26 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Kemenpar dan DMI Bersinergi Kembangkan Wisata Religi Berbasis Masjid

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tak mau setengah-setengah dalam mengembangkan wisata religi. Kementerian yang dipimpin Arief Yahya itu pun menggandeng Dewan Masjid Indonesia (DMI) untuk mengembangkan destinasi wisata religi berbasis masjid.

Untuk itu, Kemenpar dan DMI menandatangani nota kesepahaman atau MoU tentang Program Pengembangan Destinasi Wisata Berbasis Masjid di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Kamis (15/6). Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga ketua DMI dan Menpar Arief Yahya hadir langsung pada acara itu.

Wapres yang kondang dengan sebutan Pak JK itu mengatakan, orang berwisata karena ingin melihat sesuatu yang beda. Menurutnya, masjid dapat menjadi salah satu atraksi wisata karena keindahan arsitekturnya, sejarahnya dan bahkan nilai-nilai spiritualitasnya.

Menurut JK, pengembangan masjid sebagai destinasi wisata akan membuat atraksi wisata yang lebih beragam. “Di Indonesia masjid tidak hanya menjadi ikon agama, namun juga menjadi ikon budaya,” ujarnya.

Meski demikian JK juga mengatakan bahwa program itu bukan berarti mengomersialkan masjid. “Menjadikan masjid sebagai bagian dari pariwisata bukan berarti menjadikan masjid sebagai bentuk komersial, namun memperkenalkannya kepada wisatawan,” tegasnya.

JK lantas mencontohkan Masjid Biru di Turki yang selalu dikunjungi wisatawan karena nilai sejarahnya. Selain itu, ada pula Masjid Hassan di Casablanca, Maroko, yang dibangun di pinggir laut.

Sedangkan Indonesia, kata JK, punya Masjid Istiqlal yang luar biasa dari sisi sejarah pendirian, arsitektur dan konstruksi bangunannya. “Masjid Istiqlal luar biasa, ini masjid besar tapi arsiteknya Kristen, bisa juga menjadi jualan untuk turis,” tuturnya.

Lebih lanjut JK mengatakan, wisatawan yang datang tidak hanya untuk melihat masjid. Sebab, kedatangan wisatawan religi juga akan memakmurkan masjid dan warga di sekitarnya.

“Masyarakat di sekitarnya bisa menjual suvenir, wisatawan akan makan di restoran, tinggal di hotel, menyewa kendaraan dan lain-lain,” tuturnya.

JK bahkan punya hitung-hitungan tersendiri soal potensi wisata religi ataupun halal tourism yang kini lebih dikenal dengan sebutan family friendly. Saat ini, di seluruh dunia ada sekitar 1,6 miliar muslim.

Sepertiganya atau sekitar 600 juta sudah termasuk golongan menengah. Menurut JK, angka itu merupakan potensi luar biasa. “Jika 600 juta orang itu berwisata, bayangkan berapa yang masuk (devisa, red)?” sebutnya.

Sedangkan Menpar Arief Yahya mengatakan, masjid sebagai tempat ibadah memang memiliki nilai-nilai spiritual. Namun, katanya, masjid sebagai destinasi wisata juga punya nilai ekonomi.

“Harus sepakat jika masjid merupakan Destinasi Wisata Religi yang mengandung spiritual value dan economic value meski dikelola secara modern, dengan ekosistem pariwisata halal. Misalnya masalah kebersihan harus diperhatikan, pengelolaan menggunakan teknologi informasi dan lain-lain,” sebutnya.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tak mau setengah-setengah dalam mengembangkan wisata religi. Kementerian yang dipimpin Arief Yahya itu pun menggandeng Dewan Masjid Indonesia (DMI) untuk mengembangkan destinasi wisata religi berbasis masjid.

Untuk itu, Kemenpar dan DMI menandatangani nota kesepahaman atau MoU tentang Program Pengembangan Destinasi Wisata Berbasis Masjid di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Kamis (15/6). Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga ketua DMI dan Menpar Arief Yahya hadir langsung pada acara itu.

Wapres yang kondang dengan sebutan Pak JK itu mengatakan, orang berwisata karena ingin melihat sesuatu yang beda. Menurutnya, masjid dapat menjadi salah satu atraksi wisata karena keindahan arsitekturnya, sejarahnya dan bahkan nilai-nilai spiritualitasnya.

Menurut JK, pengembangan masjid sebagai destinasi wisata akan membuat atraksi wisata yang lebih beragam. “Di Indonesia masjid tidak hanya menjadi ikon agama, namun juga menjadi ikon budaya,” ujarnya.

Meski demikian JK juga mengatakan bahwa program itu bukan berarti mengomersialkan masjid. “Menjadikan masjid sebagai bagian dari pariwisata bukan berarti menjadikan masjid sebagai bentuk komersial, namun memperkenalkannya kepada wisatawan,” tegasnya.

JK lantas mencontohkan Masjid Biru di Turki yang selalu dikunjungi wisatawan karena nilai sejarahnya. Selain itu, ada pula Masjid Hassan di Casablanca, Maroko, yang dibangun di pinggir laut.

Sedangkan Indonesia, kata JK, punya Masjid Istiqlal yang luar biasa dari sisi sejarah pendirian, arsitektur dan konstruksi bangunannya. “Masjid Istiqlal luar biasa, ini masjid besar tapi arsiteknya Kristen, bisa juga menjadi jualan untuk turis,” tuturnya.

Lebih lanjut JK mengatakan, wisatawan yang datang tidak hanya untuk melihat masjid. Sebab, kedatangan wisatawan religi juga akan memakmurkan masjid dan warga di sekitarnya.

“Masyarakat di sekitarnya bisa menjual suvenir, wisatawan akan makan di restoran, tinggal di hotel, menyewa kendaraan dan lain-lain,” tuturnya.

JK bahkan punya hitung-hitungan tersendiri soal potensi wisata religi ataupun halal tourism yang kini lebih dikenal dengan sebutan family friendly. Saat ini, di seluruh dunia ada sekitar 1,6 miliar muslim.

Sepertiganya atau sekitar 600 juta sudah termasuk golongan menengah. Menurut JK, angka itu merupakan potensi luar biasa. “Jika 600 juta orang itu berwisata, bayangkan berapa yang masuk (devisa, red)?” sebutnya.

Sedangkan Menpar Arief Yahya mengatakan, masjid sebagai tempat ibadah memang memiliki nilai-nilai spiritual. Namun, katanya, masjid sebagai destinasi wisata juga punya nilai ekonomi.

“Harus sepakat jika masjid merupakan Destinasi Wisata Religi yang mengandung spiritual value dan economic value meski dikelola secara modern, dengan ekosistem pariwisata halal. Misalnya masalah kebersihan harus diperhatikan, pengelolaan menggunakan teknologi informasi dan lain-lain,” sebutnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/