31.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Pemda Diminta Proaktif Pembebasan Lahan di Kawasan Danau Toba

Status Super Prioritas Danau Toba Terancam Dicabut

TENDA: Wisatawan mengikuti kegiatan festival 1000 tenda di pinggiran Danau Toba, beberapa waktu lalu.
TENDA: Wisatawan mengikuti kegiatan festival 1000 tenda di pinggiran Danau Toba, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemprov Sumut mendorong daerah se-kawasan Danau Toba untuk mempercepat pembangunan destinasi pariwisata super prioritas Danau Toba. Persoalan pembebasan lahan, misalnya, menjadi syarat utama yang mesti clear sebelum pembangunan fisik dimulai.

Seperti diketahui, pengembangan infrastruktur destinasi pariwisata super prioritas Danau Toba mencakup kegiatan perbaikan dermaga, pembangunan sejumlah pelabuhan, dan perluasan Bandar Udara Sibisa yang kesemuanya berada di bawah Kementerian Perhubungan. Kepala Dinas Perhubungan Sumut melalui Kepala Bidang Perkeretaapian dan Pengembangann

Agustinus Panjaitan mengatakan, aspek pembebasan lahan menjadi domain pemerintah daerah.

“Apalagi untuk pengembangan (pembangunan), yang pertama sekali harus disiapkan dulu lahannya. Biasanya soal itu daerah yang tanggungjawab. Kalau dia gak sanggup, berarti betul mandeklah dan wajar tidak bisa dikerjakan,” katanya menjawab Sumut Pos, Selasa (4/2).

Pihaknya tahu persis aturan main pemerintah pusat terkhusus Kementerian Perhubungan. Bahwa tidak akan mau mengucurkan anggaran dan membangun jika lahan tidak clear and clean. “Pokoknya lahan ready, diserahkan dulu, baru bangun. Begitu dia teknis pelaksanaannya. Pada prinsipnya kita mendorong pemda agar proaktif dalam hal ini,” katanya.

Terungkap di rapat dengar pendapat Komisi B DPRDSU bersama Disbudpar Sumut, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, perwakilan pemkab se kawasan Danau Toba, dan pelaku pariwisata Sumut, Senin (3/2), adapun yang mandek serapan pekerjaan untuk destinasi super prioritas Danau Toba seperti Pelabuhan Sigapiton (Toba Samosir) dan pengembangan Bandara Sibisa.

“Padahal untuk kegiatan itu yang minta pemda setempat. Ya, artinya memang ada kendala yang sebenarnya harapan pemda bisa jalan. Tapi memang pusat minta dukungan daerah dari sisi itu (pembebasan lahan). Khusus infrastruktur perhubungan, tanpa ada lahan tidak akan pernah dibangun,” katanya.

Pihaknya menyebut pemda mesti ada political will yang kuat menyambut rencana pembangunan Danau Toba. Salah satunya mesti menyiapkan lahan sebelum pekerjaan fisik dimulai. “Jika pemda sudah bisa melakukannya, maka itu adalah komitmen yang kuat dari mereka agar wilayahnya dibangun,” katanya.

Begitupun, secara detil pihaknya tidak mengetahui progres terkini soal pembangunan destinasi pariwisata super prioritas Danau Toba. “Kalau pemprov secara khusus tidak mengetahui pelaksanaan kegiatan tersebut. Karena semua anggarannya APBN. Dan kami juga tidak tahu progresnya kenapa tidak terserap. Kalau poinnya soal pembebasan lahan, ya sudah pasti mandeklah,” pungkasnya.

Hal senada diutarakan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Sumut, Armansyah Effendy Pohan. Sejauh ini pihaknya sama sekali belum mengetahui progres dari program dimaksud, terlebih unit pekerjaan yang berada dibawah Kementerian PUPR. “Belum ada,” ucapnya singkat.

Bappeda Sumut juga demikian. Menurut Kabid Fisik Anda Subrata, proyek strategis nasional yang berada di kawasan Danau Toba mayoritas adalah proyek pemerintah pusat, di mana langsung bersentuhan dengan pemda setempat dalam hal pembebasan lahan.

Diberitakan sebelumnya, status Danau Toba sebagai destinasi pariwisata super prioritas terancam dicabut. Dana sebesar Rp4 triliun yang pernah dijanjikan Presiden Joko Widodo untuk pengembangan kawasan pariwisata di Danau Toba, terancam ditarik kembali oleh pemerintah pusat untuk dialihkan ke wilayah lain. Pasalnya, penyerapan anggaran untuk pengembangan pariwisata di danau terbesar di Asia Tenggara itu tidak maksimal.

Padahal menurut Direktur Pemasaran BPODT, Basar Simanjuntak, dana Rp4 triliun tersebut sudah on place (di APBN) dan siap dikucurkan. Direncanakan dana itu digunakan untuk persiapan berbagai fasilitas pariwisata di tujuh kabupaten di kawasan Danau Toba. “Anggaran untuk pengembangan super prioritas wisata Danau Toba Rp4 triliun. Duit itu harus dihabiskan dengan benar. Namun yang terjadi saat ini, justru baru terserap Rp1 triliun,” ungkapnya.

Karenanya, dia khawatir status Danau Toba sebagai salah satu destinasi pariwisata super prioritas yang dicanangkan pemerintah pusat pada 2019 lalu bersamaan dengan destinasi lain seperti Labuhan Bajo, Borobudur, dan lainnya, kemungkinan bakal berakhir lebih cepat. “Status super prioritas itu mungkin berakhir dua tahun lagi sejak sekarang. Tapi prediksi saya, status super prioritas ini bisa saja berakhir tahun depan (2021),” ujarnya.

Tidak maksimalnya penyerapan dana Rp4 triliun itu, lanjut Basar, disebabkan sejumlah hambatan dari masyarakat, terutama soal pembebasan lahan yang rumit dan berlarut-larut. Saat ini, bebernya, ada salah satu marga yang melakukan gugatan hukum terkait status tanah yang hendak dibangun Kementerian PUPR). Selain soal pembebasan lahan, Basar menyebutkan, penolakan masyarakat juga menjadi kendala utama pengembangan pariwisata Danau Toba. “Saat ini sudah sepuluh kali sidang. Saya pikir (jalur hukum) ini jauh lebih bagus, jadi ada kepastian,” ujarnya.

Informasi tersebut diperolehnya setelah minggu lalu bertemu dengan pihak Kementerian PUPR. Persisnya dengan Direktorat Jenderal Cipta Karya. “Disebutkan, kemungkinan hanya Rp1 triliun dana tersebut yang terpakai untuk pengembangan kawasan Danau Toba. Sedangkan Rp3 triliun lagi kemungkinan dialihkan ke daerah lain,” katanya. (prn)

Status Super Prioritas Danau Toba Terancam Dicabut

TENDA: Wisatawan mengikuti kegiatan festival 1000 tenda di pinggiran Danau Toba, beberapa waktu lalu.
TENDA: Wisatawan mengikuti kegiatan festival 1000 tenda di pinggiran Danau Toba, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemprov Sumut mendorong daerah se-kawasan Danau Toba untuk mempercepat pembangunan destinasi pariwisata super prioritas Danau Toba. Persoalan pembebasan lahan, misalnya, menjadi syarat utama yang mesti clear sebelum pembangunan fisik dimulai.

Seperti diketahui, pengembangan infrastruktur destinasi pariwisata super prioritas Danau Toba mencakup kegiatan perbaikan dermaga, pembangunan sejumlah pelabuhan, dan perluasan Bandar Udara Sibisa yang kesemuanya berada di bawah Kementerian Perhubungan. Kepala Dinas Perhubungan Sumut melalui Kepala Bidang Perkeretaapian dan Pengembangann

Agustinus Panjaitan mengatakan, aspek pembebasan lahan menjadi domain pemerintah daerah.

“Apalagi untuk pengembangan (pembangunan), yang pertama sekali harus disiapkan dulu lahannya. Biasanya soal itu daerah yang tanggungjawab. Kalau dia gak sanggup, berarti betul mandeklah dan wajar tidak bisa dikerjakan,” katanya menjawab Sumut Pos, Selasa (4/2).

Pihaknya tahu persis aturan main pemerintah pusat terkhusus Kementerian Perhubungan. Bahwa tidak akan mau mengucurkan anggaran dan membangun jika lahan tidak clear and clean. “Pokoknya lahan ready, diserahkan dulu, baru bangun. Begitu dia teknis pelaksanaannya. Pada prinsipnya kita mendorong pemda agar proaktif dalam hal ini,” katanya.

Terungkap di rapat dengar pendapat Komisi B DPRDSU bersama Disbudpar Sumut, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, perwakilan pemkab se kawasan Danau Toba, dan pelaku pariwisata Sumut, Senin (3/2), adapun yang mandek serapan pekerjaan untuk destinasi super prioritas Danau Toba seperti Pelabuhan Sigapiton (Toba Samosir) dan pengembangan Bandara Sibisa.

“Padahal untuk kegiatan itu yang minta pemda setempat. Ya, artinya memang ada kendala yang sebenarnya harapan pemda bisa jalan. Tapi memang pusat minta dukungan daerah dari sisi itu (pembebasan lahan). Khusus infrastruktur perhubungan, tanpa ada lahan tidak akan pernah dibangun,” katanya.

Pihaknya menyebut pemda mesti ada political will yang kuat menyambut rencana pembangunan Danau Toba. Salah satunya mesti menyiapkan lahan sebelum pekerjaan fisik dimulai. “Jika pemda sudah bisa melakukannya, maka itu adalah komitmen yang kuat dari mereka agar wilayahnya dibangun,” katanya.

Begitupun, secara detil pihaknya tidak mengetahui progres terkini soal pembangunan destinasi pariwisata super prioritas Danau Toba. “Kalau pemprov secara khusus tidak mengetahui pelaksanaan kegiatan tersebut. Karena semua anggarannya APBN. Dan kami juga tidak tahu progresnya kenapa tidak terserap. Kalau poinnya soal pembebasan lahan, ya sudah pasti mandeklah,” pungkasnya.

Hal senada diutarakan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Sumut, Armansyah Effendy Pohan. Sejauh ini pihaknya sama sekali belum mengetahui progres dari program dimaksud, terlebih unit pekerjaan yang berada dibawah Kementerian PUPR. “Belum ada,” ucapnya singkat.

Bappeda Sumut juga demikian. Menurut Kabid Fisik Anda Subrata, proyek strategis nasional yang berada di kawasan Danau Toba mayoritas adalah proyek pemerintah pusat, di mana langsung bersentuhan dengan pemda setempat dalam hal pembebasan lahan.

Diberitakan sebelumnya, status Danau Toba sebagai destinasi pariwisata super prioritas terancam dicabut. Dana sebesar Rp4 triliun yang pernah dijanjikan Presiden Joko Widodo untuk pengembangan kawasan pariwisata di Danau Toba, terancam ditarik kembali oleh pemerintah pusat untuk dialihkan ke wilayah lain. Pasalnya, penyerapan anggaran untuk pengembangan pariwisata di danau terbesar di Asia Tenggara itu tidak maksimal.

Padahal menurut Direktur Pemasaran BPODT, Basar Simanjuntak, dana Rp4 triliun tersebut sudah on place (di APBN) dan siap dikucurkan. Direncanakan dana itu digunakan untuk persiapan berbagai fasilitas pariwisata di tujuh kabupaten di kawasan Danau Toba. “Anggaran untuk pengembangan super prioritas wisata Danau Toba Rp4 triliun. Duit itu harus dihabiskan dengan benar. Namun yang terjadi saat ini, justru baru terserap Rp1 triliun,” ungkapnya.

Karenanya, dia khawatir status Danau Toba sebagai salah satu destinasi pariwisata super prioritas yang dicanangkan pemerintah pusat pada 2019 lalu bersamaan dengan destinasi lain seperti Labuhan Bajo, Borobudur, dan lainnya, kemungkinan bakal berakhir lebih cepat. “Status super prioritas itu mungkin berakhir dua tahun lagi sejak sekarang. Tapi prediksi saya, status super prioritas ini bisa saja berakhir tahun depan (2021),” ujarnya.

Tidak maksimalnya penyerapan dana Rp4 triliun itu, lanjut Basar, disebabkan sejumlah hambatan dari masyarakat, terutama soal pembebasan lahan yang rumit dan berlarut-larut. Saat ini, bebernya, ada salah satu marga yang melakukan gugatan hukum terkait status tanah yang hendak dibangun Kementerian PUPR). Selain soal pembebasan lahan, Basar menyebutkan, penolakan masyarakat juga menjadi kendala utama pengembangan pariwisata Danau Toba. “Saat ini sudah sepuluh kali sidang. Saya pikir (jalur hukum) ini jauh lebih bagus, jadi ada kepastian,” ujarnya.

Informasi tersebut diperolehnya setelah minggu lalu bertemu dengan pihak Kementerian PUPR. Persisnya dengan Direktorat Jenderal Cipta Karya. “Disebutkan, kemungkinan hanya Rp1 triliun dana tersebut yang terpakai untuk pengembangan kawasan Danau Toba. Sedangkan Rp3 triliun lagi kemungkinan dialihkan ke daerah lain,” katanya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/