25.6 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Nelayan pun Jadi Ikut Berburu Harta Karun

 Penggalian Candi Terhenti karena Terkendala Biaya

Penggalian Candi Terhenti karena Terkendala Biaya

Minimnya biaya dan belum adanya bantuan dana dari pemerintah untuk pembebasan lahan yang telah dikuasai masyarakat setempat, sepertinya menjadi kendala dalam menelusuri jejak peradaban Kota China di Medan Marelan. Bahkan kabar yang berkembang di masyarakat, lahan tanah yang belum tersentuh pembangunan dan rumah-rumah warga yang diduga di dalamnya terkubur benda bernilai sejarah dari Situs Kota China, kini mulai dilirik pihak developer.
“Memang ada pihak perumahan (developer) sudah mulai menanyakan tanah-tanah warga di sini, ada yang bilang tanah di sini mau dibayari untuk dibangun perumahan, tapi sampai sekarang masih belum ada kepastian,” ungkap, Ibnu dan beberapa warga lainnya.
Meski warga mengetahui bahwa perkampungannya merupakan kawasan situs Kota China, namun mereka mengaku tidak dapat mempertahankan tanahnya, jika ada pihak yang berminat untuk membeli tanah yang telah diduduki masyarakat sejak berpuluh-puluh tahun lalu itu.
“Kalau memang harganya cocok, ya pasti kami jual.”
Sebelumnya dari pihak pencari benda kuno situsn kota China, juga kabarnya mau membeli tanah warga di sini, tapi belakangan tak ada kabarnya lagi,” tuturnya.
Penemuan benda-benda kuno di kawasan Siombak Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan, dulunya disebut warga memang sering ditemukan. Bahkan sampai sekarang pecahan seperti mangkuk dan guci kuno terkadang masih kerap ditemukan mereka.
“Pecahan-pecahannya sering ditemukan, seperti mangkuk misalnya di sekitar pinggiran sungai kecil terkadang nelayan yang baru pulang menjala sering terinjak kaki,” kata dia.
Sejarah keberadaan Kota China memang diakui kebenarnya, terbukti dari adanya penemuan-penemuan benda antik dan arca kuno di sekitar daerah itu. Kendati situs Kota China telah diketahui sejak tahun 1970-an, namun jejak sejarahnya mulai terkuak sejak ditemukanya arca kuno, pada saat adanya penggalian tanah menggunakan alat berat untuk penimbunan pembangunan jalan tol Belmera (Belawan, Medan dan Tanjungmorawa) pada tahun 1986.
“Saat pengorekan itulah ditemukan patung kuno terbuat dari emas dan benda antik lainya. Saat itu, kabarnya benda-benda temuan tadi dibawa ke museum di Medan, dan tanah bekas korekan sekarang jadi Danau Siombak,” sebut, Sadiah warga setempat.
Sejak adanya penemuan benda antik, warga sekitar yang umumnya bermata pencarian sebagai nelayan dan pencari kupang mulai ikut melakukan perburuan barang kuno. Warga sekitar pun berprofesi ganda, bekerja sebagai nelayan sambil berburu harta karun. Pencarian benda antik itu tak sia-sia, mereka mulai menemukan tembaga kuno, guci dan mangkuk diperkirakan peninggalan pada abad ke 12.
“Bahkan dari hasil temuan itu ada yang dijual warga di sini ke turis  asing penampung barang antik, uang hasil penjualanya lumayan buat biaya tambahan di rumah,” katanya.
Sisa dari lubang galian untuk penimbunan jalan tol tersebut, menjadi seperti kawah. Kondisi air yang memenuhi lubang itu yang kemudian menjadi danau yang diberi nama Danau Siombak Indah, dan belakangan dijadikan salah satu objek wisata di Kota Medan. “Tanah yang dikorek itu dulunya memang dataran dan lahan pertanian, karena salah satu petani ada yang bernama, Wak Obak terakhir danau ini dinamakan Danau Siombak,” cetusnya.
Terkuburnya jejak sejarah Kota China, yang hingga kini belum habis tergali adalah kerajaan yang makmur dan terdapat pelabuhan laut (bandar) internasional yang dihuni para imigran asal Tiongkok. Pada umumnya, bangsa China datang dengan latar belakang keinginan untuk mencari peruntungan hidup lebih baik dari tempat asalnya, dengan melakukan bisnis perdagangan.
Di bandar tertua, diperkirakan pada masa Dinasti Sung, Kota China yang berada di sebelah utara Kota Medan ini, mengalami kejayaan. Kawasan daratan dan pantai dihuni imigran dari negeri Tiongkok, dengan pelabuhan rakyat serta jalur perdagangan tersibuk. Transaksi perdagangan seperti tembikar, guci, keramik, rempah-rempah dan termasuk patung (arca) berlanggam Chola atau India Selatan diperjual belikan.
Tidak hanya niaga, tapi dibandar tertua di Medan ini juga berlangsung beragam aktivitas budaya. Bukti dari sejarah pelabuhan ini diketahui, setelah adanya penemuan kayu rangka dari bangkai kapal.”Untuk penemuan kayu sisa dari rangka kapal ditemukan di sebelah utara, ditempat itu diyakini sebagai lokasi pelabuhan laut pada masa itu,” ujar, Pak Ade pekerja di Museum Situs Kota China.
Kemajuan perdagangan di bandar Kota China mendadak terhenti, setelah kota itu dilanda musibah alam. Kawasan pelabuhan laut yang berkembang pesat, terkubur menjadi daratan. Dari cerita legenda di masyarakat hilangnya Kota China dikarenakan menerima kutukan dan diserang oleh pasukan kepah. Sedangkan sebagian lain beranggapan, kota tempat imigran Tiongkok itu hilang setelah terkena bencana tsunami.
“Kemungkinan hilangnya Kota China setelah adanya musibah tsunami, sedangkan banyak ditemukanya kepah di sekitar tempat ini, disebabkan kepah-kepah terbawa gelombang laut. Itu menurut perkiraan saya,” sebut dia.
Sekitar 5 abad kemudian setelah bandar Kota Cina terjadi pendangkalan, pelabuhan baru lalu berdiri di kawasan Bandar Labuhan Deli atau saat ini berada di wilayah Kelurahan Pekanlabuhan, berjarak sekitar 3 kilometer dari lokasi situs Kota China. Sejarah bandar Labuhan Deli dibangun pada tahun 1814, setelah raja deli ketiga, Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Deli dari Delitua ke daerah Labuhan Deli.
Kemakmuran kawasan pelabuhan baru itu, rupanya mengundang pencari keberuntungan dari mancanegara termasuk bangsa dari daratan cina. Jejak kehadiran mereka terlihat pada deretan bangunan klenteng dan ruko tua di sepanjang Jalan KL Yos Sudarso Km 19,5 Medan Labuhan, yang lebih dikenal dengan sebutan pajak arak. Seiring semakin meningkatnya hasil produksi perkebunan di Tanah Deli, baik tembakau maupun karet serta kian padatnya jalur perdagangan, akhirnya keberadaan bandar Labuhan Deli tidak mampu menampung lagi secara keseluruhan aktivitas di pelabuhan. Kemudian dicari alternatif untuk bandara baru yang dapat menampung arus keluar masuk barang serta manusia, dan pada tahun 1918 lokasi baru yang dipilih adalah Belawan.(tamat)

 Penggalian Candi Terhenti karena Terkendala Biaya

Penggalian Candi Terhenti karena Terkendala Biaya

Minimnya biaya dan belum adanya bantuan dana dari pemerintah untuk pembebasan lahan yang telah dikuasai masyarakat setempat, sepertinya menjadi kendala dalam menelusuri jejak peradaban Kota China di Medan Marelan. Bahkan kabar yang berkembang di masyarakat, lahan tanah yang belum tersentuh pembangunan dan rumah-rumah warga yang diduga di dalamnya terkubur benda bernilai sejarah dari Situs Kota China, kini mulai dilirik pihak developer.
“Memang ada pihak perumahan (developer) sudah mulai menanyakan tanah-tanah warga di sini, ada yang bilang tanah di sini mau dibayari untuk dibangun perumahan, tapi sampai sekarang masih belum ada kepastian,” ungkap, Ibnu dan beberapa warga lainnya.
Meski warga mengetahui bahwa perkampungannya merupakan kawasan situs Kota China, namun mereka mengaku tidak dapat mempertahankan tanahnya, jika ada pihak yang berminat untuk membeli tanah yang telah diduduki masyarakat sejak berpuluh-puluh tahun lalu itu.
“Kalau memang harganya cocok, ya pasti kami jual.”
Sebelumnya dari pihak pencari benda kuno situsn kota China, juga kabarnya mau membeli tanah warga di sini, tapi belakangan tak ada kabarnya lagi,” tuturnya.
Penemuan benda-benda kuno di kawasan Siombak Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan, dulunya disebut warga memang sering ditemukan. Bahkan sampai sekarang pecahan seperti mangkuk dan guci kuno terkadang masih kerap ditemukan mereka.
“Pecahan-pecahannya sering ditemukan, seperti mangkuk misalnya di sekitar pinggiran sungai kecil terkadang nelayan yang baru pulang menjala sering terinjak kaki,” kata dia.
Sejarah keberadaan Kota China memang diakui kebenarnya, terbukti dari adanya penemuan-penemuan benda antik dan arca kuno di sekitar daerah itu. Kendati situs Kota China telah diketahui sejak tahun 1970-an, namun jejak sejarahnya mulai terkuak sejak ditemukanya arca kuno, pada saat adanya penggalian tanah menggunakan alat berat untuk penimbunan pembangunan jalan tol Belmera (Belawan, Medan dan Tanjungmorawa) pada tahun 1986.
“Saat pengorekan itulah ditemukan patung kuno terbuat dari emas dan benda antik lainya. Saat itu, kabarnya benda-benda temuan tadi dibawa ke museum di Medan, dan tanah bekas korekan sekarang jadi Danau Siombak,” sebut, Sadiah warga setempat.
Sejak adanya penemuan benda antik, warga sekitar yang umumnya bermata pencarian sebagai nelayan dan pencari kupang mulai ikut melakukan perburuan barang kuno. Warga sekitar pun berprofesi ganda, bekerja sebagai nelayan sambil berburu harta karun. Pencarian benda antik itu tak sia-sia, mereka mulai menemukan tembaga kuno, guci dan mangkuk diperkirakan peninggalan pada abad ke 12.
“Bahkan dari hasil temuan itu ada yang dijual warga di sini ke turis  asing penampung barang antik, uang hasil penjualanya lumayan buat biaya tambahan di rumah,” katanya.
Sisa dari lubang galian untuk penimbunan jalan tol tersebut, menjadi seperti kawah. Kondisi air yang memenuhi lubang itu yang kemudian menjadi danau yang diberi nama Danau Siombak Indah, dan belakangan dijadikan salah satu objek wisata di Kota Medan. “Tanah yang dikorek itu dulunya memang dataran dan lahan pertanian, karena salah satu petani ada yang bernama, Wak Obak terakhir danau ini dinamakan Danau Siombak,” cetusnya.
Terkuburnya jejak sejarah Kota China, yang hingga kini belum habis tergali adalah kerajaan yang makmur dan terdapat pelabuhan laut (bandar) internasional yang dihuni para imigran asal Tiongkok. Pada umumnya, bangsa China datang dengan latar belakang keinginan untuk mencari peruntungan hidup lebih baik dari tempat asalnya, dengan melakukan bisnis perdagangan.
Di bandar tertua, diperkirakan pada masa Dinasti Sung, Kota China yang berada di sebelah utara Kota Medan ini, mengalami kejayaan. Kawasan daratan dan pantai dihuni imigran dari negeri Tiongkok, dengan pelabuhan rakyat serta jalur perdagangan tersibuk. Transaksi perdagangan seperti tembikar, guci, keramik, rempah-rempah dan termasuk patung (arca) berlanggam Chola atau India Selatan diperjual belikan.
Tidak hanya niaga, tapi dibandar tertua di Medan ini juga berlangsung beragam aktivitas budaya. Bukti dari sejarah pelabuhan ini diketahui, setelah adanya penemuan kayu rangka dari bangkai kapal.”Untuk penemuan kayu sisa dari rangka kapal ditemukan di sebelah utara, ditempat itu diyakini sebagai lokasi pelabuhan laut pada masa itu,” ujar, Pak Ade pekerja di Museum Situs Kota China.
Kemajuan perdagangan di bandar Kota China mendadak terhenti, setelah kota itu dilanda musibah alam. Kawasan pelabuhan laut yang berkembang pesat, terkubur menjadi daratan. Dari cerita legenda di masyarakat hilangnya Kota China dikarenakan menerima kutukan dan diserang oleh pasukan kepah. Sedangkan sebagian lain beranggapan, kota tempat imigran Tiongkok itu hilang setelah terkena bencana tsunami.
“Kemungkinan hilangnya Kota China setelah adanya musibah tsunami, sedangkan banyak ditemukanya kepah di sekitar tempat ini, disebabkan kepah-kepah terbawa gelombang laut. Itu menurut perkiraan saya,” sebut dia.
Sekitar 5 abad kemudian setelah bandar Kota Cina terjadi pendangkalan, pelabuhan baru lalu berdiri di kawasan Bandar Labuhan Deli atau saat ini berada di wilayah Kelurahan Pekanlabuhan, berjarak sekitar 3 kilometer dari lokasi situs Kota China. Sejarah bandar Labuhan Deli dibangun pada tahun 1814, setelah raja deli ketiga, Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Deli dari Delitua ke daerah Labuhan Deli.
Kemakmuran kawasan pelabuhan baru itu, rupanya mengundang pencari keberuntungan dari mancanegara termasuk bangsa dari daratan cina. Jejak kehadiran mereka terlihat pada deretan bangunan klenteng dan ruko tua di sepanjang Jalan KL Yos Sudarso Km 19,5 Medan Labuhan, yang lebih dikenal dengan sebutan pajak arak. Seiring semakin meningkatnya hasil produksi perkebunan di Tanah Deli, baik tembakau maupun karet serta kian padatnya jalur perdagangan, akhirnya keberadaan bandar Labuhan Deli tidak mampu menampung lagi secara keseluruhan aktivitas di pelabuhan. Kemudian dicari alternatif untuk bandara baru yang dapat menampung arus keluar masuk barang serta manusia, dan pada tahun 1918 lokasi baru yang dipilih adalah Belawan.(tamat)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/