30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Matasora World Music Festival Diserbu Ratusan Wisman dan Ribuan Wisnus

Matasora World Music Festival yang bertemakan ‘Beat the Tradition’, menampilkan kolaborasi musisi dunia dan nasional.

Festival yang bertemakan ‘Beat the Tradition’ dengan menampilkan kolaborasi musisi dunia dan nasional ini menggunakan tiga lokasi pertunjukan, yaitu panggung Mata (Mata stage), Panggung sora (sora stage) dan Ruang Film Bandung. Acara dimulai di Di Mata Stage dengan Workshop Dance Jaipong oleh Mira Tejaningrum tari Ramwong bersama Universitas Ramkhamhaeng dari Thailand, Workshop Music tentang Perkussi oleh Zineer dan Colin Bass (Inggris) tampil sebagai pembicara dengan tema Indonesia Music in World Scene.

Di Sora Stage, penampilan Littlelute, Yawri (Ekuador), Parahyena, Kunokini dan Svaraliane dan diakhir dengan penampilan rancak kolaborasi Patrick Shaw Iversen (Norwegia)-Shri Sriram (India) dan Gamelan Shockbreaker . Sedangkan di Ruang Film Bandung diputar berbagai film antara lain “Mengejar Dangdut”, “Sengatan Si Bengal”, “Jejak Musik Harry Roesli”, dan “Muslim Headbangers”.

Direktur Artistik MWMF Ismet Ruhimat mengatakan, festival ini diharapkan menjadi barometer world music di tingkat internasional. Sebagai festival musik yang baru pertama kali digelar, kata Ismet, MWMF memanfaatkan momentum yang ada untuk membuat strategi. Penyelengaraan tahun ini, kata Ismet, menjadi bahan evaluasi untuk MWMF tahun-tahun berikutnya.

“Kami memilih musisi dan seniman yang sudah memiliki reputasi. Mereka juga punya komitmen untuk membantu memberikan spirit menumbuhkan lagi festival musik. Terimakasih juga respons dukungan yang datang tak hanya dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat tapi juga dari pemerintahbpusat, dalam hal ini Kementerian Pariwisata,” tuturnya.

Penyelenggaraan MWMF ini berlanjut hingga Minggu, 23 Juli 2017. Dengan menggunakan panggung yang sama, di Mata Stage akan menampilan Workshop Tari Rejang Shanti oleh Bulantrisna Djelantik, talkshow bersama Idhar Resmadi dalam tema “Music Writing in Social and Culture Change”, Workshop Musik oleh Patrick Shaw Iversen dengan tema “Exploring Traditional Gamelan dengan Musik Elektronik dan Djakawinata Susilo dan Chico akan berbicara tentang “Copyrights in Musica Works”.

Selain itu juga ada penampilan dari Balaruna, Cakrawala Mandala Dvi Pantara dan Seratus Persen. Sedangkan di Sora Stage akan ada penampilan Rubah di Selatan,Gilles Saissi and Persahabatan Project (Perancis), Fade to Blue (Taiwan), Kuaetnika, Sambasunda, Colin Bass (Inggris) dan akan ditutup dengan penampilan dari All Star Collaboration.

Arief Yahya mengacungkan jempol untuk Festiva MWMF di Bandung ini. Menurutnya, Indonesia memiliki dua keuntungan menjadi tuan rumah perhelatan ini. “Pertama, dampak langsung, menarik wisatawan baik nusantara maupun mancanegara hadir di Bandung. Kedua, dampak tidak langsung, yaitu memberikan nilai berita lebih bagi media memberitakan musisi-musisi dunia tampil di Indonesia,” ujar Menpar Arief Yahya.

Selain itu, agenda musik ini menurut Menpar membuat para wisatawan bisa berulang-ulang mengunjungi Indonesia. “Media value lebih besar. Selain itu, repeat visitors bisa 60 persen datang lagi, bagi mereka yang sudah tiba di Indonesia. Dalam waktu kurang dari setahun, mereka datang lagi,” ungkapnya. (rel)

Matasora World Music Festival yang bertemakan ‘Beat the Tradition’, menampilkan kolaborasi musisi dunia dan nasional.

Festival yang bertemakan ‘Beat the Tradition’ dengan menampilkan kolaborasi musisi dunia dan nasional ini menggunakan tiga lokasi pertunjukan, yaitu panggung Mata (Mata stage), Panggung sora (sora stage) dan Ruang Film Bandung. Acara dimulai di Di Mata Stage dengan Workshop Dance Jaipong oleh Mira Tejaningrum tari Ramwong bersama Universitas Ramkhamhaeng dari Thailand, Workshop Music tentang Perkussi oleh Zineer dan Colin Bass (Inggris) tampil sebagai pembicara dengan tema Indonesia Music in World Scene.

Di Sora Stage, penampilan Littlelute, Yawri (Ekuador), Parahyena, Kunokini dan Svaraliane dan diakhir dengan penampilan rancak kolaborasi Patrick Shaw Iversen (Norwegia)-Shri Sriram (India) dan Gamelan Shockbreaker . Sedangkan di Ruang Film Bandung diputar berbagai film antara lain “Mengejar Dangdut”, “Sengatan Si Bengal”, “Jejak Musik Harry Roesli”, dan “Muslim Headbangers”.

Direktur Artistik MWMF Ismet Ruhimat mengatakan, festival ini diharapkan menjadi barometer world music di tingkat internasional. Sebagai festival musik yang baru pertama kali digelar, kata Ismet, MWMF memanfaatkan momentum yang ada untuk membuat strategi. Penyelengaraan tahun ini, kata Ismet, menjadi bahan evaluasi untuk MWMF tahun-tahun berikutnya.

“Kami memilih musisi dan seniman yang sudah memiliki reputasi. Mereka juga punya komitmen untuk membantu memberikan spirit menumbuhkan lagi festival musik. Terimakasih juga respons dukungan yang datang tak hanya dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat tapi juga dari pemerintahbpusat, dalam hal ini Kementerian Pariwisata,” tuturnya.

Penyelenggaraan MWMF ini berlanjut hingga Minggu, 23 Juli 2017. Dengan menggunakan panggung yang sama, di Mata Stage akan menampilan Workshop Tari Rejang Shanti oleh Bulantrisna Djelantik, talkshow bersama Idhar Resmadi dalam tema “Music Writing in Social and Culture Change”, Workshop Musik oleh Patrick Shaw Iversen dengan tema “Exploring Traditional Gamelan dengan Musik Elektronik dan Djakawinata Susilo dan Chico akan berbicara tentang “Copyrights in Musica Works”.

Selain itu juga ada penampilan dari Balaruna, Cakrawala Mandala Dvi Pantara dan Seratus Persen. Sedangkan di Sora Stage akan ada penampilan Rubah di Selatan,Gilles Saissi and Persahabatan Project (Perancis), Fade to Blue (Taiwan), Kuaetnika, Sambasunda, Colin Bass (Inggris) dan akan ditutup dengan penampilan dari All Star Collaboration.

Arief Yahya mengacungkan jempol untuk Festiva MWMF di Bandung ini. Menurutnya, Indonesia memiliki dua keuntungan menjadi tuan rumah perhelatan ini. “Pertama, dampak langsung, menarik wisatawan baik nusantara maupun mancanegara hadir di Bandung. Kedua, dampak tidak langsung, yaitu memberikan nilai berita lebih bagi media memberitakan musisi-musisi dunia tampil di Indonesia,” ujar Menpar Arief Yahya.

Selain itu, agenda musik ini menurut Menpar membuat para wisatawan bisa berulang-ulang mengunjungi Indonesia. “Media value lebih besar. Selain itu, repeat visitors bisa 60 persen datang lagi, bagi mereka yang sudah tiba di Indonesia. Dalam waktu kurang dari setahun, mereka datang lagi,” ungkapnya. (rel)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/