkan dugaan penggelembungan suara tersebut tanpa disertai bukti.
Terlebih, pengaduan tersebut langsung ditindaklanjuti KPU Sumut dengan mengeluarkan surat resmi nomor: 368/PL.02.4-SD/12/Prov/V/2019 yang berisikan perintah untuk melakukan pemeriksaan/kroscek data hasil rekapitulasi tingkat kecamatan (formulir DA1-DPR dan formulir DAA1-DPR) dengan formulir C1-DPR Hologram atau formulir C1-DPR Plano di 3 (tiga) Kecamatan yaitu Lahomi, Lolofitu Moi, Mandrehe.
Ironisnya, DKPP sepertinya tidak melihat hasil dari putusan sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga sempat menggelar sidang atas perkara ini. Dalam sidang , KPU membantah adanya penggelembungan suara kepada Lamhot. Yang ditemukan justru adanya penggelembungan suara untuk Rambe.
Dalam putusannya DKPP tetap menyebutkan langkah yang ditempuh oleh KPU Sumut dalam menindaklanjuti pengaduan dugaan penggelembungan suara tersebut sebagai langkah yang melanggar kode etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
DKPP RI pun menjatuhkan sanksi pemberhentian Yulhasni dari jabatan Ketua KPU Provinsi Sumut. “Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua kepada teradu I Yulhasni selaku Ketua merangkap anggota KPU,” begitu petikan salinan putusan DKPP point kedua seperti dilihat, Rabu (17/7).
Selain menjatuhkan sanksi kepada Yulhasni, DKPP juga memberikan sanksi kepada Benget Manahan Silitonga sebagai teradu III berupa sangksi peringatan keras dan pemberhentian jabatan Divisi Teknis selaku anggota KPU sejak putusan dibacakan.
Komisioner KPU Sumut lainnya seperti Mulia Banurea (teradu II), Herdensi Adnin (teradu IV), Ira Wirtati (teradu V) , Syafrial Syah (teradu VI), Batara Manurung (teradu VII) juga dijatuhkan sanksi berupa peringatan keras.Tidak ketinggalan Famataro Zai sebagai teradu VIII juga dijatuhi sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua merangkap anggota KPU Nias Barat.
Teradu XII, Nigatinia Galo juga diberikan sanksi dan pemberhentian dari jabatan divisi selaku anggota KPU Nias Barat. Sanksi peringaratan keras juga diterima teradu IX Efori Zaluchu, teradu X Markus Makna Richard Hia, teradu XI Maranata Gulo masing-masing selaku anggota KPU Nias Barat. Anggota KPU RI, Evi Novida Ginting juga tidak lepas dari sanksi peringatan keras dari DKPP selaku teradu XIII.
“Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan tersebut paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan,” bunyi salinan putusan DKPP point ke-9.. Sedangkan putusan DKPP poin ke 10, memerintahkan Bawaslu RI untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.
Menyikapi putusan tersebut, Yulhasni mengaku akan mengikuti putusan yang dijatuhkan DKPP pada dirinya. “Belum mendapatkan salinan putusan, kami menghormati keputusan DKPP dan kami akan kami jalani,” ucap Yulhasni kepada wartawan di Medan, Rabu (17/7) malam.
Yulhasni menjelaskan, dirinya akan mengikuti segala bentuk putusan tersebut. Namun begitu, ia mengakui belum menerima salinan putusan DKPP itu. “Kami menunggu langkah selanjutnya dari KPU RI dan kami akan menggelar rapat pleno,” pungkas Yulhasni.
Komosioner KPU Sumut Benget M Silitonga juga mengaku menghargai putusan tersebut dan akan mempelajari putusan tersebut. “Kita pelajari dulu, kita tunggu salinan putusan,” tutur Benget.
Benget juga mengatakan, belum bisa menjelaskan langkah ke depan apa yang dilakukan dirinya untuk menyikapi putusan itu. “Setelah kita pelajari (salinan putusan) terlebih dahulu. Baru lah, kita ambil langkah-langkah selanjutnya,” tandas Benget.
Putusan DKPP yang mecopot Yulhasni dari posisi Ketua KPU Sumut, dinilai Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sumut, Benjamin Pinem ST MM sebagai bentuk hukuman terhadap tidak profesionalnya jajaran KPU Sumut dalam menjalani tugasnya. Benjamin mengaku prihatin atas putusan tersebut, karena menjadi catatan sejarah Ketua KPU Sumut dicopot dari jabatannya karena diduga melanggar kode etik. “Kesimpulan DKPP yang menyebut para teradu bekerja tidak profesional harus menjadi pelajaran berharga bagi seluruh jajaran penyelenggara pemilu di Sumut,” sebut Benjamin.
Benjamin mengatakan, putusan DKPP ini sebagai bentuk pelajaran bagi penyelenggara pemilu untuk bekerja profesional dan tidak berpihak dengan seorang Caleg atau partai politik dalam menjalani tugasnya. “Kedepannya, sesama penyelenggara pemilu baik itu KPU, DKPP dan Bawaslu haruslah saling menghargai dan menghormati dalam menjalankan tugasnya masing-masing,” sebut Bejamin.
Benjamin berharap, kejadian seperti ini tidak boleh terjadi lagi pada perhelatan pilkada serentak 2020 mendatang. “Karena seluruh penyelenggara pemilu mestinya menjaga kepercayaan publik, sehingga hasilnya kedepan dapat diterima masyarakat luas,” jelas Benjamin.
Sementara itu, Pengamat politik Sumut, Faisal Riza mengatakan, putusan itu semacam menandakan KPU harus melakukan evaluasi terkait kerja yang berdasarkan peraturan dan konstitusi. “Evaluasi itu bisa konkrit dengan cara memilih ketua yang baru. Apalagi kita mau menyambut pilkada serentak,” ungkap Faisal.
Pengamat Politik asal Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) itu, menjelaskan putusan itu juga menandakan adanya problem etik dalam penyelenggaraan pemilu. Dengan begitu, menjadi pelajar untuk memperbaiki diri dalam melaksanakan tugas secara profesional. “Ini menyangkut kredibilitas pemilu. Integritas lembaga harus tetap dipertahankan dengan cara evaluasi kerja yang sesuai dengan peraturan yang berlaku,” pungkas Faisal.(gus)
Para tersangka pesta sabu ditahan di Mapolres Sibolga.
SIBOLGA, SUMUTPOS.CO – Satuan Narkoba Polres Sibolga kembali menggerebek sebuah rumah di Jalan Merpati, Kelurahan Aek Manis, Kecamatan Sibolga Selatan, yang biasa dijadikan tempat pesta narkoba. Di rumah tersebut, polisi menemukan 6 pria, empat di antaranya berhasil diamankan, sedangkan dua lainnya kabur.
Menurut keterangan Kapolres Sibolga AKBP Edwin Hariandja melalui Kasubbag Humas Iptu Ramadhansyah Sormin, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, satu dari empat pemuda yang diamankan tidak terbukti terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkotika tersebut.
Sedangkan tiga pria sudah ditetapkan sebagai tersangka, antara lain, AT alias T (32) warga jalan SM Raja. Kemudian, AT alias A (33) warga Jalan Merpati dan HP alias A (27), Kelurahan Pancuran Pinang.
“Sebelumnya di dalam dapur rumah itu ada enam orang. Dua orang melarikan diri, identitasnya telah dikantongi, empat yang berhasil ditangkap. Saat dilakukan tes urine, tiga positif mengandung amphetamine, sedangkan seorang lagi tidak. Dari hasil pemeriksaan, ternyata dia datang bersama HP mau nagih utang kepada A. Dia sempat disuruh membeli gorengan, rokok dan minuman, tapi tidak ikut mengosumsi sabu,” kata Sormin, Rabu (17/7/19).
Dari hasil penggeledahan, polisi berhasil mengamankan barang bukti sabu berikut alat hisap alias bong.
“Menyita barang bukti berupa sebuah alat hisap atau bong yang terpasang pipet plastik dan terpasang pipa kaca bekas bakaran sabu. Kemudian, tiga buah mancis, sebuah gunting warna hitam, lima potong lempengan logam ujungnya runcing, empat paket sabu-sabu terbungkus plastik bening. Sebuah plastik bening menempel sisa sabu, satu unit HP merk Samsung warna hitam dan sebuah dompet berisikan uang Rp50 ribu,” ungkapnya.
Kemudian, berdasarkan pengakuan ketiga tersangka, sabu tersebut dibeli dari seseorang di Jalan IL Nommensen, Kelurahan Angin Nauli, Sibolga Kota.
“Tersangka T awalnya menerima pesan dari tersangka A yang isinya mau beli sabu-sabu seharga Rp140 ribu. Selanjutnya, T lalu pergi ke rumah A untuk mengambil uangnya namun tidak ada. Sehingga T kembali ke rumahnya. Beberapa saat kemudian, T ditelepon oleh A. T kemudian menyuruh temannya, identitasnya sudah kita kantongi, untuk menjemput uang tersebut. Setelah mendapat uang, T lalu pergi belanja sabu ke Jalan IL Nommensen seharga Rp300 ribu. Sabu yang dia peroleh kemudian dibagi menjadi 5 paket kecil,” terang Sormin.
Selanjutnya, T pergi ke rumah A untuk memberikan sabu sesuai dengan pesanannya. Di perjalanan T bertemu dengan seorang temannya di sebuah warung, yakni pria yang dari hasil pemeriksaan tidak terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkotika tersebut. Saat itu T mengaku mau ke rumah A untuk menagih hutang. Saat mereka menuju dapur rumah A, mereka melihat sudah ada 4 pria dengan alat hisap sabu yang terbuat dari botol air mineral.
“Mereka kemudian mengisap sabu bersama-sama di dapur rumah A,” pungkasnya.
Dari catatan kepolisian, tersangka T ternyata pernah dihukum dalam kasus narkotika tahun 2017 yang lalu dan dihukum selama 3 tahun di Lapas Tukka. Ironisnya, saat ini tersangka masih berstatus bebas bersyarat.
Ketiga tersangka kini ditahan di RTP Polres Sibolga. T dan A dikenakan pasal 114 ayat 1 Subsider pasal 112 ayat 1 Jounto pasal 132 dan atau pasal 127 ayat 1 huruf a. Sedangkan HP dikenakan pasal 112 ayat 1 Jounto pasal 132 dan atau pasal 127 ayat 1 huruf a, dari Undang-undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun. (ts/nt/msg/sp)
file/sumut pos
LOGISTIK: Dua pekerja menyiapkan logistik Pemilu untuk didistribusikan ke sejumlah kecamatan di Kota Medan.
file/sumut pos LOGISTIK: Dua pekerja menyiapkan logistik Pemilu untuk didistribusikan ke sejumlah kecamatan di Kota Medan.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menyepakati besaran anggaran untuk pelaksanaan Pilkada Medan 2020 sebesar Rp69 miliar. Sebelumnya, KPU Medan mengusulkan anggaran sebesar Rp92 miliar. Dengan begitu terjadi pemangkasan anggaran sebesar Rp23 miliar.
“Tadi kami sudah rapat dengan KPU, hasilnya sudah final. Untuk anggaran Pilkada Medan 2020 kita sepakati di angka Rp69 miliar,” kata Kepala Bappeda Kota Medan, Irwan Ritonga di ruang kerjanya usai memimpin rapat tertutup itu, Rabu (17/5).
Menurutnya, hal-hal yang membuat usulan anggaran KPU itu ditekan hingga Rp23 miliar, yakni dipangkasnya jumlah TPS. “Selain itu, kemarin diusulkan juga biaya untuk Pilkada putaran kedua. Tapi disepakati tidak ada Pilkada putaran kedua, karenanya tidak perlu anggaran Pilkada putaran kedua. Dua hal ini merupakan faktor yang banyak mengurangi usulan anggaran itu,” jelasnya.
Irwan juga menjelaskan, hingga saat ini masih anggaran KPU yang disepakati, sedangkan untuk Bawaslu Medan masih dalam tahap pembahasan. Disebutnya, ada beberapa item kegiatan yang perlu direvisi dari anggaran Bawaslu Medan ini, di antaranya terkait pengadaan. “Di usulan mereka (Bawaslu) setiap kegiatan ada pengadaan ATK (Alat Tulis Kantor) perdivisi. Harusnya pengadaan itu difokuskan di sekretariat aja, ada juga soal kegiatan perjalanan dinas. Hasil pembahasannya pun akan dikonsultasikan Bawaslu Medan ke Bawaslu Sumut” ujarnya.
Disebutkan Irwan, bila pembahasan dengan Bawaslu Medan telah rampung, maka tahap berikutnya yakni penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). “NPHD tunggu ada P-KPU, kalau kami setelah selesai dengan Bawaslu bisa saja langsung tandatangan NPHD,” terangnya.
Terpisah, komisioner KPU Medan, Nana Miranti yang dikonfirmasi Sumut Pos mengakui, ada pengurangan anggaran dari yang mereka ajukan sebelumnya. “Kita bicarakan berapa dana yang kita anggarkan, dan beberapa yang revisi. Jadi disepakati, sekitar Rp69 miliar anggaran yang kita ajukan,” sebut Nana kepada Sumut Pos, Rabu (17/7) siang.
Anggaran Rp69 miliar itu, menurut Nana, sudah sesuai dengan standar aturan dari Keputusan KPU RI dan Kementerian Keuangan. Kini, KPU Medan menunggu hasil diskusi internal Pemko Medan menyikapi anggaran tersebut. “Dari hasil pembahasan tadi, akan dibahas lagi di internal Pemko Medan. Kemudian, diajukan ke DPRD Medan untuk pembahasan P-APBD 2019,” jelas Nana.
Dijelaskan Nana, dalam usulan sebelumnya mereka menganggarkan biaya untuk pemungutan suara ulang jika ada rekomendasi hasil sengketa Pilkada dari Bawaslu maupun Mahkamah Konstitusi. “Dulu kita ajukan biaya pemungutan ulang, paskaputusan MK. Namun sesuai keputusan KPU RI Nomor 80 tahun 2018, di situ kita cuma mengajukan pemungutan suara ulang hasil rekomendasi Bawaslu saja. Sedangkan putusan MK, akan kita ajukan selanjutnya,” jelas Nana.
Disebutnya, pemungutan suara ulang itu ada dua sebab. Yakni rekomendasi Bawaslu yang dilakukan 10 hari paskapemungutan suara. Yang kedua yakni putusan MK.”Nah, putusan MK itu tidak kita ajukan lagi, makanya anggaran itu berkurang,” tutur Nana.
Jadi, lanjut Nana, yang mereka masukkan dalam anggaran itu hanya pemungutan suara ulang hasil rekomendasi Baswalu saja, dengan total anggaran sebesar Rp juta. “Jadi bila ada gugatan MK, anggaran pemungutan ulang akan diajukan kembali,” sebut Nana.
Meski telah disepakati bersama Pemko Medan, namun Nana belum bisa memastikan apakah anggaran itu akan disetujui DPRD Medan untuk dimasukkan dalam P-APBD Medan 2019. “Kalau dari kita menunggu saja, hasilnya seperti apa. Kita anggarkan sesuai dengan tahapan yang ada. Kalau ada perubahan, tergantung dari kita lah. Terkait dengan peraturan Pemilu 2020 belum ada. Masih ada baru draf, PKPU tahapan dan jadwal,” pungkasnya.
Menanggapi itu, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Medan, Sabar Syamsurya Sitepu menyebutkan, sudah selayaknya Pemko Medan meminta agar usulan anggaran Pilkada Kota Medan 2020 sebesar Rp92 miliar itu bisa dipangkas semaksimal mungkin. Pasalnya, anggaran itu dinilainya masih terlalu tinggi untuk sekadar melaksanakan Pilwako Kota Medan. “Memang sangat wajar kalau usulan anggaran itu dipangkas, Rp92 miliar hanya untuk Pemilihan Walikota Medan, saya pikir itu jelas terlalu tinggi,” ucap Sabar kepada Sumut Pos, Rabu (17/7).
Namun, katanya, usulan anggaran Rp69 miliar yang telah disepakati KPU dan Pemko Medan itu juga belum tentu akan disepakati Banggar DPRD Medan. “Angka Rp69 miliar itu juga belum tentu bisa kita sepakati di DPRD, mereka harus bisa menjelaskan terlebih dahulu rincian angka Rp69 miliar itu. Nanti kami akan minta mereka untuk merincikannya dan kalau memang masih bisa dipangkas lagi, kenapa tidak,” tuturnya. (map/gus)