27.8 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Sumatera Utara Pasti Lebih Baik

Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Chairuman-Fadly punya alasan tersendiri kenapa mereka maju dalam Pilkada yang akan berlangsung tiga hari lagi, Kamis 7 Maret 2013.

SEMANGAT: Calon Gubsu Dr H Chairuman Harahap bersama Ketua Umum MKGR Priyo Budi Santoso saat silaturahmi  Medan.
SEMANGAT: Calon Gubsu Dr H Chairuman Harahap bersama Ketua Umum MKGR Priyo Budi Santoso saat silaturahmi di Medan.

Alasan utama pasangan cagub dan cawagub Sumut nomor urut 3 ini, ingin menjadikan konsep dan pembangunan di daerah ini lebih terarah dan konsepsional, sehingga hasilnya kelak benar-benar dirasakan masyarakat hingga ke pelosok desa.

Di era otonomi daerah dewasa ini, menurut Chairuman, kinerja pembangunan di provinsi berpenduduk sekitar 15 juta jiwa ini masih mengalami kesenjangan dan program pembangunan belum secara optimal saling terintegrasi antarsatu daerah dengan daerah lainnya.

Dalam infrastruktur jalan, misalnya, masih banyak ditemukan badan jalan dengan kondisi rusak dan belum mampu secara maksimal mendorong roda perekonomian masyarakat maupun sektor dunia usaha.

Sarana infrastruktur penopang aktivitas ekonomi masih dominan dibangun di kawasan perkotaan dan sekitarnya. Sementara, sebagian besar wilayah pedesaan yang sesungguhnya memiliki potensi ekonomi cukup besar justru belum didukung idukung dengan sarana infrastruktur yang baik dan berkualitas.

Realitas ketimpangan pembangunan tersebut akhirnya menjadikan banyak penduduk desa di Sumut sulit keluar dari belenggu kemiskinan dan akhirnya sebagian penduduknya melakukan urbanisasi demi merobah nasib. Urbanisasi yang tidak terkendali tersebut ternyata bukan merupakan solusi tepat, melainkan rentan menjadi beban dan menambah masalah sosial di perkotaan.

Mencermati persoalan kesenjangan pembangunan dan berbagai dampak negatifnya itu pula, Chairuman-Fadly menyatakan siap melakukan perubahan orientasi pembangunan melalui program membangun dari desa.

“Untuk mengatasi berbagai persoalan kesenjangan pembangunan di Sumut, program membangun dari desa adalah solusinya,” ucap Chairuman menjelang Salat Jumat di Masjid Agung Medan, Jumat (1/3).

Program membangun desa yang akan diusung Chairuman-Fadly, lanjutnya, meliputi sejumlah sektor pembangunan, antara lain sarana infrastruktur jalan, irigasi, listrik, berbagai fasilitas umum, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. “Tidak mungkin perbaikan kesejahteraan penduduk desa bisa ditingkatkan jika jalan menuju tempat tinggal dan lahan usaha mereka rusak parah,” ucap Chairuman.

Memberdayakan ekonomi masyarakat desa salah satu caranya adalah pemberian dana untuk pembangunan desa sehingga mereka bisa mengelola dan menentukan program prioritas yang perlu direalisasikan. Untuk menopang program membangun dari desa, pihaknya selama lima tahun akan menggelontorkan total dana sebesar Rp1 Miliar per desa.

Dalam upaya mengefektifkan penggunaan dana tersebut, di masing-masing desa akan dibentuk  satu badan atau lembaga yang bertanggung jawab untuk guna mengendalikan, memonitor dan mengevaluasi berbagai program pembangunan yang direncanakan. “Melalui program ini, kami yakin akan memberikan semangat kepada masyarakat di masing-masing desa untuk membangun wilayah mereka sesuai dengan kepentingan lokalnya,” ujar Chairuman yang juga anggota DPR RI.

Dengan dana tersebut, masyarakat desa bisa juga membangun  irigasi lokal, membangun jalan penghubung desa, membangun industri yang bisa dikembangkan guna meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian. Hakikat dari program pemberdayaan masyarakat desa itu adalah bagaimana masyarakat setempat kelak benar-benar bisa mandiri.

Diakuinya, untuk mengoptimalkan kinerja program membangun dari desa mutlak dibutuhkan sinkronisasi dengan program pemerintah kabupaten/kota. Ia menambahkan, Sumut secara geografis diapit oleh dua jalur pelayaran internasional tersibuk di dunia. “Kami tidak ingin lagi Sumut hanya menjadi penonton dari aktivitas perdagangan dan jasa di Selat Malaka dan Samudera Indonesia,” tegasnya.

Potensi ekonomi Selat Malaka dan Samudera Indonesia, menurut Chairuman, diyakini mampu memberi kontribusi sangat besar bagi upaya mewujudkan percepatan pembangunan dan perbaikan kesejahteraan penduduk di daerah ini.

Sedangkan calon Wagubsu Fadly Nurzal mengatakan, kalau desa tumbuh berkembang, dipastikan wilayah perkotaan secara ekonomi akan mandapatkan imbasnya secara positif. “Di kota tidak ada pertanian dan perikanan. Yang ada aktivitas bisnis dan jasa. Kalau desa tumbuh dengan baik, maka kota akan kena imbasnya,” ucap Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumut ini.

Kemiskinan

Fadly menyatakan optimistis bahwa program membangun dari desa merupakan jawaban untuk mengatasi kesenjangan pembangunan sekaligus mengurangi angka kemiskinan di daerah ini. Di Sumut, menurut dia, antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan tidak berimbang. Pertumbuhan  ekonomi Sumut tahun 2012 sebesar 6,8 persen, atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Sedangkan, angka kemiskinan mencapai 11,32 persen, atau sekitar 1,5 juta dari total penduduk di provinsi ini. “Seharusnya, pertumbuhan ekonomi harus berimbang dengan pemerataan. Jangan karena terdapat sekian banyak orang kaya, sekian banyak industri, lalu dihitung dan dirata-ratakan dengan jumlah penduduk,” paparnya.

Kata Fadly, dalam konsep ekonomi pembangunan ada “trickle down effect”, artinya harus ada letupan ekonomi. “Letupan itu ada di desa. Kota sudah terlalu sesak. Potensinya hanya industri dan jasa, tetapi kalau kota tidak bergerak karena desa tidak bergerak, maka yang terjadi kinerja pembangunan akan jomplang,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa Chairuman-Fadly jika kelak terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur Sumut, siap melakukan perubahan paradigma kekuasaan.     Kongretnya, jabatan yang diamanahkan rakyat kepada mereka bukan untuk menguasai rakyat, tetapi justru sebagai pelayan masyarakat. “Pemimpin itu sesungguhnya adalah pelayan masyarakat,” katanya.

Ketua Tim Pemenangan Chairuman-Fadly, Wagirin Arman, S.Sos menambahkan, ketimpangan pembangunan tersebut akhirnya menyebabkan sejumlah desa di provinsi ini menjadi kantong kemiskinan.

Padahal, katanya, wilayah pedesaan jika didukung konsep dan kebijakan pembangunan yang lebih terarah dipastikan akan mampu berpotensi memberi kontribusi sangat besar bagi perbaikan ekonomi masyarakat, termasuk dalam hal membuka lapangan kerja baru.

Menurut politisi Partai Golkar ini, banyak penduduk desa di Sumut terpaksa harus merantau ke kota karena desa mereka tidak mampu menjadi tumpuan dan harapan untuk memperbaiki kesejahteraan penduduk setempat. “Ketimpangan pembangunan dan masalah urbanisasi di Sumut memang harus segera dituntaskan,” kata Wagirin. Untuk menjawab persoalan pembangunan di Sumut sekarang ini, mutlak dibutuhkan sosok pemimpin yang visioner, tegas dan berkomitmen untuk siap menjadi pelayanan masyarkat. (dmp/adv)

Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Chairuman-Fadly punya alasan tersendiri kenapa mereka maju dalam Pilkada yang akan berlangsung tiga hari lagi, Kamis 7 Maret 2013.

SEMANGAT: Calon Gubsu Dr H Chairuman Harahap bersama Ketua Umum MKGR Priyo Budi Santoso saat silaturahmi  Medan.
SEMANGAT: Calon Gubsu Dr H Chairuman Harahap bersama Ketua Umum MKGR Priyo Budi Santoso saat silaturahmi di Medan.

Alasan utama pasangan cagub dan cawagub Sumut nomor urut 3 ini, ingin menjadikan konsep dan pembangunan di daerah ini lebih terarah dan konsepsional, sehingga hasilnya kelak benar-benar dirasakan masyarakat hingga ke pelosok desa.

Di era otonomi daerah dewasa ini, menurut Chairuman, kinerja pembangunan di provinsi berpenduduk sekitar 15 juta jiwa ini masih mengalami kesenjangan dan program pembangunan belum secara optimal saling terintegrasi antarsatu daerah dengan daerah lainnya.

Dalam infrastruktur jalan, misalnya, masih banyak ditemukan badan jalan dengan kondisi rusak dan belum mampu secara maksimal mendorong roda perekonomian masyarakat maupun sektor dunia usaha.

Sarana infrastruktur penopang aktivitas ekonomi masih dominan dibangun di kawasan perkotaan dan sekitarnya. Sementara, sebagian besar wilayah pedesaan yang sesungguhnya memiliki potensi ekonomi cukup besar justru belum didukung idukung dengan sarana infrastruktur yang baik dan berkualitas.

Realitas ketimpangan pembangunan tersebut akhirnya menjadikan banyak penduduk desa di Sumut sulit keluar dari belenggu kemiskinan dan akhirnya sebagian penduduknya melakukan urbanisasi demi merobah nasib. Urbanisasi yang tidak terkendali tersebut ternyata bukan merupakan solusi tepat, melainkan rentan menjadi beban dan menambah masalah sosial di perkotaan.

Mencermati persoalan kesenjangan pembangunan dan berbagai dampak negatifnya itu pula, Chairuman-Fadly menyatakan siap melakukan perubahan orientasi pembangunan melalui program membangun dari desa.

“Untuk mengatasi berbagai persoalan kesenjangan pembangunan di Sumut, program membangun dari desa adalah solusinya,” ucap Chairuman menjelang Salat Jumat di Masjid Agung Medan, Jumat (1/3).

Program membangun desa yang akan diusung Chairuman-Fadly, lanjutnya, meliputi sejumlah sektor pembangunan, antara lain sarana infrastruktur jalan, irigasi, listrik, berbagai fasilitas umum, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. “Tidak mungkin perbaikan kesejahteraan penduduk desa bisa ditingkatkan jika jalan menuju tempat tinggal dan lahan usaha mereka rusak parah,” ucap Chairuman.

Memberdayakan ekonomi masyarakat desa salah satu caranya adalah pemberian dana untuk pembangunan desa sehingga mereka bisa mengelola dan menentukan program prioritas yang perlu direalisasikan. Untuk menopang program membangun dari desa, pihaknya selama lima tahun akan menggelontorkan total dana sebesar Rp1 Miliar per desa.

Dalam upaya mengefektifkan penggunaan dana tersebut, di masing-masing desa akan dibentuk  satu badan atau lembaga yang bertanggung jawab untuk guna mengendalikan, memonitor dan mengevaluasi berbagai program pembangunan yang direncanakan. “Melalui program ini, kami yakin akan memberikan semangat kepada masyarakat di masing-masing desa untuk membangun wilayah mereka sesuai dengan kepentingan lokalnya,” ujar Chairuman yang juga anggota DPR RI.

Dengan dana tersebut, masyarakat desa bisa juga membangun  irigasi lokal, membangun jalan penghubung desa, membangun industri yang bisa dikembangkan guna meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian. Hakikat dari program pemberdayaan masyarakat desa itu adalah bagaimana masyarakat setempat kelak benar-benar bisa mandiri.

Diakuinya, untuk mengoptimalkan kinerja program membangun dari desa mutlak dibutuhkan sinkronisasi dengan program pemerintah kabupaten/kota. Ia menambahkan, Sumut secara geografis diapit oleh dua jalur pelayaran internasional tersibuk di dunia. “Kami tidak ingin lagi Sumut hanya menjadi penonton dari aktivitas perdagangan dan jasa di Selat Malaka dan Samudera Indonesia,” tegasnya.

Potensi ekonomi Selat Malaka dan Samudera Indonesia, menurut Chairuman, diyakini mampu memberi kontribusi sangat besar bagi upaya mewujudkan percepatan pembangunan dan perbaikan kesejahteraan penduduk di daerah ini.

Sedangkan calon Wagubsu Fadly Nurzal mengatakan, kalau desa tumbuh berkembang, dipastikan wilayah perkotaan secara ekonomi akan mandapatkan imbasnya secara positif. “Di kota tidak ada pertanian dan perikanan. Yang ada aktivitas bisnis dan jasa. Kalau desa tumbuh dengan baik, maka kota akan kena imbasnya,” ucap Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumut ini.

Kemiskinan

Fadly menyatakan optimistis bahwa program membangun dari desa merupakan jawaban untuk mengatasi kesenjangan pembangunan sekaligus mengurangi angka kemiskinan di daerah ini. Di Sumut, menurut dia, antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan tidak berimbang. Pertumbuhan  ekonomi Sumut tahun 2012 sebesar 6,8 persen, atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Sedangkan, angka kemiskinan mencapai 11,32 persen, atau sekitar 1,5 juta dari total penduduk di provinsi ini. “Seharusnya, pertumbuhan ekonomi harus berimbang dengan pemerataan. Jangan karena terdapat sekian banyak orang kaya, sekian banyak industri, lalu dihitung dan dirata-ratakan dengan jumlah penduduk,” paparnya.

Kata Fadly, dalam konsep ekonomi pembangunan ada “trickle down effect”, artinya harus ada letupan ekonomi. “Letupan itu ada di desa. Kota sudah terlalu sesak. Potensinya hanya industri dan jasa, tetapi kalau kota tidak bergerak karena desa tidak bergerak, maka yang terjadi kinerja pembangunan akan jomplang,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa Chairuman-Fadly jika kelak terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur Sumut, siap melakukan perubahan paradigma kekuasaan.     Kongretnya, jabatan yang diamanahkan rakyat kepada mereka bukan untuk menguasai rakyat, tetapi justru sebagai pelayan masyarakat. “Pemimpin itu sesungguhnya adalah pelayan masyarakat,” katanya.

Ketua Tim Pemenangan Chairuman-Fadly, Wagirin Arman, S.Sos menambahkan, ketimpangan pembangunan tersebut akhirnya menyebabkan sejumlah desa di provinsi ini menjadi kantong kemiskinan.

Padahal, katanya, wilayah pedesaan jika didukung konsep dan kebijakan pembangunan yang lebih terarah dipastikan akan mampu berpotensi memberi kontribusi sangat besar bagi perbaikan ekonomi masyarakat, termasuk dalam hal membuka lapangan kerja baru.

Menurut politisi Partai Golkar ini, banyak penduduk desa di Sumut terpaksa harus merantau ke kota karena desa mereka tidak mampu menjadi tumpuan dan harapan untuk memperbaiki kesejahteraan penduduk setempat. “Ketimpangan pembangunan dan masalah urbanisasi di Sumut memang harus segera dituntaskan,” kata Wagirin. Untuk menjawab persoalan pembangunan di Sumut sekarang ini, mutlak dibutuhkan sosok pemimpin yang visioner, tegas dan berkomitmen untuk siap menjadi pelayanan masyarkat. (dmp/adv)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/