25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

DPD Golkar Kubu Agung Membangkang

Leo Nababan
Leo Nababan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para petinggi Partai Golkar kubu Agung Laksono tidak kompak dalam menyikapi tahapan upaya islah dengan kubu Aburizal Bakrie. Dimotori Plt Ketua DPD Tingkat I Golkar Sumut, Leo Nababan, para pengurus daerah kubu Agung menyatakan menolak pembentukan tim pilkada sebagaimana disepakati kedua kubu pada pertemuan Jumat (19/6) malam.

“Para Plt ketua DPD sore ini kumpul. Kami menyatakan menolak pembentukan tim pilkada,” ujar Leo Nababan di Jakarta, Senin (22/6).

Alasan Leo, pembentukan tim pilkada yang melihatkan kedua kubu itu akan sia-sia selama tidak jelas nantinya siapa yang akan meneken SK penetapan dan pendaftaran calon ke masing-masing KPU Daerah.

“Jadi ngapain kalau tidak jelas siapa yang teken. Terus terang, kami para plt ketua DPD kumpul untuk menyatakan sikap. Karena kami tak ingin sesuatu yang kabur. Harus jelas dulu, siapa yang meneken SK pencalonan,” kata Leo.

Sementara, terkait siapa yang harus meneken, para pengurus DPD memasang syarat mutlak, yang menandatangani SK pencalonan harus Ketum Agung Laksono dan Sekjen Zainudin Amali. “Bagi kami itu harga mati,” cetus Leo.

Alasan lain, lanjut Leo, kubu Agung dan kubu Ical ibarat air dan minyak, yang memang sulit disatukan. “Anda tahu, ini berbeda secara diametral. Mereka (kubu Ical, red) sponsori revisi UU KPK, kami tidak. Mereka sponsori dana aspirasi 20 miliar, kami tidak. Bagaimana bisa bersatu, ini ibarat air dan minyak. Biarlah masyarakat yang menilai mana Golkar hitam dan mana Golkar putih,” kata Leo.

Leo Nababan merasa, sebagai plt Ketua DPD tingkat I posisinya kuat dalam hal penentuan calon kepala daerah. Begitu pun, posisi para plt ketua DPD tingkat II. Dimana, komposisi hak suaranya, 30 persen DPP, 30 persen DPD I, dan 40 persen DPD II. “Jadi, saya sebagai plt ketua DPD, dengan DPD tingkat II sudah 70 persen. Kami pengurus daerah yang menentukan jadi tidaknya calon,” imbuh Leo.

Dengan alasan tersebut, Leo menyatakan menolak pembentukan tim pilkada gabungan kubu Agung dan kubu Ical. “Karena ini juga menyangkut wibawa DPD I dan DPD II,” kata Leo.

Diberitakan sebelumnya, pada pertemuan Jumat (19/6) malam, tim 10 yang berisikan pengurus Munas Bali dan Ancol telah sepakat membentuk tim pilkada dari pusat hingga daerah provinsi dan kabupaten kota.

“Kami mencapai kesepakatan bahwa kedua tim akan surati daerah, paling lambat Senin (22/6) dan ditandatangani kedua tim untuk melakukan proses pembentukan tim pilkada daerah seperti tertera di kesepakatan 30 Mei lalu,” kata Wakil Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Ancol Yorrys Raweyai, usai pertemuan malam itu.

Dijelaskan, komposisi tim pilkada sendiri terdiri dari 55 orang dari DPP, 33 dari DPD tingkat I dan 33 dari DPD II. Perkembangan selanjutnya akan diadakan kembali pertemuan 27 Juni 2015 dengan agenda merespon surat-surat dari daerah dan pembicaraan teknis dan kriteria pemenangan calon Golkar di Pilkada 2015.

Yorrys menekankan supaya islah Golkar tidak dipolemikan lagi karena sudah ada konsep yang disepakati kedua pihak.

Mengenai poin keempat islah, terkait kubu mana yang menandatangani pendaftaran calon ke KPU, Yorrys mengakui tim 10 belum membahas hal itu dan baru akan dibahas setelah 27 Juni 2015. (sam/bd)

Leo Nababan
Leo Nababan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para petinggi Partai Golkar kubu Agung Laksono tidak kompak dalam menyikapi tahapan upaya islah dengan kubu Aburizal Bakrie. Dimotori Plt Ketua DPD Tingkat I Golkar Sumut, Leo Nababan, para pengurus daerah kubu Agung menyatakan menolak pembentukan tim pilkada sebagaimana disepakati kedua kubu pada pertemuan Jumat (19/6) malam.

“Para Plt ketua DPD sore ini kumpul. Kami menyatakan menolak pembentukan tim pilkada,” ujar Leo Nababan di Jakarta, Senin (22/6).

Alasan Leo, pembentukan tim pilkada yang melihatkan kedua kubu itu akan sia-sia selama tidak jelas nantinya siapa yang akan meneken SK penetapan dan pendaftaran calon ke masing-masing KPU Daerah.

“Jadi ngapain kalau tidak jelas siapa yang teken. Terus terang, kami para plt ketua DPD kumpul untuk menyatakan sikap. Karena kami tak ingin sesuatu yang kabur. Harus jelas dulu, siapa yang meneken SK pencalonan,” kata Leo.

Sementara, terkait siapa yang harus meneken, para pengurus DPD memasang syarat mutlak, yang menandatangani SK pencalonan harus Ketum Agung Laksono dan Sekjen Zainudin Amali. “Bagi kami itu harga mati,” cetus Leo.

Alasan lain, lanjut Leo, kubu Agung dan kubu Ical ibarat air dan minyak, yang memang sulit disatukan. “Anda tahu, ini berbeda secara diametral. Mereka (kubu Ical, red) sponsori revisi UU KPK, kami tidak. Mereka sponsori dana aspirasi 20 miliar, kami tidak. Bagaimana bisa bersatu, ini ibarat air dan minyak. Biarlah masyarakat yang menilai mana Golkar hitam dan mana Golkar putih,” kata Leo.

Leo Nababan merasa, sebagai plt Ketua DPD tingkat I posisinya kuat dalam hal penentuan calon kepala daerah. Begitu pun, posisi para plt ketua DPD tingkat II. Dimana, komposisi hak suaranya, 30 persen DPP, 30 persen DPD I, dan 40 persen DPD II. “Jadi, saya sebagai plt ketua DPD, dengan DPD tingkat II sudah 70 persen. Kami pengurus daerah yang menentukan jadi tidaknya calon,” imbuh Leo.

Dengan alasan tersebut, Leo menyatakan menolak pembentukan tim pilkada gabungan kubu Agung dan kubu Ical. “Karena ini juga menyangkut wibawa DPD I dan DPD II,” kata Leo.

Diberitakan sebelumnya, pada pertemuan Jumat (19/6) malam, tim 10 yang berisikan pengurus Munas Bali dan Ancol telah sepakat membentuk tim pilkada dari pusat hingga daerah provinsi dan kabupaten kota.

“Kami mencapai kesepakatan bahwa kedua tim akan surati daerah, paling lambat Senin (22/6) dan ditandatangani kedua tim untuk melakukan proses pembentukan tim pilkada daerah seperti tertera di kesepakatan 30 Mei lalu,” kata Wakil Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Ancol Yorrys Raweyai, usai pertemuan malam itu.

Dijelaskan, komposisi tim pilkada sendiri terdiri dari 55 orang dari DPP, 33 dari DPD tingkat I dan 33 dari DPD II. Perkembangan selanjutnya akan diadakan kembali pertemuan 27 Juni 2015 dengan agenda merespon surat-surat dari daerah dan pembicaraan teknis dan kriteria pemenangan calon Golkar di Pilkada 2015.

Yorrys menekankan supaya islah Golkar tidak dipolemikan lagi karena sudah ada konsep yang disepakati kedua pihak.

Mengenai poin keempat islah, terkait kubu mana yang menandatangani pendaftaran calon ke KPU, Yorrys mengakui tim 10 belum membahas hal itu dan baru akan dibahas setelah 27 Juni 2015. (sam/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/