30.6 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Kornas Tanggapi Rendahnya Elektabilitas Ganjar Pranowo di Sumut

Jika Pilpres Digelar Saat Ini, Ganjar Kalah

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Survei LSI Denny JA, belum lama ini merilis hasil survei elektabilitas calon presiden (Capres) di Sumatera Utara (Sumut). Survei tersebut digelar pada rentang waktu 3 hingga 14 Mei 2023 dengan melibatkan 1.200 responden yang diambil dengan metode multi-stage random sampling.

Metode survei dilakukan dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner. Adapun margin of error survei sekitar 2,9 persen. Hasilnya, Prabowo Subianto berada di posisi teratas dengan jumlah 50 persen, disusul Anies Baswedan 32,6 persen. Sementara, Ganjar Pranowo hanya berada di angka 16,2 persen, sementara 1,2 persen responden mengaku tidak tahu.

Kondisi ini membuat Kongres Rakyat Nasional (Kornas) angkat bicara. Diketahui, Kornas adalah rekan juang politik Jokowi sejak 2014 dan memutuskan berjuang bersama Ganjar Pranowo sejak 2022.

Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan menilai, hasil survei tersebut harus menjadi alarm bagi para pendukung Ganjar Pranowo. Artinya, bila Pilpres digelar saat ini dengan kondisi hasil survei demikian, maka Ganjar Pranowo diyakini akan kalah di Sumatera Utara.

“Jika Pilpres digelar saat ini di Sumut, maka Ganjar pasti kalah. Dalam keadaan tersebut,” kata Sutrsino kepada Sumut Pos, Minggu (11/6/2024).

Untuk itu, kata Sutrisno yang merupakan mantan Anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 tersebut, Kornas memberikan sejumlah catatan terkait hal itu. Pertama, hasil survei LSI Denny JA sebagai produk ilmu pengetahuan tentu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hasil survei tersebut sebagai bukti permulaan bahwa ada ‘perubahan dan pergeseran’ aspirasi rakyat dari Ganjar ke Prabowo. Kornas juga menilai, adanya sikap parpol dan pendukung Ganjar yang ‘mengakui dan menerima’ hasil survei jika tinggi, serta ‘meragukan dan menolak’ hasil survei jika rendah adalah sikap kekanak- kanakan.

Kedua, bahwa masyarakat Sumut adalah tipe masyarakat yang ‘mudah kasihan’. Sebab biasanya, para politisi yang kalah bertarung di Pilkada, ‘dikasihani’ masyarakat Sumut. Sebagai contoh, nama Mayjend (Purn) TNI Tritamtomo yang kalah di Pilgubsu 2008, namun terpilih jadi Anggota DPR RI 2009.

Kemudian ada nama Sofyan Tan yang kalah di Pilkada Kota Medan 2010, namun terpilih jadi Anggota DPR RI 2014. Selanjutnya, ada nama Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus yang kalah di Pilgubsu 2018, namun terpilih menjadi Anggota DPR RI 2019. “Saat ini Prabowo Subianto ‘dikasihani’ masyarakat Sumut pasca kekalahan dari Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019,” ujarnya politisi PDIP itu.

Ketiga, kesediaan Prabowo yang telah merendahkan hati karena rela menjadi salah satu menteri Presiden Jokowi banyak dihargai masyarakat. Prabowo dianggap negarawan dan ksatria karena rela ‘berkorban’ untuk kepentingan bangsa dan negara. Karenanya Prabowo dianggap sebagai sosok yang rendah hati, tidak angkuh, dan tidak sombong.

Keempat, bahwa Sumut adalah provinsi ‘para ketua’ sekaligus provinsi ‘anak raja’. Hubungan masyarakat pun menjadi egaliter, sehingga semua orang disebut ketua. “Di Sumut, penggunaan istilah petugas partai bagi pemimpin atau calon pemimpin dinilai merendahkan, melecehkan. Masyarakat tidak menerima relasi kuasa antara bos dan anak buah atau antara pemilik dan penyewa ditampilkan dalam ruang publik,” katanya.

Kelima, bahwa kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019 di Sumut diperoleh dari kawasan pantai barat dan dataran tinggi Sumut. Sejumlah daerah menyumbang persentasi kemenangan di atas 90% suara pemilih sah. Kawasan tersebut ‘solider’ terhadap Israel. Sedang di pantai timur, Jokowi diketahui kalah karena solider terhadap Palestina.

“Penolakan Ganjar terhadap keikutsertaan Israel di Piala Dunia FIFA U20 dinilai sebagai tindakan mencampuradukkan olahraga dengan politik, serta mencampuri urusan luar negeri. Akibatnya, pendukung Jokowi mengalihkan dukungan kepada Prabowo, meski Prabowo tidak memberi pernyataan apapun,” sebutnya.

Keenam, pasca Ganjar diumumkan sebagai bacapres pada Jumat, 21 April 2023, belum ada gerakan yang terstruktur, sistematis, dan massif dari parpol pendukung Ganjar. Semua parpol masih menunggu petunjuk dan arahan pusat. “Para parpol masih sibuk dengan urusan penyusunan daftar caleg. Kemungkinan perubahan sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup, tentu hal ini juga mempengaruhi konsolidasi parpol,” ungkapnya.

Untuk itu, pada Pemilu 2024 yang direncanakan akan digelar pada Rabu, 14 Februari 2024, Kornas meyakini akan terjadi perubahan peta suara dan kebangkitan pendukung Ganjar. Untuk itu, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh pihak Ganjar Pranowo.

Pertama, masyarakat di kawasan Pantai Barat dan kawasan pegunungan di Sumut butuh penjelasan dari Ganjar dan pendukungnya. Ganjar harus segera menyampaikan pernyataan klarifikasi secara jujur, tulus, dan terbuka. Termasuk, menjelaskan alasan detail sikapnya yang menolak kehadiran dan keikutsertaan Israel di Piala Dunia FIFA U20.

Kedua, penggunaan istilah petugas partai yang disampaikan berulang kali di ruang terbuka hendaknya dihentikan. Istilah itu bermanfaat secara internal, tetapi menjadi mudarat bagi masyarakat. Sebab, Ganjar dinilai tidak akan mendapat tambahan suara jika selalu disebut sebagai petugas partai.

“Ketiga, harus dilakukan pemisahan tugas antara pemenangan Pileg dan Pilpres. Pengurus dan anggota Parpol yang maju dalam Pileg akan konsentrasi memenangkan dirinya. Untuk itu, urusan Pilpres lebih baik diserahkan kepada pengurus dan anggota yang tidak maju di Pileg,” tegasnya.

Keempat, sebagai provinsi para ‘ketua’ dan ‘anak raja’ yang membuat masyarakat Sumut egaliter dan suka kesetaraan harus segera dihentikan. Sebab, segala bentuk keangkuhan, kesombongan, dan eksklusivitas dinilai akan merugikan.

Kelima, masyarakat Sumut memiliki harga diri yang tinggi. Maka, mayoritas masyarakat Sumut sulit dirayu dan dibujuk dengan hadiah berupa uang dan sembako. Untuk itu, seluruh tindakan Caleg yang mendompleng nama Ganjar dengan memberi hadiah atau janji berupa uang dan sembako harus dihentikan.

“Hilangkan sifat-sifat angkuh, sombong dan tinggi hati. Hasil survei yang sangat kecil dapat berubah jika pendukung Ganjar mampu meyakinkan rakyat bahwa ‘Ganjar adalah milik Kita’, seperti ‘Jokowi Adalah Kita’. Kornas meyakini, Sumut dapat direbut dan dimenangkan Ganjar dengan cara membujuk dan memeluk kembali (hati) rakyat,” pungkasnya. (map/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Survei LSI Denny JA, belum lama ini merilis hasil survei elektabilitas calon presiden (Capres) di Sumatera Utara (Sumut). Survei tersebut digelar pada rentang waktu 3 hingga 14 Mei 2023 dengan melibatkan 1.200 responden yang diambil dengan metode multi-stage random sampling.

Metode survei dilakukan dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner. Adapun margin of error survei sekitar 2,9 persen. Hasilnya, Prabowo Subianto berada di posisi teratas dengan jumlah 50 persen, disusul Anies Baswedan 32,6 persen. Sementara, Ganjar Pranowo hanya berada di angka 16,2 persen, sementara 1,2 persen responden mengaku tidak tahu.

Kondisi ini membuat Kongres Rakyat Nasional (Kornas) angkat bicara. Diketahui, Kornas adalah rekan juang politik Jokowi sejak 2014 dan memutuskan berjuang bersama Ganjar Pranowo sejak 2022.

Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan menilai, hasil survei tersebut harus menjadi alarm bagi para pendukung Ganjar Pranowo. Artinya, bila Pilpres digelar saat ini dengan kondisi hasil survei demikian, maka Ganjar Pranowo diyakini akan kalah di Sumatera Utara.

“Jika Pilpres digelar saat ini di Sumut, maka Ganjar pasti kalah. Dalam keadaan tersebut,” kata Sutrsino kepada Sumut Pos, Minggu (11/6/2024).

Untuk itu, kata Sutrisno yang merupakan mantan Anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 tersebut, Kornas memberikan sejumlah catatan terkait hal itu. Pertama, hasil survei LSI Denny JA sebagai produk ilmu pengetahuan tentu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hasil survei tersebut sebagai bukti permulaan bahwa ada ‘perubahan dan pergeseran’ aspirasi rakyat dari Ganjar ke Prabowo. Kornas juga menilai, adanya sikap parpol dan pendukung Ganjar yang ‘mengakui dan menerima’ hasil survei jika tinggi, serta ‘meragukan dan menolak’ hasil survei jika rendah adalah sikap kekanak- kanakan.

Kedua, bahwa masyarakat Sumut adalah tipe masyarakat yang ‘mudah kasihan’. Sebab biasanya, para politisi yang kalah bertarung di Pilkada, ‘dikasihani’ masyarakat Sumut. Sebagai contoh, nama Mayjend (Purn) TNI Tritamtomo yang kalah di Pilgubsu 2008, namun terpilih jadi Anggota DPR RI 2009.

Kemudian ada nama Sofyan Tan yang kalah di Pilkada Kota Medan 2010, namun terpilih jadi Anggota DPR RI 2014. Selanjutnya, ada nama Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus yang kalah di Pilgubsu 2018, namun terpilih menjadi Anggota DPR RI 2019. “Saat ini Prabowo Subianto ‘dikasihani’ masyarakat Sumut pasca kekalahan dari Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019,” ujarnya politisi PDIP itu.

Ketiga, kesediaan Prabowo yang telah merendahkan hati karena rela menjadi salah satu menteri Presiden Jokowi banyak dihargai masyarakat. Prabowo dianggap negarawan dan ksatria karena rela ‘berkorban’ untuk kepentingan bangsa dan negara. Karenanya Prabowo dianggap sebagai sosok yang rendah hati, tidak angkuh, dan tidak sombong.

Keempat, bahwa Sumut adalah provinsi ‘para ketua’ sekaligus provinsi ‘anak raja’. Hubungan masyarakat pun menjadi egaliter, sehingga semua orang disebut ketua. “Di Sumut, penggunaan istilah petugas partai bagi pemimpin atau calon pemimpin dinilai merendahkan, melecehkan. Masyarakat tidak menerima relasi kuasa antara bos dan anak buah atau antara pemilik dan penyewa ditampilkan dalam ruang publik,” katanya.

Kelima, bahwa kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019 di Sumut diperoleh dari kawasan pantai barat dan dataran tinggi Sumut. Sejumlah daerah menyumbang persentasi kemenangan di atas 90% suara pemilih sah. Kawasan tersebut ‘solider’ terhadap Israel. Sedang di pantai timur, Jokowi diketahui kalah karena solider terhadap Palestina.

“Penolakan Ganjar terhadap keikutsertaan Israel di Piala Dunia FIFA U20 dinilai sebagai tindakan mencampuradukkan olahraga dengan politik, serta mencampuri urusan luar negeri. Akibatnya, pendukung Jokowi mengalihkan dukungan kepada Prabowo, meski Prabowo tidak memberi pernyataan apapun,” sebutnya.

Keenam, pasca Ganjar diumumkan sebagai bacapres pada Jumat, 21 April 2023, belum ada gerakan yang terstruktur, sistematis, dan massif dari parpol pendukung Ganjar. Semua parpol masih menunggu petunjuk dan arahan pusat. “Para parpol masih sibuk dengan urusan penyusunan daftar caleg. Kemungkinan perubahan sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup, tentu hal ini juga mempengaruhi konsolidasi parpol,” ungkapnya.

Untuk itu, pada Pemilu 2024 yang direncanakan akan digelar pada Rabu, 14 Februari 2024, Kornas meyakini akan terjadi perubahan peta suara dan kebangkitan pendukung Ganjar. Untuk itu, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh pihak Ganjar Pranowo.

Pertama, masyarakat di kawasan Pantai Barat dan kawasan pegunungan di Sumut butuh penjelasan dari Ganjar dan pendukungnya. Ganjar harus segera menyampaikan pernyataan klarifikasi secara jujur, tulus, dan terbuka. Termasuk, menjelaskan alasan detail sikapnya yang menolak kehadiran dan keikutsertaan Israel di Piala Dunia FIFA U20.

Kedua, penggunaan istilah petugas partai yang disampaikan berulang kali di ruang terbuka hendaknya dihentikan. Istilah itu bermanfaat secara internal, tetapi menjadi mudarat bagi masyarakat. Sebab, Ganjar dinilai tidak akan mendapat tambahan suara jika selalu disebut sebagai petugas partai.

“Ketiga, harus dilakukan pemisahan tugas antara pemenangan Pileg dan Pilpres. Pengurus dan anggota Parpol yang maju dalam Pileg akan konsentrasi memenangkan dirinya. Untuk itu, urusan Pilpres lebih baik diserahkan kepada pengurus dan anggota yang tidak maju di Pileg,” tegasnya.

Keempat, sebagai provinsi para ‘ketua’ dan ‘anak raja’ yang membuat masyarakat Sumut egaliter dan suka kesetaraan harus segera dihentikan. Sebab, segala bentuk keangkuhan, kesombongan, dan eksklusivitas dinilai akan merugikan.

Kelima, masyarakat Sumut memiliki harga diri yang tinggi. Maka, mayoritas masyarakat Sumut sulit dirayu dan dibujuk dengan hadiah berupa uang dan sembako. Untuk itu, seluruh tindakan Caleg yang mendompleng nama Ganjar dengan memberi hadiah atau janji berupa uang dan sembako harus dihentikan.

“Hilangkan sifat-sifat angkuh, sombong dan tinggi hati. Hasil survei yang sangat kecil dapat berubah jika pendukung Ganjar mampu meyakinkan rakyat bahwa ‘Ganjar adalah milik Kita’, seperti ‘Jokowi Adalah Kita’. Kornas meyakini, Sumut dapat direbut dan dimenangkan Ganjar dengan cara membujuk dan memeluk kembali (hati) rakyat,” pungkasnya. (map/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/