27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Sleman Siapkan 300 Homestay di Desa Wisata

Foto: Istimewa
Desa Wisata Kampung Flory di Dusun Jugang, Pangukan, Tridadi, Kabupaten Sleman, diI Yogyakarta, yang asri dan sejuk.

JOGJA, SUMUTPOS.CO – Sleman terus bergerak melaju menyongsong peningkatan wisatawan. Salah satunya dengan menyiapkan homestay di Desa Wisata yang dilengkapi dengan fasilitas yang tidak kalah dengan hotel.

“Dari 31 desa wisata di Sleman, sepuluh desa sudah menyediakan fasilitas homestay,” urai Bupati Sleman Sri Purnomo dalam workshop sosialisasi Kebijakan Kemenpar bagi Jurnalis Greater Joglosemar –Jogja, Solo, Semarang– di Hotel Sheraton, Jogja, 4 Mei 2017.

Bupati Sri Purnomo berkeyakinan, homestay dan Desa Wisata menjadi semakin strategis di Sleman. Ini setelah Presiden Joko Widodo dan Menpar Arief Yahya serius mengembangkan sektor ini sebagai core economy bangsa. Juga menangkap peluang Joglosemar dengan ikon Borobudur dijadikan destinasi prioritas atau satu dari 10 Bali Baru.

Langkah teknisnya pun, semakin terasa di lapangan. Lapangan terbang New Jogja International Airport di Kulonprogo sudah diground breaking awal 2017 ini. “Kami sudah antisipasi! Kebetulan Perdagangan, Jasa dan Pariwisata menjadi prioritas Sleman. Dan sudah ada moratorium hotel di Sleman,” kata Bupati Sri Purnomo.

Workshop yang diadakan Biro Hukum dan Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata ini diikuti 50 jurnalis dari kawasan Joglosemar (Jogja, Solo, Semarang dan Magelang). Selain Sri Purnomo hadir narasumber lain Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara MM, Dirut Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko Edy Setijono, Bidang SDM Asita Yogya Herry Rudyanto, Staf Ahli Menpar M Noer Sadono.

Sri Purnomo lantas melanjutkan paparannya soal homestay. Dikatakan, ada 300 unit homestay yang sudah siap menerima tamu dengan harga yang relatif murah. Disebutkan kesepakatan harga menginap di homestay di kisaran Rp 80-110 ribu sehari semalam dengan fasilitas makan 3 kali. “Mungkin harga ini harus ditinjau kembali. Jangan terlalu murah,” pesan Bupati kepada Kepala Dinas Pariwisata yang juga hadir pada acara ini.

Kebijakan pengembangan homestay ini, kata Sri Purnomo, sejalan dengan moratorium pembangunan hotel yang telah dilakukan beberapa tahun lalu. Dikatakan pula pengembangan Kabupaten Sleman saat ini diarahkan sebagai pusat pendidikan, pusat kebudayaan, penghasil pangan, daerah tujuan wisata, pengembangan industri kecil, agroindustri dan industri jasa.

Dengan potensi daya tarik alam dan lahan subur, Sleman juga mengembangkan desa wisata di bidang pertanian. Salah satu prinsip pengembangan wisata di Sleman, menurut Sri Purnomo, mengedepankan partisipasi masyarakat dan kearifan lokal.

Sedangkan kriteria desa wisata yang dikembangkan haruslah memiliki atraksi wisata mencakup alam budaya, daya dukung desa seperti keaslian, keunikan dan keindahan. “Menginap di homestay, para tamu bisa menikmati kehangatan keluarga khas Sleman. Bisa ikut membajak sawah, melihat panen padi. Karena anak-anak orang kota meski makan nasi banyak yang tidak tahu tanaman padi seperti apa?” tandas Sri Purnomo.

Maka, homestay di Desa Wisata diarahkan pada segmen pelajar dan mahasiswa, perusahaan, wisatawan asing dan keluarga. Untuk semua ini, Bupati mengatakan butuh bantuan media. “Saya sepakat sekali dengan konsep Pak Menteri Pariwisata tentang Pentahelix seperti yang disampaikan Pak Don Kardono tadi. Harus muncul kebersamaan dari kelima stakeholders tersebut dalam membangun imej positif dalam pariwisata,” katanya.

Foto: Istimewa
Desa Wisata Kampung Flory di Dusun Jugang, Pangukan, Tridadi, Kabupaten Sleman, diI Yogyakarta, yang asri dan sejuk.

JOGJA, SUMUTPOS.CO – Sleman terus bergerak melaju menyongsong peningkatan wisatawan. Salah satunya dengan menyiapkan homestay di Desa Wisata yang dilengkapi dengan fasilitas yang tidak kalah dengan hotel.

“Dari 31 desa wisata di Sleman, sepuluh desa sudah menyediakan fasilitas homestay,” urai Bupati Sleman Sri Purnomo dalam workshop sosialisasi Kebijakan Kemenpar bagi Jurnalis Greater Joglosemar –Jogja, Solo, Semarang– di Hotel Sheraton, Jogja, 4 Mei 2017.

Bupati Sri Purnomo berkeyakinan, homestay dan Desa Wisata menjadi semakin strategis di Sleman. Ini setelah Presiden Joko Widodo dan Menpar Arief Yahya serius mengembangkan sektor ini sebagai core economy bangsa. Juga menangkap peluang Joglosemar dengan ikon Borobudur dijadikan destinasi prioritas atau satu dari 10 Bali Baru.

Langkah teknisnya pun, semakin terasa di lapangan. Lapangan terbang New Jogja International Airport di Kulonprogo sudah diground breaking awal 2017 ini. “Kami sudah antisipasi! Kebetulan Perdagangan, Jasa dan Pariwisata menjadi prioritas Sleman. Dan sudah ada moratorium hotel di Sleman,” kata Bupati Sri Purnomo.

Workshop yang diadakan Biro Hukum dan Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata ini diikuti 50 jurnalis dari kawasan Joglosemar (Jogja, Solo, Semarang dan Magelang). Selain Sri Purnomo hadir narasumber lain Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara MM, Dirut Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko Edy Setijono, Bidang SDM Asita Yogya Herry Rudyanto, Staf Ahli Menpar M Noer Sadono.

Sri Purnomo lantas melanjutkan paparannya soal homestay. Dikatakan, ada 300 unit homestay yang sudah siap menerima tamu dengan harga yang relatif murah. Disebutkan kesepakatan harga menginap di homestay di kisaran Rp 80-110 ribu sehari semalam dengan fasilitas makan 3 kali. “Mungkin harga ini harus ditinjau kembali. Jangan terlalu murah,” pesan Bupati kepada Kepala Dinas Pariwisata yang juga hadir pada acara ini.

Kebijakan pengembangan homestay ini, kata Sri Purnomo, sejalan dengan moratorium pembangunan hotel yang telah dilakukan beberapa tahun lalu. Dikatakan pula pengembangan Kabupaten Sleman saat ini diarahkan sebagai pusat pendidikan, pusat kebudayaan, penghasil pangan, daerah tujuan wisata, pengembangan industri kecil, agroindustri dan industri jasa.

Dengan potensi daya tarik alam dan lahan subur, Sleman juga mengembangkan desa wisata di bidang pertanian. Salah satu prinsip pengembangan wisata di Sleman, menurut Sri Purnomo, mengedepankan partisipasi masyarakat dan kearifan lokal.

Sedangkan kriteria desa wisata yang dikembangkan haruslah memiliki atraksi wisata mencakup alam budaya, daya dukung desa seperti keaslian, keunikan dan keindahan. “Menginap di homestay, para tamu bisa menikmati kehangatan keluarga khas Sleman. Bisa ikut membajak sawah, melihat panen padi. Karena anak-anak orang kota meski makan nasi banyak yang tidak tahu tanaman padi seperti apa?” tandas Sri Purnomo.

Maka, homestay di Desa Wisata diarahkan pada segmen pelajar dan mahasiswa, perusahaan, wisatawan asing dan keluarga. Untuk semua ini, Bupati mengatakan butuh bantuan media. “Saya sepakat sekali dengan konsep Pak Menteri Pariwisata tentang Pentahelix seperti yang disampaikan Pak Don Kardono tadi. Harus muncul kebersamaan dari kelima stakeholders tersebut dalam membangun imej positif dalam pariwisata,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/