27.8 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Lawrence Dipanggil Dewan Etik, Tetap Desak Munaslub, Khawatir Golkar Jadi Partai Gurem

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dewan Etik Partai Golkar akhirnya memanggil sejumlah kader yang mendengungkan musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Tapi, embusan angin munaslub untuk mengevaluasi kinerja Ketua Umum Airlangga Hartarto itu tak lantas berhenti.

Kemarin (17/7), dewan etik memanggil Lawrence Siburian, kader senior Partai Golkar yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)

SOKSI merupakan salah satu organisasi inti yang mendirikan Golkar, selain Kosgoro dan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).

Sebelumnya, Lawrence termasuk salah satu kader yang vokal menyuarakan munaslub. Dia menilai kepemimpinan Airlangga tidak cukup berprestasi. Karena pernyataan tersebut, politikus alumnus Universitas Indonesia (UI) itu dipanggil dewan etik. Dia dimintai klarifikasi hampir tiga jam.

Ketua Dewan Etik Partai Golkar Mohammad Hatta mengatakan, Lawrence dipanggil setelah pihaknya menilai ada indikasi pelanggaran etika. Yakni, seputar bergulirnya isu munaslub yang semestinya tidak dibuka ke publik. “(Pemanggilan) tidak harus selalu ada laporan,” ujar Hatta, menjelaskan alasan pemanggilan Lawrence di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta.

Hatta menerangkan, munaslub memiliki forum dan mekanisme sendiri. Secara aturan, hanya bisa diusulkan mayoritas pengurus daerah maupun evaluasi dari DPP. Dia mengatakan, pihaknya perlu mendengar penjelasan Lawrence soal alasannya menyampaikan pernyataan itu. Kendati demikian, dewan etik belum bisa menyimpulkan apakah ada pelanggaran atau tidak. “Masih dalam tahap telaah,” ucapnya.

Kalau ada indikasi pelanggaran, lanjut Hatta, bisa saja pihaknya memberi sanksi. Misalnya, ada unsur kesengajaan untuk merusak citra partai. “Kalau sudah berat, bisa dicabut KTA (kartu tanda anggota) yang bersangkutan,” paparnya.

Sementara itu, seusai pemanggilan, Lawrence mengaku dicecar 20 pertanyaan oleh Dewan Etik Partai Golkar. Namun, forum itu bukan pengadilan, melainkan klarifikasi. Dia menegaskan, dewan etik tidak punya wewenang untuk mengadili dirinya. “Dewan etik mengundang saya, bukan mengadili,” tegasnya.

Soal pertanyaan apa yang disampaikan, Lawrence menyebut bersifat tertutup. Tidak bisa dipublikasikan ke media massa. Yang pasti, dalam kesempatan itu, dia menjelaskan kegelisahannya soal kondisi Partai Golkar yang dinilai menurun. Itu terlihat dari elektabilitas yang saat ini berada di kisaran 6 persen. Jauh di bawah perolehan suara Pemilu 2019, yakni sekitar 14 persen.

Nah, sebagai kader, dia khawatir Golkar bakal turun kasta menjadi “partai gurem”. Karena itu, Lawrence dengan tegas menepis tudingan bahwa ada pihak-pihak yang menunggangi di balik wacana munaslub. “Saya sudah 46 tahun sebagai anggota dan kader Partai Golkar,” jelasnya.

Ditanya apakah upaya mendorong munaslub masih disuarakan setelah dipanggil dewan etik, Lawrence memastikan berlanjut. Dia menegaskan, Airlangga harus bertanggung jawab atas merosotnya elektabilitas Golkar. “Jadi, kita kehilangan sekitar 8 persen. Ke mana itu? Kan kita harus evaluasi,” ungkapnya. (far/c18/hud/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dewan Etik Partai Golkar akhirnya memanggil sejumlah kader yang mendengungkan musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Tapi, embusan angin munaslub untuk mengevaluasi kinerja Ketua Umum Airlangga Hartarto itu tak lantas berhenti.

Kemarin (17/7), dewan etik memanggil Lawrence Siburian, kader senior Partai Golkar yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)

SOKSI merupakan salah satu organisasi inti yang mendirikan Golkar, selain Kosgoro dan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).

Sebelumnya, Lawrence termasuk salah satu kader yang vokal menyuarakan munaslub. Dia menilai kepemimpinan Airlangga tidak cukup berprestasi. Karena pernyataan tersebut, politikus alumnus Universitas Indonesia (UI) itu dipanggil dewan etik. Dia dimintai klarifikasi hampir tiga jam.

Ketua Dewan Etik Partai Golkar Mohammad Hatta mengatakan, Lawrence dipanggil setelah pihaknya menilai ada indikasi pelanggaran etika. Yakni, seputar bergulirnya isu munaslub yang semestinya tidak dibuka ke publik. “(Pemanggilan) tidak harus selalu ada laporan,” ujar Hatta, menjelaskan alasan pemanggilan Lawrence di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta.

Hatta menerangkan, munaslub memiliki forum dan mekanisme sendiri. Secara aturan, hanya bisa diusulkan mayoritas pengurus daerah maupun evaluasi dari DPP. Dia mengatakan, pihaknya perlu mendengar penjelasan Lawrence soal alasannya menyampaikan pernyataan itu. Kendati demikian, dewan etik belum bisa menyimpulkan apakah ada pelanggaran atau tidak. “Masih dalam tahap telaah,” ucapnya.

Kalau ada indikasi pelanggaran, lanjut Hatta, bisa saja pihaknya memberi sanksi. Misalnya, ada unsur kesengajaan untuk merusak citra partai. “Kalau sudah berat, bisa dicabut KTA (kartu tanda anggota) yang bersangkutan,” paparnya.

Sementara itu, seusai pemanggilan, Lawrence mengaku dicecar 20 pertanyaan oleh Dewan Etik Partai Golkar. Namun, forum itu bukan pengadilan, melainkan klarifikasi. Dia menegaskan, dewan etik tidak punya wewenang untuk mengadili dirinya. “Dewan etik mengundang saya, bukan mengadili,” tegasnya.

Soal pertanyaan apa yang disampaikan, Lawrence menyebut bersifat tertutup. Tidak bisa dipublikasikan ke media massa. Yang pasti, dalam kesempatan itu, dia menjelaskan kegelisahannya soal kondisi Partai Golkar yang dinilai menurun. Itu terlihat dari elektabilitas yang saat ini berada di kisaran 6 persen. Jauh di bawah perolehan suara Pemilu 2019, yakni sekitar 14 persen.

Nah, sebagai kader, dia khawatir Golkar bakal turun kasta menjadi “partai gurem”. Karena itu, Lawrence dengan tegas menepis tudingan bahwa ada pihak-pihak yang menunggangi di balik wacana munaslub. “Saya sudah 46 tahun sebagai anggota dan kader Partai Golkar,” jelasnya.

Ditanya apakah upaya mendorong munaslub masih disuarakan setelah dipanggil dewan etik, Lawrence memastikan berlanjut. Dia menegaskan, Airlangga harus bertanggung jawab atas merosotnya elektabilitas Golkar. “Jadi, kita kehilangan sekitar 8 persen. Ke mana itu? Kan kita harus evaluasi,” ungkapnya. (far/c18/hud/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/