Saya belum pernah baca publikasi tentang itu. Mungkin saja. Salah satunya. Tapi, rasanya, jalan tol-lah pemegang peran pertama dan utama. Lalu ada pelabuhan. Pelabuhan Tianjin luar biasa besarnya. Bisa melayani kapal terbesar sepanjang waktu. Lautnya tidak pernah beku. Di musim es sekali pun. Beijing tidak punya pelabuhan. Tianjinlah pintu Beijing.
Lalu ada jalan tol ke arah Shanghai (Selatan). Jalan tol lagi ke arah Senyang (utara). Jalan tol lagi ke arah Jinan (barat laut). Dan banyak lagi. Ke segala arah.
Kereta cepat memegang peran yang kesekian.
Tapi orang Tianjin suka berseloroh begini: Tianjin maju bukan karena semua itu. Tianjin maju sejak Wen Jiaobao menjadi perdana menteri. Maksudnya: sejak itulah banyak kebijakan pusat yang pro Tianjin. Mungkin itu seloroh orang iri. Wen memang putra daerah Tianjin. Alumni Nankai University, “Unpad”-nya Tiongkok. Kebetulan sejak saat itu saya melihat Tianjin berubah total. Modern, bersih, kinclong.
Apakah Bandung mirip Tianjin dan Jakarta mirip Beijing? Silakan berpendapat sendiri-sendiri. Hanya saja, bagi yang berpendapat proyek Jakarta-Bandung itu tidak layak, janganlah mempersoalkan teknologi dan pengalaman.
Tiongkok memang relatif muda di teknologi ini. Tapi yang muda belum tentu kalah.
Harus diakui: kereta tercepat di dunia saat ini ada di Tiongkok. Kereta cepat terpanjang di dunia saat ini di Tiongkok. Produksi kereta cepat terbanyak saat ini: Tiongkok.
Tiongkok sudah membayar sangat mahal sebelum mencapai tahap ini. Yakni ketika memilih membangun kereta maglev. Teknologi Jerman. Kecepatan 415 km/jam. Rodanya tidak menempel di rel. Itulah kereta tercepat di dunia. Di Shanghai. Untuk melayani penumpang yang menuju bandara.
Proyek itu berhenti di situ. Di Shanghai. Tidak jadi dikembangkan. Tiongkok lantas menoleh ke Kanada. Ke Bombardier. Yang juga pemilik teknologi pesawat terbang Bombardier. Maka kereta cepat Tiongkok ini pada dasarnya adalah teknologi Kanada.
Itulah yang akhirnya dikembangkan. Seperti halilintar. Menyambar segala jurusan. Kini sudah ada kereta cepat Beijing-Goangzhou. Delapan jam. Jaraknya hampir sama dengan dari Jakarta ke Bangkok. Ada jalur Shanghai-Kunming. Ada lagi Beijing-Shanghai. Atau Shanghai-Shenzhen.
Ke mana pun di Tiongkok kini ada kereta cepat: 300 km/jam. Bahkan awal-awalnya dulu Beijing-Tianjin atau Shanghai-Hangzhou dijalankan 319 km/jam. Saya suka memotret display digital di gerbongnya. Saat perjalanan menunjukkan angka 319.
Bagi yang tidak setuju proyek Jakarta-Bandung baiknya cari alasan lain. Misalnya, apakah itu prioritas kita saat ini. Misalnya lagi, apakah angka Rp 77 triliun itu tidak lebih baik untuk yang lain. Mungkin bisa untuk proyek lain yang lebih prioritas. Misalnya membuat KA Jakarta-Surabaya berkecepatan 200 km/jam. Jakarta-Surabaya 4 jam. Daripada hanya 70 km/jam saat ini.
Atau ditambah sedikit bisa untuk membangun jembatan Selat Sunda. Atau untuk membangun jalan tol seluruh Sumatera. Atau membangun tol atas laut Jakarta-Surabaya. Atau. Atau. Atau. Atau tetap untuk Jakarta-Bandung. (*)