25.2 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Bermula dari Mencari Madu

Mencatutkan nama sebagai salah satu pemenang di ajang tingkat nasional bukanlah hal yang mudah. Namun dengan kegigihan dan keuletannya, Suwarman berhasil meraih juara III tingkat nasional dalam ajang lomba kader konservasi alam (KKA) tahun 1997.

PIALA: Suwarman memegang Piala KKA  piagam  penghargaan peringkat pertama lomba konservasi alam tingkat Provinsi.
PIALA: Suwarman memegang Piala KKA dan piagam penghargaan peringkat pertama lomba konservasi alam tingkat
Provinsi.

BERBAGAI hambatan dijalaninya hingga akhirnya sampai pada sebuah penghargaan yang mengharumkan namanya dan daerah yang diwakilinya Kabupaten Langkat di pentas nesional. Seperti apa perjalanan Suwarman sebelum meraih Piala KKA, berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos M Affandi dengan Suwarman, Kamis (23/5) di tempat tinggalnya di Dudun I Simpang Tran, Desa Karang Gading, Kecamatan Secanggang, Langkat.

Kapan bapak memperoleh piala ini? Tahun 1997 setelah mengikuti perlombaan di tingkat provinsi. Di tingkat provinsi saya berhasil menjadi juara I dan dipercaya Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut untuk ikut ke tingkat nasional. Perlombaannya waktu itu diadakan di Balikpapan, dan pialanya diserahkan langsung oleh Presiden RI saat itu Pak Seoharto.

Apa yang dirasakan begitu nama Bapak terpilih menjadi juara III? Wah senang sekali. Tidak menyangka bakal menjadi juara. Soalnya kompetitor dalam perlombaan itu semuanya bagus-bagus dan pendidikannya pun semua sarjana. Saat itu saya sudah pasrah, tapi Alhamdulillah saya terpilih menjadi juara III.

Apa yang Bapak tawarkan dalam perlombaan itu? O iya, dalam perlombaan itu kita disuruh memaparkan segala bentuk kegiatan tentang penghijauan dan tata cara melaksanakan penghijauan itu di hadapan dewan juri.

Waktu itu, saya mempresentasikan penghijauan hutan bakau di kawasan Langkat Timur Laut dan Karang Gading yang rusak parah akibat perambahan kayu bakau secara besar-besaran. Jadi, dengan detil saya memaparkan program penghijauan di kawasan itu hingga menjadi suatu produk ilmu yang dapat dipergunakan di bidang pertanian dan kehutanan.

Kebetulan, pengalaman sebagai petugas penyuluh lapangan (PPL) di Dinas Pertanian dan Kehutanan Langkat, membiasakan saya berbicara di depan umum hingga berhasil menarik perhatian dewan juri dan menjadi salah satu pemenang.

Bagaimana awal Bapak bisa terjun dalam penghijauan ini? Awalnya saya mencari madu lebah dan kepiting di kawasan hutan di pesisir Langkat. Namun lama kelamaan, penghasilan saya semakin sedikit karena habisnya kayu hutan bakau. Dari sinilah saya memulai merintis menanam kembali hutan bakau dan mengingatkan kepada masyarakat pesisir akan pentingnya kawasan hutan (bakau,red) demi kelangsungan hidup nelayan.

Seberapa parah kerusakan hutan saat itu? Cukup parah. Mulai dari Secanggang sampai Pangkalan Susu (Kawasan Langkat Timur Laut), hampir seluruhnya gundul akibat penebangan liar. Di masa itu, masih marak-maraknya pembuatan arang, sehingga masyarakat nelayan cendrung beralih menjual kayu bakau kepada pengusaha arang. Alhasil, para nelayan sendiri enggan diajak melestarikan hutan bakau hingga kerab menjadi hambatan bagi saya untuk menjalankan misi penghijauan ini.

Hambatan lainnya? Tentu kita tahu sendiri di masa orde baru. TNI itu sangat memegang kendalai atas seluruh teritorial di Tanah Air, termasuk di kawasan hutan bakau Langkat Timur Laut. Tak jarang saya selalu berhadapan dengan oknum-oknum TNI ini saat melakukan tugas.

Tapi karena tujuan saya untuk kebaikan, saya tetap tegar dan melanjutkan penghijauan di kawasan-kawasan yang bisa saya kerjakan.

Bagaimana cara Bapak melakukan penghijauan ini? Pertama saya meyakinkan dulu para nelayan yang saya kenal di kawasan hutan bakau untuk membantu saya mencari bibit bakau.

Suatu hari saya ingin mencari bibit bakau ke Pangkalan Susu, menyewa perahu nelayan sebesar Rp75 ribu. Lantas saya mengajak beberapa nelayan untuk ikut bersama saya mencari bibit bakau tersebut.

Nah, selama diperjalanan, saya pun mulai menunjukkan kerusakan hutan bakau disepanjang kawasan dan memberikan masukan kepada mereka tentang dampak kerusakan hutan bakau tersebut.

Dari sinilah para nelayan itu mulai yakin dengan kegiatan saya dan merasa prihatin dengan krusakan hutan bakau di sepanjang kawasan.

Sebab, dengan rusaknya kawasan hutan, otomatis bakal mempengaruhi penghasilan atau tangkapan ikan nelayan. Satu per satu para nelayan mulai yakin dan ikut serta dalam penghijauan ini.

Mengapa mencari bibit bakau sampai Pangkalan Susu, kan di sekitar sini banyak? Kalau dilihat sekarang memang iya. Tapi waktu itu di pesisir Secanggang ini, jangankan batang bakau, tunggulnya pun tak ada.

Makanya saya sampai menyewa perahu nelayan mencari buah bakau untuk dibibitkan sampai ke Pangkalan Susu.

Apa tidak ada bantuan pemerintah setempat saat itu? kalau dulu, sebelum reformasi tidak ada program penghijauan seperti sekarang. Semua dana yang dikeluarkan untuk penghijauan ini pakai biaya swadaya.

Jadi di masa itu bukan perkara mudah meyakinkan masyarakat, pemerintah ataupun pengusaha untuk memuluskan program penghijauan ini.

Di sinilah kelamahan saya saat mengikuti perlombaan itu, tidak adanya keikutsertaan pengusaha dan pemerintah dalam menyokong penghijauan tersebut. Sementara finalis lain mendapat suntikan dana dari pengusaha untuk memuluskan program penghijauan mereka.

Bagaimana sikap keluarga tentang hobi yang Bapak geluti ini? Saya sangat bersyukur tidak ada komplein dari keluarga. Semua anggota keluarga baik istri dan anak-anak saya semuanya mendukung hingga hobi melestarikan ala mini dapat saya geluti sampai sekarang.

Jadi harapan Bapak ke depan? Saat ini sudah banyak kelompok-kelompok konservasi yang memiliki semangat tinggi menyelamatkan kawasan hutan bakau. Jadi, saya hanya berharap, regenerasi berikutnya tetap menjalankan misi penghijauan ini sebaik mungkin demi keberlangsungan hajat hidup orang banyak khususnya masyarakat di kawasan pesisir. (*)

[table caption=”DAFTAR RIWAYAT HIDUP” delimiter=”:”]

Nama : Suwarman
Kelahiran : “P Sidempuan, 25 Juni 1957”
Alamat : “Dusun I Simpang Tran, Desa Karang gading Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat”
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Istri : Sayem
Anak : Sari Wardianti
:Sugestiono
:Supriadi
:Sumiati
:Siti Zulaiha

[/table]

[table caption=”PENGALAMAN ORGANISASI”]

Pendiri Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Sumut
Kader BBKSDA
Anggota Kelompok Penghijau Tanah Gersang (KPTG)

[/table]

Mencatutkan nama sebagai salah satu pemenang di ajang tingkat nasional bukanlah hal yang mudah. Namun dengan kegigihan dan keuletannya, Suwarman berhasil meraih juara III tingkat nasional dalam ajang lomba kader konservasi alam (KKA) tahun 1997.

PIALA: Suwarman memegang Piala KKA  piagam  penghargaan peringkat pertama lomba konservasi alam tingkat Provinsi.
PIALA: Suwarman memegang Piala KKA dan piagam penghargaan peringkat pertama lomba konservasi alam tingkat
Provinsi.

BERBAGAI hambatan dijalaninya hingga akhirnya sampai pada sebuah penghargaan yang mengharumkan namanya dan daerah yang diwakilinya Kabupaten Langkat di pentas nesional. Seperti apa perjalanan Suwarman sebelum meraih Piala KKA, berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos M Affandi dengan Suwarman, Kamis (23/5) di tempat tinggalnya di Dudun I Simpang Tran, Desa Karang Gading, Kecamatan Secanggang, Langkat.

Kapan bapak memperoleh piala ini? Tahun 1997 setelah mengikuti perlombaan di tingkat provinsi. Di tingkat provinsi saya berhasil menjadi juara I dan dipercaya Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut untuk ikut ke tingkat nasional. Perlombaannya waktu itu diadakan di Balikpapan, dan pialanya diserahkan langsung oleh Presiden RI saat itu Pak Seoharto.

Apa yang dirasakan begitu nama Bapak terpilih menjadi juara III? Wah senang sekali. Tidak menyangka bakal menjadi juara. Soalnya kompetitor dalam perlombaan itu semuanya bagus-bagus dan pendidikannya pun semua sarjana. Saat itu saya sudah pasrah, tapi Alhamdulillah saya terpilih menjadi juara III.

Apa yang Bapak tawarkan dalam perlombaan itu? O iya, dalam perlombaan itu kita disuruh memaparkan segala bentuk kegiatan tentang penghijauan dan tata cara melaksanakan penghijauan itu di hadapan dewan juri.

Waktu itu, saya mempresentasikan penghijauan hutan bakau di kawasan Langkat Timur Laut dan Karang Gading yang rusak parah akibat perambahan kayu bakau secara besar-besaran. Jadi, dengan detil saya memaparkan program penghijauan di kawasan itu hingga menjadi suatu produk ilmu yang dapat dipergunakan di bidang pertanian dan kehutanan.

Kebetulan, pengalaman sebagai petugas penyuluh lapangan (PPL) di Dinas Pertanian dan Kehutanan Langkat, membiasakan saya berbicara di depan umum hingga berhasil menarik perhatian dewan juri dan menjadi salah satu pemenang.

Bagaimana awal Bapak bisa terjun dalam penghijauan ini? Awalnya saya mencari madu lebah dan kepiting di kawasan hutan di pesisir Langkat. Namun lama kelamaan, penghasilan saya semakin sedikit karena habisnya kayu hutan bakau. Dari sinilah saya memulai merintis menanam kembali hutan bakau dan mengingatkan kepada masyarakat pesisir akan pentingnya kawasan hutan (bakau,red) demi kelangsungan hidup nelayan.

Seberapa parah kerusakan hutan saat itu? Cukup parah. Mulai dari Secanggang sampai Pangkalan Susu (Kawasan Langkat Timur Laut), hampir seluruhnya gundul akibat penebangan liar. Di masa itu, masih marak-maraknya pembuatan arang, sehingga masyarakat nelayan cendrung beralih menjual kayu bakau kepada pengusaha arang. Alhasil, para nelayan sendiri enggan diajak melestarikan hutan bakau hingga kerab menjadi hambatan bagi saya untuk menjalankan misi penghijauan ini.

Hambatan lainnya? Tentu kita tahu sendiri di masa orde baru. TNI itu sangat memegang kendalai atas seluruh teritorial di Tanah Air, termasuk di kawasan hutan bakau Langkat Timur Laut. Tak jarang saya selalu berhadapan dengan oknum-oknum TNI ini saat melakukan tugas.

Tapi karena tujuan saya untuk kebaikan, saya tetap tegar dan melanjutkan penghijauan di kawasan-kawasan yang bisa saya kerjakan.

Bagaimana cara Bapak melakukan penghijauan ini? Pertama saya meyakinkan dulu para nelayan yang saya kenal di kawasan hutan bakau untuk membantu saya mencari bibit bakau.

Suatu hari saya ingin mencari bibit bakau ke Pangkalan Susu, menyewa perahu nelayan sebesar Rp75 ribu. Lantas saya mengajak beberapa nelayan untuk ikut bersama saya mencari bibit bakau tersebut.

Nah, selama diperjalanan, saya pun mulai menunjukkan kerusakan hutan bakau disepanjang kawasan dan memberikan masukan kepada mereka tentang dampak kerusakan hutan bakau tersebut.

Dari sinilah para nelayan itu mulai yakin dengan kegiatan saya dan merasa prihatin dengan krusakan hutan bakau di sepanjang kawasan.

Sebab, dengan rusaknya kawasan hutan, otomatis bakal mempengaruhi penghasilan atau tangkapan ikan nelayan. Satu per satu para nelayan mulai yakin dan ikut serta dalam penghijauan ini.

Mengapa mencari bibit bakau sampai Pangkalan Susu, kan di sekitar sini banyak? Kalau dilihat sekarang memang iya. Tapi waktu itu di pesisir Secanggang ini, jangankan batang bakau, tunggulnya pun tak ada.

Makanya saya sampai menyewa perahu nelayan mencari buah bakau untuk dibibitkan sampai ke Pangkalan Susu.

Apa tidak ada bantuan pemerintah setempat saat itu? kalau dulu, sebelum reformasi tidak ada program penghijauan seperti sekarang. Semua dana yang dikeluarkan untuk penghijauan ini pakai biaya swadaya.

Jadi di masa itu bukan perkara mudah meyakinkan masyarakat, pemerintah ataupun pengusaha untuk memuluskan program penghijauan ini.

Di sinilah kelamahan saya saat mengikuti perlombaan itu, tidak adanya keikutsertaan pengusaha dan pemerintah dalam menyokong penghijauan tersebut. Sementara finalis lain mendapat suntikan dana dari pengusaha untuk memuluskan program penghijauan mereka.

Bagaimana sikap keluarga tentang hobi yang Bapak geluti ini? Saya sangat bersyukur tidak ada komplein dari keluarga. Semua anggota keluarga baik istri dan anak-anak saya semuanya mendukung hingga hobi melestarikan ala mini dapat saya geluti sampai sekarang.

Jadi harapan Bapak ke depan? Saat ini sudah banyak kelompok-kelompok konservasi yang memiliki semangat tinggi menyelamatkan kawasan hutan bakau. Jadi, saya hanya berharap, regenerasi berikutnya tetap menjalankan misi penghijauan ini sebaik mungkin demi keberlangsungan hajat hidup orang banyak khususnya masyarakat di kawasan pesisir. (*)

[table caption=”DAFTAR RIWAYAT HIDUP” delimiter=”:”]

Nama : Suwarman
Kelahiran : “P Sidempuan, 25 Juni 1957”
Alamat : “Dusun I Simpang Tran, Desa Karang gading Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat”
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Istri : Sayem
Anak : Sari Wardianti
:Sugestiono
:Supriadi
:Sumiati
:Siti Zulaiha

[/table]

[table caption=”PENGALAMAN ORGANISASI”]

Pendiri Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Sumut
Kader BBKSDA
Anggota Kelompok Penghijau Tanah Gersang (KPTG)

[/table]

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/